6.Kebenaran

37.6K 1.8K 4
                                    

Saat aku hendak melerai pelukan yang diberikan Jafran, aku merasakan seragamku basah karena air matanya. Baru kali ini aku melihat seorang tentara yang gagah dengan seragam lorengnya menangis di hadapanku yang aku sendiri pun tidak tahu apa alasannya.

"Anda baik-baik saja, A ?" Tanyaku sedikit merasa iba dengan kejadian ini

"Saya merindukanmu" Jawabnya pelan namun terdengar sangat jelas di telingaku

Aku sontak merasa terkejut dengan apa yang dikatakannya tadi. Apa dia bilang ? Rindu ? Apakah kamu Jafran ? Jafran yang aku kenal selama ini ? benarkah ?

"Jafran ?" Tanyaku sambil melerai pelukannya dan menatap matanya lekat

"Rindi, aku merindukanmu. Ini aku Muhammad Jafran Aggara" Ucapnya sambil memegang kedua tanganku

Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Hatiku terasa sakit aku tidak bisa berkata apapun, aku merasakan mataku mulai memanas karena perkataannya.

"Jangan menangis di depanku" Ucapnya pelan sambil menghapus air mataku

"Jangan sentuh aku!Jangan bicara denganku!Dan jangan mencariku!" Ucapku setengah bergetar karena merasa dia telah membohongiku selama 12 tahun.

Aku berdiri dari tempat dudukku dan mencoba untuk melupakan semuanya. Melupakan semua tentang Jafran. Namun saat aku hendak pergi tanganku ditahan oleh Jafran

"Rindi, ku mohon jangan pergi. Dengarkan semua penjelasanku" Ucap Jafran dengan tatapan sayunya

"Tidak!Aku tidak mau dengar apapun, aku benci kamu Jafran. Sudah 12 tahun kamu bohongi aku ? Kamu tau seberapa keras aku berusaha untuk melupakan Jafran yang aku anggap sudah tiada ? Kamu tidak tahu rasanya seperti apa rindu yang selalu ku alami" Ucapku mengeluarkan apa yang selama ini ku rasakan

Jafran hanya terdiam tanpa bicara apapun, dia tetap menatapku lekat dan menahan tanganku. Aku tidak tahan lagi, malam ini begitu menyakitkan. Baru saja ku kenal Jafran tapi berakhir menyakitkan seperti ini. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, aku rasa aku ingin malam ini segera berakhir.

"Rindi!" terdengar suara seorang laki-laki yang sangat aku kenal memanggilku dari belakang

"Dokter Tara?" Ucapku kepada seorang laki-laki yang menggunakan jas dokter yang sedang berjalan mendekati kami

"Kamu sedang apa disini ? Tadi saya dengar kalian berdua sedang berdebat ?" Tanya dokter tara dengan mata sedang mencaritahu apa yang kami lakukan

"Ohiya dok, maaf ya kalau terlalu berisik" Jawabku tak enak kepada dokter tara

"Tidak apa, tapi bisakah kamu kenalkan aku pada temanmu ini?" Tanya dokter tara sambil merangkul bahu Jafran

Dokter ini apaan sih ? gak tahu apa kalau aku lagi benci banget sama cowo ini ? ya gak taulah dasar Rindi ! orang belum dikasih tahu juga batinku

"Dia Jafran. Aku baru mengenalnya tadi, dia bukan temanku" Jawabku cepat sambil menahan rasa sakit di dalam dadaku

"Oh begitu, saya dokter Tara senior dari suster Rindi. Senang bisa berkenalan dengan anda, Pak" Ucap dokter Tara kepada Jafran

"Jangan panggil saya Bapak, saya seumuran sama Rindi" Jawab Jafran datar

"Dok, saya harus periksa pasien di lantai dua" Ucapku mencoba mencari celah untuk menghindari Jafran

"Oh baiklah kalau begitu, kebetulan saya juga akan pulang karena sudah larut malam" Jawab dokter Tara sambil berpamitan pada aku dan Jafran

Saat dokter Tara pergi, tinggal lah aku dan Jafran di lorong itu. Aku tak ingin lama-lama bersamanya maka aku putuskan untuk menghindari Jafran dengan segera pergi. Namun belum sempat aku melangkah, tanganku ditahan olehnya

"Rindi, dengarkan aku. Dengarkan penjelasanku" Ucap Jafran sambil menggenggam erat tanganku dengan nada suara memelas

"Saya tidak ada waktu, saya harus memeriksa pasien. Permisi" Ucapku sambil menampik tangannya kasar

---
Malam ini Bandung sangat sejuk, langit terasa sepi tanpa bintang. Warna warni dari lampu-lampu gedung menambah cantiknya pemandangan kota ini dari rooftop rumah sakit ini. Menambah rasa tidak jelas dalam hatiku, membuatku nyaman berlama-lama diatas sini sambil mendengarkan lagu Glenn Fredly yang berjudul kasih putih.
Lagu ini mengingatkanku pada saat hari-hariku dipenuhi dengan nama Jafran.

Entah kenapa hari ini terasa begitu panjang, kejadian tadi terus terekam jelas dalam pikiranku. Kejadian yang menjelaskan segala pertanyaanku selama ini, tapi anehnya aku tidak bisa menerima bahwa dia Jafran. Aku tidak siap dan aku tidak tahu harus berbuat apa.

Ddrrrtt..

Bunyi ponselku menyadarkanku dari kejadian tadi. Saat ku lirik ponselku ternyata sahabatku Rino ingin melakukan Video call denganku. Bukan Rino tapi kedua anaknya yang sangat dekat denganku

"Aunti Rindi" Teriak seorang anak kecil perempuan berusia 5 tahun berwajah oriental memanggilku

"Hai sayang" Jawabku dengan nada ceria

"Anti Lindi, agi pa ?" Tanya seorang anak kecil perempuam berusia 1,5 tahun yang berarti "Aunti Rindi, lagi apa?"

"Hai dua kesayangan aunti. Aunti lagi tugas sayang, kalian lagi apa?" Tanyaku pada Karina dan Mikayla

"ngat nti, aya gi kan mi" Ucap mikayla dengan bahasa bayinya yang berarti
"Semangat aunti, ayla lagi makan mie"

"Jangan terlalu banyak makan mie ya sayang, kakak Karina jangan lupa belajar ya" Ucapku memperhatikan kedua keponakanku itu

Saat berbincang dengan 2 balita menggemaskan, kini aku sedang berbincang dengan Rino dan Intan. Iya kedua sahabatku ini selalu tahu jika aku sedang ada masalah.

"Rino, Intan. Gue mau ketemu kalian besok gue mohon. Jangan lupa hubungi Lala, Ima, dan Windi. Gue pingin cerita sama kalian semua" Ucapku sambil menahan air mataku

"Ada apa Rin ? kenapa lo kelihatan gelisah gitu ?" Tanya Rino yang melihat keanehan dalam gerak gerikku

"Gue mau bercerita tentang Jafran" Ucapku sambil menundukkan kepalaku

"JAFRAN ?" ucap Rino dan Intan berbarengan

*Bersambung

Destiny(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang