Siang ini Tami, Erin, dan Anya telah berkumpul sedaritadi siang hingga malam, bermalas-malasan di dalam kost-an ini.
Dan Tami baru saja selesai bercerita bahwa ayah dari Ivana dan ibu dari Dimi memiliki hubungan yang tidak benar.
"Udah malem. Lo gak pulang?" tanya Erin kepada Anya.
"Aduh gue males. Minta jemput Adit kali ya?"
"Emang dia tau? Bukannya dia gak pernah jemput? Ribet loh jelasinnya," sahut Erin.
"Ah, katanya dia kelas 1 SD ranking 1, masa gak bisa nyari sih," jawab Anya sambil mencari kontak Adit di ponselnya untuk menelopon kekasihnya itu.
"Hallo?"
"Hallo, Ndoro."
"Adit kamu dimana?"
"Lagi di Erik, kenapa?"
"Mmm, jemput aku?"
"Dimana?"
"Kost-an Erin."
"Aduh aku masih belajar trick vape. Lagian biasa pulang sendiri kan?"
"Kamu lebih mentingin trick-trick gak jelas itu? Sehat enggak, penyakitan iya! Kan kalo aku mah bisa bikin kamu merasa disayangi. Ya udahlah kalo gak mau."
"Eeeh, ya udah iya. Jangan ngambek gitu. Dimana alamatnya?"
"Jalan Kencana nanti deket Warung Bu Imas ada Gang Kertajaya masuk kesitu aja, nanti keluar-keluar ke Terusan Kencana cari nomer 8 pagernya item."
"Ya udah, aku berangkat sekarang."
"Jangan lama."
"Iya."
"Awas kalo lama."
"Iya, bossku."
Lalu Anya menutup panggilan tersebut.
"Lo harus ngasih tau Dimi deh, Tam," kata Anya membahas kembali topik sebelumnya.
Tami memang tidak tahu jelas bagaimana ceritanya, Abel hanya memberitahu soal itu.
"Iya, kasian kali Dimi. Lagian si Dimi kok mau sih sama dia ya," sahut Erin dari ujung ruangan.
Soal Dimi dan Ivana memang menyebar begitu cepat karena Ivana dengan begitu bangga selayaknya membuat pengumuman bahwa ia berhasil bersama Dimi.
Tami membuang nafasnya lelah, "Enggak deh. Biar Dimi tau sendiri, waktu yang jawab. Gue yakin suatu hari Dimi tau."
"Tapi, Tam. Gue boleh nanya gak?" tanya Anya.
"Apaan? Mau nanya aja pake nanya dulu. Ribet amat lo," jawab Tami.
"Yeh sewot mulu sih nyet semenjak ditinggal Dimi."
"Apaan sih lo!" teriak Tami sambil melempar bantal ke arah Anya.
"Lo ada rasa gak sih sama Dimi?"
"Hah?"
"Lo suka gak sama si Dimi?" Anya mengulang pertanyaannya kembali.
Tami sempat terdiam, karena ia sendiri bingung.
"Ya nggaklah! Sinting ya lo," jawabnya ragu.
"Bohong dia," sahut Erin.
"Terus, kalo gak suka sama Dimi, kenapa lo gak mau ngasih kesempatan sih ke Nichol?
"Dia gak pantes."
"Kenapa?" tanya Erin.
"Kenapa? Lo berdua tau kenapa dan masih nanya kenapa? Gue mikir lo berdua semakin lama malah jadi bersikap seolah buta dan menatap Nichol bahwa dia cowok suci tanpa salah. Kenapa sih?"

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...