VINGT-QUATRE

59 12 3
                                    

Denger part ini sambil denger mulmednya ya karena aku nulis part ini juga sambil dengerin lagu ini.
Enjouuuuy!💖



Disini lah Abel, terbaring lemah, dengan alat bantu dimana-mana.

Hari ini ia akan operasi untuk kesekian kalinya, resiko operasi berhasil sangat kecil, tetapi ia ingin sembuh demi Dimi.

Abel begitu merindukan kekasihnya itu, hampir tiap hari ia menangis.

Dan yang dapat dilakukannya adalah melihatnya dari jauh, memeluk boneka pemberian Dimi, menghirup harumnya hanya dari sweater lelaki tersebut.

Dimi adalah cinta pertamanya, ia sangat menyayangi Dimi. Sangat berat tidak bertemu dengan Dimi.

Perasaannya digerogoti rasa bersalah mengetahui hingga hari ini Dimi masih setia mencarinya dan mendatangi rumahnya.

Abel marah, pada dirinya sendiri.
Dimi selalu ada untuknya tetapi ia menghilang begitu saja, Abel pun tidak mau. Tetapi ia tidak mau membuat Dimi semakin susah menghilangkan perasaannya.

Hari ini, Abel meminta Tami datang kepadanya, tanpa harus Dimi tahu.

Abel ingin mengutarakan segalanya, ia takut kemungkinan bertemu dengan Tami kembali sangat kecil.

Tami memasuki ruangan tersebut bersama orangtua Abel.

Tami tidak menyangka, Abel begitu kurus, sorot cerianya sudah sirnah, hanya ada kesedihan dimatanya walau ia selalu mencoba tersenyum menahan sakitnya.

Tami tersenyum.

"Pah, mah. Aku mau ngomong sama Tami berdua, boleh?"

Ibunya pun mengangguk dan keluar bersama ayahnya mempersilhkan keduanya berbicara.

"Hai, Tam. Apa kabar?" tanya Abel dengan senyumannya.

"Gak usah tanya gue, Abel. Elo yang gimana?"

"Ya begini aja, Tam. Besok operasi terakhir, kalo berhasil, gue gak perlu lagi kaya gini-gini."

Tami segera menggenggam tangan Abel, "Pasti berhasil. Lo pasti bisa. Demi Dimi, Bel."

Abel tersenyum kembali, "I hope so, Tam."

Lalu pandangan Abel berubah keluar jendela.

"Lo tau, Tam. Gue pengen banget bisa sembuh. Demi orangtua gua, demi Dimi. Dan kalopun gue gak bisa kayak dulu, gue gak apa-apa asalakan bisa bareng mereka. Dimi cinta pertama gue, dan dia berhasil banget ambil hati gue, Tam."

"..."

"Gue sama dia bahkan sampai mikir mau menikah, makanya Dimi selalu bilang lulus kuliah dia bakal cari kerjaan, biar bisa nikah pake uang dia, biar bisa nikah dengan gaya Cinderella di Disneyland. Gue tau ini kedengerannya bodoh, kayak mengkhayal. Tapi gue tau, dia gak pernah main-main sama omongannya. Bahkan kita udah siapin nama anaknya, Tam," Abel tertawa tetapi Tami lebih dapat merasakan kesedihan wanita itu.

"Kalau cewe namanya Athea, dan kalau cowo namanya Tristan. Kita sama-sama cewe, lo pasti pernah jatuh cinta juga kan, Tam? Lo pasti ngerti gimana rasanya sayang banget. Bukan hanya di awal, Dimi bisa bikin gue terus-terusan sayang sama dia. Kalau bisa dibilang, gue udah cinta mati sama Dimi."

"Gue pengen sembuh, biar bisa ketemu dia. Siapa sih yang gak mau sembuh? Tiap malem gue berdoa ke Tuhan, gue cinta sama Dimi, gue pengen selalu ada buat dia kayak dia selalu ada buat gue. Tapi gue mikirin hal terburuk, kalo sampe semua ini gagal dan gak berarti."

"Bel, lo gak boleh ngomong gitu. Gue yakin, Tuhan bakal satuin kalian lagi."

"Iya. Kalo sampe, tolong sampein kalo gue sayang banget sama dia ya, Tam."

IMPRÉVUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang