CINQ

110 18 4
                                    

Dimi memutuskan untuk masuk ke dalam, disana terlihat Abel sedang terbaring menggunakan alat bantuan pernapasan-nya.

Dimi mengambil kursi dan duduk di samping tempat tidur Abel.

"Bel..."

Sepi, tidak ada jawaban

"Kenapa kamu gak bilang?"

Tangan Dimi berpindah ke tangan Abel yang diinfus,

"Apa ini yang kamu sembunyiin dari aku? Kamu inget gak Bel, aku selalu bilang buat selalu ada buat kamu apapun yang terjadi, dan kamu tau, hal ini gak akan bikin aku ninggalin kamu gitu aja."

Dimi merasa dadanya mulai sesak melihat Abel dengan kondisi seperti ini.

"Bel, sembuh ya. Cepetan bangun, Dimi kangen. Gak ada lagi anak kecil yang ngomelin Dimi dan khawatirin Dimi kalo ngebut-ngebutan."

Dimi berdiri dan keluar karena hari ini ia ada jadwal kelas di kampusnya.

"Dimi kuliah dulu ya, Bel", Dimi mengecup dahi Abel.

----------

Dimi masuk ke dalam kelasnya, teman-teman Dimi serentak melihat ke arah pintu.

"Dim...", Eka bersuara, wajahnya prihatin, Dimi ingin berterimakasih karena sepertinya Eka mengerti situasi Dimi saat ini, tetapi detik berikutnya Dimi menyesal.
Eka berjalan menghampiri Dimi dan berteriak,

"APA KABS!", sambil memasukan dua jarinya ke dalam hidung Dimi.

Dimi segera melepaskan hidungnya dari 2 jari Eka. Belum sempat Dimi membalas perbuatan Eka, tiba-tiba Eka tertawa keras,

"Gue abis cebok."

"Sialan lo!"

Bima dan Anto ikut menghampiri Dimi di ujung kelas.

"Abel gimana, Dim? Udah baikan?", Anto bertanya.

Dimi diam, ketiga temannya memang sudah mengetahui bahwa Abel terkena cedera otak berat.

Bima memukul belakang kepala Anto dan memberikan tatapan "Lo apaan sih, bahlul?"

Bima membuka suara, "Lusa kita bertiga mau jenguk Abel juga ya, Dim."

Eka mendekati Dimi dan menepuk pundaknya memberi semangat,

"Semangat, Bro. Abel pasti bisa sehat lagi kaya dulu. Banyak berdoa."

Dimi tersenyum,

Selalu, jawabnya dalam hati.

----------

Akhirnya kelas hari ini selesai, Dimi memutuskan untuk cepat pulang karena tubuhnya sangat lelah.
Padahal ketiga temannya mengajak Dimi untuk bersenang-senang dengan tujuan agar Dimi tidak terus bersedih.

Handphone Dimi berdering,

Mom Vina calling...

"Dim, mom liat mama waktu tadi ke pasar."

Dimi terdiam.

"Mom mencoba memanggil mama tapi mama gak denger. Mama keburu pergi, mom gak sempat mengejar."

Dimi pun lebih memilih mematikan handphone-nya.

Dimi pulang dan segera beristirahat melupakan apa yang ia dengar tadi. Semua kesedihannya.

----------

19.00 PM

Dimi merasa mulutnya asin.

IMPRÉVUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang