Dimi tidak tahu harus mencari Abel kemana lagi.
Ia tidak percaya ketika suster mengatakan bahwa Abel sudah keluar dari rumah sakit tepat kemarin.
Pada saat Dimi menghampiri rumah Abel-pun, Bi Asih yang mengurus rumah Abel tidak tahu menahu soal Abel.
Handphone-nya tidak bisa dihubungi.
Dimana Abel?
Dimi terus menerus coba mencari keberadaan Abel, tetapi tidak ada satu-pun yang tahu dimana Abel.
Tiba-tiba Dimi teringat sesuatu.
Ia mengeluarkan ponselnya dan menempelkan ponselnya di telinga.
"Hallo," kata suara disebrang sana
"Lo dimana?"
"..."
"Lo dimana? Cepetan!"
"Gue di..."
"Dimana?!" Dimi setengah menyentak
"Gue di kampus, kenapa?"
"Gue kesana"
Lalu Dimi mematikan ponselnya dan segera berangkat lagi.
--------------------
Sementara di tempat yang lain terlihat Tami yang cemas.
"Gimana nih, Bel? Dimi mau ke kampus."
"Ya udah, gue cuma mau bilang, Tam. Tolong jangan kasih tau Dimi gue dimana, gue gak mau pikiran dia jadi kemana-mana dan dia jadi gak bisa fokus sama kuliahnya. Kalo pun bisa, gue mau lo bisa bahagiain Dimi sebagaimana gue bisa bahagiain dia. Bikin dia lupa sama gue."
Tami langsung menatap Abel.
"Bel, soal gue ngasih surprise, dan ga bilang dimana lo berada gue bisa bantu. Tapi soal gue bisa gantiin lo..."
Tami menggeleng-gelengkan kepalanya
"Sorry, gue gak bisa. Lo bercanda? Dimi sayang banget sama lo. Gue orang baru aja bisa liat dari matanya kalo dia cinta sama lo. Sorry, gue gak bisa. Gue bukan siapa-siapa dibandingkan elo. Gue kenal dia-pun bukan dengan waktu yang baik, tapi karna hal bodoh. Kenapa juga sih harus gue? Biar Dimi nyari sendiri pengganti lo."
Abel terdiam.
"Tam..."
"Do you believe in destiny? Gak ada yang tau apa yang akan terjadi, jalanin aja. Ya udah kalo lo emang gak bisa, gue mau lo jagain Dimi. Enggak harus sampe merhatiin dia makan 3 kali sehari apa engga, dari jauh gak apa-apa. Gue percaya sama lo, gak tau kenapa. Padahal baru kenal, mungkin cewe lain yang ada di posisi gue gak akan rela, tapi gue tau lo orang baik, Tam. Gue bisa liat itu", lanjut Abel sambil tersenyum.
Tami terdiam, ia masih tidak mengerti apa yang ada di pikiran Abel sehingga memilih dirinya untuk menjaga Dimi.
"Bel, Dimi punya banyak temen dan keluarga. Mereka bisa jagain Dimi. Gue enggak di butuhin karena percuma, dia gak akan dengerin orang lain selain lo."
"Trust me, it's not as it seems Tam."
Abel mengecek ponselnya dan kembali membuka suara,
"Udah ya, Tam. Gue udah harus ke bandara sekarang. Makasih banget udah bantuin gue. Lo juga buruan balik kampus, jangan bilang abis ketemu sama gue."
Lalu Abel berdiri dan memeluk Tami.
"Yaudah Tam, gue pergi dulu ya"
"Tunggu, Bel!"
"Ya?"
"Soal Ivana waktu di rumah sakit maksudnya apa? Lo belum jelasin siapa dia dan kenapa Dimi gak boleh sama dia."
Raut wajah Abel berubah tetapi kembali berseri 3 detik berikutnya.
"Pokoknya, dia bukan cewek baik-baik. Apa lagi buat Dimi. Jangan pernah lo biarin dia sama Dimi, Tam. Udah ya, bye!"
Abel berlari sambil melambaikan tangannya seolah tidak ingin memberi Tami ruang untuk bertanya lebih lanjut.
"Kenapa gue jadi ikut-ikutan gini sih?" tanya Tami kepada dirinya sendiri.
Lalu ia segera pergi menuju kampusnya.
10 menit kemudia Tami sampai, ia berharap bahwa Dimi belum sampai di kampusnya.
"Lo kemana aja?"
Tami mendongkak-kan kepalanya ke atas, ada Dimi disana.
"G...g..gue abis beli cilok"
Dimi mengerutkan dahinya,
"Emang di depan ada cilok?"
"Ah udahlah gak penting, sekarang gue mau tanya sama lo," Dimi melanjutkan.
"Abel kemana? Lo pasti tau kan? Kenapa dia bisa nitipin semua ini ke lo. Kasih tau gue sekarang Abel ada dimana."
"Gue gak tau, Dim. Abel cuma minta tolong untuk ngasihin kado ini ke lo, dia gak bilang apa-apa lagi ke gue."
"Lo pasti boong kan, gak mungkin Abel minta tolong ke orang baru kenal apa lagi orang macem lo kalo bukan terpaksa! Gue gak sebodoh itu ya! Kasih tau Abel dimana sekarang."
Plak!
Tami menampar pipi Dimi.
"Salah kalo gue nolongin Abel? Salah hah gue nolongin orang yang minta tolong sama gue? Mana gue tau kenapa Abel minta tolong ke gue, omongan lo jadi cowo gak bisa di jaga ya! Gue udah bilang gue gak tau, dan lo tetep maksa minta jawaban yang bahkan gue gak tau sama sekali. Apa untungnya sih gue ngeboong ke lo? Dapet duit aja engga! Gue. Gak. Tau. Abel. Dimana. Ngerti lo?" balas Tami dengan tekanan di setiap katanya.
Tanpa menunggu jawaban Dimi, Tami keluar kembali dan menyetop angkot dipinggir jalan.
Dimi diam.
Mungkin memang benar Tami tidak tahu dimana Abel berada
Tapi ia tidak akan menyerah.
Di sisi lain Tami yang berusaha meredam amarahnya di dalam angkutan umum tersebut menggerutu dalam hatinya.
Emangnya dia siapa berani-beraninya ngatain gue kaya gitu?!
Dasar cowo belangsak! Gak tau diri!
Nyesel gue nyesel ketemu orang kayak dia!
Dan segala gerutuan lainnya.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
LINE: You have a new Message (2)
Tami membuka aplikasi LINE tersebut, terlihat di kolom chats bahwa Dimi mengirimkan pesan ":)"
Pasti dia nyesel udah ngatain gue
Lalu Tami membuka chat tersebut
Dimitri Matteo: Lo pokoknya harus tanggung jawab, besok cari Abel sama gue. Pulang gue jemput langsung di kampus.
Dimitri Matteo: :)
Baru saja Tami mau memaki lelaki tersebut tiba-tiba muncul 1 pesan lagi.
Dimitri Matteo: Jangan harap gue minta maaf ke lo nyet.
Setan ni cowo!
"Yaudah sih dia juga gak bakal tau besok gue beres kampus jam berapa." kata Tami kepada dirinya sendiri.
Lalu ia memasukan ponselnya ke dalam tas.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...