...
[17- Pacar?]
"Gue anter yuk." Milo mendekatiku yang sedang membereskan buku.
Aku menatap Milo sekilas lalu kembali membereskan buku. "Gak usah lah, gue naik angkot aja."
"Takut gue jailin?" tanya Milo.
Aku menggeleng.
"Dianter pulang sama pacar masa nggak mau?" godanya.
Mau tak mau aku terkekeh.
"Heh, susu milo. Kita kan belom resmi jadian ya. Masih tahap pertama ini."
"Kok belom?" tanyanya.
"Kan lo masih dalam masa uji, satu bulan," jawabku sambil menjulurkan lidah.
Milo menghela napas sambil cemberut.
Aku memakai tasku lalu segera menarik tangan Milo. "Jelek lo, ayo pulang!"
"Jadi kita pulang bareng?"
"Iya, bawel."
Milo tertawa.
มล
"Aduh, gue cuma bawa satu helm," keluh Milo.
"Ya udah, pake aja."
Tapi Milo malah menyerahkan helm itu kepadaku.
"Lo aja yang pake," tukasnya.
Aku mengernyit. "Yang ada kita ditilang kalo gue yang make."
"Kalo kita jatuh, mau kepala lo bocor?" tanyanya.
Aku menggeleng.
"Makanya pake aja. Nanti gue lewat jalan tikus, gak akan ditilang."
"Tapi ntar kalo jatuh, kepala lo dong yang bocor?" tanyaku sambil memandangi helm di tangannya.
Milo memakaikan helm itu ke kepalaku.
Milo menatapku dalam. "Lebih baik gue yang kenapa-napa daripada lo yang kenapa-napa."
Aku terdiam beberapa saat.
"Udah, naik. Jangan bengong disitu. Gue tau kok kalo gue itu romantis banget," tukasnya.
Aku mengerucutkan bibirku. "GR lo."
Aku membenarkan helm lalu segera naik ke motor merah Milo. Motor yang dulu mendapat sumpah serapah dariku, dan sekarang aku malah naik motor merah ini lagi.
Dengan sekali gas, Milo membuat tubuhku terdorong ke depan.
"Milo! Lo tuh ngeselin banget!" aku memukul punggung Milo dengan kesal.
Milo terkekeh. "Lo itu hobinya nyiksa punggung orang ya?"
Aku mengernyit. "Kapan gue nyiksa punggung orang. Perasaan baru mukul punggung lo aja, baru sekali juga."
"Dulu waktu gue ajakin lo bolos, lo gigit punggung gue, inget?" tanyanya.
Aku terdiam dan tak lama tawaku meledak.
"Inget, inget! Abisan lo nyebelin banget!"
"Ya kan gue berniat mau ajak lo refreshing."
"Refreshing gundulmu," jawabku kesal sambil memukul punggungnya lagi.
Milo terkekeh. "Jangan pukul gue lagi, ntar jatuh. Terus kepala gue bocor, gimana coba?"
Aku langsung diam. "Ya maaf, abis lo ngeselin."
มล
"Makasih ya," aku melepas helm milik Milo dan mengembalikannya.
"Sama-sama, Love."
Aku tergelak mendengarnya, sudah lama dia tidak mendengar sebutan itu. "Anjay..."
"Pake tuh helmnya, masih untung kepala lo nggak bocor," celetukku.
Milo tersenyum lebar dan langsung memakai helmnya.
"Mau mampir dulu?" tanyaku.
"Ngomong sama calon mertua?" Milo terkekeh.
Refleks aku memukul punggungnya pelan.
"Tuh kan, kebiasaan."
Milo mengusap-usap punggungnya.
Aku mencibir. "Dih, lembek amat lo jadi cowok. Digituin aja ngeluh."
Milo makin cemberut.
"Jelek lo, ya udah ah. Gue mau masuk ya, nggak usah mampir."
Milo mendengus kesal. "Tadi nawarin, sekarang di usir. Ya udah, gue pulang dulu ya, love."
Aku mengangguk.
"Eh... Bentar, Lov." Milo menahan pergelangan tanganku.
"Hm?" aku menatap Milo dengan bingung.
Tadi bilangnya mau pulang, sekarang malah pegang-pegang. Modus bener nih orang.
"Besok sore kosong?"
Aku mengernyit, "Apanya yang kosong?"
Milo tertawa.
Tuh kan malah ngetawain.
"Lo nggak ada acara kan besok?"
"Oh, nggak ada. Lo sih ngomongnya ambigu. Gue kan bingung. Ngomong tuh yang jelas!" protesku.
"Ya udah deh, maaf."
Aku berdeham sambil mengerucutkan bibirku.
"Kosong," jawabku cepat.
"Apanya?" tanya Milo.
Aku menatapnya gemas.
Tadi aku diledekin, padahal dia sendiri lupa juga.
Aku mendekati Milo dan berjinjit hingga tinggi tubuhku sejajar dengan motor Milo, "Gue nggak ada acara besookkk!" seruku di telinganya.
Setelah itu aku tersenyum puas.
Milo mengusap-usap telinganya.
"Iya, iya. Galak banget sih. Ya udah, besok jalan ya?"
"Nggak mau ah, capek!"
Milo mendesah kesal sembari mengusap wajahnya, "Maksudnya jalan-jalan, Lova. Naik motor..."
"Gue tau kali. Kan ngeledekin lo," aku menjulurkan lidah.
มล
Aku melepas sepatuku dan melihat Mama tersenyum-senyum.
"Ngapain sih, Ma?" tanyaku bingung.
Memang kegiatanku melepas sepatu itu lucu?
Mama semakin tertawa melihat ekspresiku yang bingung.
Aku melihat ke belakang, mungkin ada yang nyangkut di seragamku. Tapi tetap tidak ada apa-apa.
"Ma, jangan nakut-nakutin Lova gitu deh. Serem tau!"
Mama terkekeh lalu mendekatiku, "Cie yang di anter pulang sama Milo..."
Mama mencolek daguku.
Aku melebarkan mataku, jadi gara-gara itu!
"Apaan sih, dianter doang kok!"
Mama lihat aku diantar Milo aja histeris, apalagi tahu kalau aku sudah jadian? Eh, tapi kan belum resmi.
"Udah ya, Ma. Aku capek nih."
Mama makin terkekeh, "Abis pacaran. Capek?"
"Ih, Mama!" tawaku pecah karena Mama tak henti-henti meledekku.
...
12 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Milova
Teen Fiction"Biasanya tuh nggak begini. Biasanya lancar jaya, lah ini kok jadi deg-degan begini ya..." Milo mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Lo ngomong apaan sih? Gue nggak ngerti. Jangan bertele-tele deh," tukasku kesal "Gue tuh mau nembak lo, tahu!" tuk...