TRENTE

103 13 6
                                    

Malam ini Dimi hendak menyelesaikan tugasnya, yaitu membuat tugas tambahan dari dosennya karena nilainya yang menurun.

Kepalanya benar-benar penat, memikirkan semua keadaan ini, Dimi memutuskan untuk menyelesaikan tugasnya di luar rumah.

Ponselnya berbunyi

I is calling...

"Halo?"

"Dimana, yang? Makan yuk," kata suara di sebrang sana.

Dimi terdiam sebentar.

"Di rumah. Nggak bisa, Ivana. Aku capek banget. Nanti aja ya."

"Yah. Ya udah deh nggak apa-apa. Istirahat ya, sayang. Love you," kata Ivana dengan kecupan di akhir kalimatnya.

"Iya."

Lalu Dimi mematikan ponselnya.

Ia pun pergi menuju McDonald's terdekat karena sedang penasaran dengan es krim berwarna biru yang sedang hitz itu.

Walaupun seperti mayat hidup, otaknya juga masih berjalan.

Seusai ia memakan es krim, PaNaS Spesial, dan kentang goreng berukuran besarnya ia melanjutkan tugasnya.

Saat Dimi sedang fokus melanjutkan tugasnya, ia mendengar suara cempreng diujung ruangan sedang tertawa.

Seorang kekasih, membawa boneka monyet.

Dimi terkejut, yang membuatnya terkejut adalah baju wanita tersebut sangat mirip dengan baju Abel pada saat hari itu ia berhasil memenangkan boneka monyet yang diberi nama Udin.

"Every place I go, I think of you ya, Bel?" ujarnya kepada diri sendiri sambil menundukan kepalanya.

Ini sudah ke 5x nya Dimi keluar rumah dan selali teringat kenangan bersama Abel. Maka dari itu lah Dimi jarang keluar rumah.

Terlalu banyak dan terlalu sulit untuk dikenang.

Sekali kenangan tersebut terbuka, maka kenangan lain akan bermunculan tanpa bisa Dimi atur.

Ia berusaha memfokuskan diri dengan tugasnya, tetapi tidak bisa, Dimi menjadi kesal sendiri.

"Anjing!" umpatnya ketika salah menempatkan lem pada tugasnya tersebut, lalu ia mengacak rambutnya.

Tanpa sadar dari jauh seseorang tengah memperhatikannya.

Dimi mencoba memperbaikinya, tetapi gagal, dan akibat emosinya, tugas dari stik es krim yang telah ia buat dari seminggu kemarin hancur.

Emosinya begitu meluap, kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun, ia hendak menjungkir-balik meja ini sampai seseorang menghampirinya.

"Hey, hey. Udah. Kenapa sih lo? Sadar ini tempat umum, daritadi semua orang ngeliatin lo!" kata orang tersebut.

Dimi mendongkakan kepalanya melihat siapa wanita tersebut.

Tami.

"Ngapain lo disini?" tanyanya ketus.

"Loh kan ini tempat umum? Kecuali nama tempat ini McDimi's dan yang punya lo, lo mau ngusir gue juga nggak apa-apa."

Dimi terdiam.

"Gue capek. Lagi nggak mood buat berdebat," kata Dimi.

"Terutama sama lo," lanjutnya.

Bukannya pergi, Tami malah duduk di sebelahnya.

Lalu mengambil tugas Dimi yang sudah hancur dan mengerjakannya.

"Ngapain lo?" tanya Dimi.

"..."

"Jangan pegang-pegang tugas gue!" katanya kasar hendak mengambil tugasnya.

"Gue mau bantuin. Tahu diri dikit, bisa? Nggak usah teriak-teriak. Nirmana kan? Dengan ruang ditengahnya?"

"Lo nggak bakal bisa," jawab Dimi.

Tami tersenyum, "Let's see."

Lali Tami mulai mengerjakannya.

20 menit, Dimi masih diam mematung. Walau ia terkejut melihat Tami dengan mudahnya mengerjakan tugasnya.

Tami meluruskan tangannya dan memutarkan kepalanya karena ia mulai pegal menyusun semua stik es krim ini.

Dimi terus menatapnya, hingga Tami menatapnya kembali.

Dengan secepat mungkin Dimi memalingkan wajahnya.

Lalu Tami mengangkat kedua bahunya tanda tidak peduli dan melanjutkannya kembali.

Tami sadar, ia sadar sedaritadi Dimi memperhatikannya.

Lalu dengan masih menatap susunan stik es krim ini,

Tami berkata, "Jadi lo mau bantuin nyelesain tugas lo ini atau cuma diem ngeliatin gue dari situ sampe mata lo buta?"

Dimi mendengus, lalu menarik tumpukan stik es krim tersebut.

"Nggak butuh bantuan lo. Gue bisa kerjain sendiri," ujar Dimi.

Tami tersenyum lalu mendekat ke wajah Dimi, "Percaya nggak? Lo ngerjain sendiri nggak bakal beres-beres."

"Berisik," jawabnya.

Lalu Dimi kembali mengerjakannya, Tami memperhatikannya. Sesekali Tami berjalan ke arah kasir dan memesan sesuatu untuk di makan.

"Udah  tiga setengah jam disini, gue udah ngabisin dua Cheese Burger, tiga Fish McBites, juga satu kentang reguler, dan dengan sekali tegukan soft drink ini bakal abis juga. Mau sampe jam berapa disini? Batu banget di bantuin nggak mau," kata Tami tiba-tiba.

Dimi memang sudah tidak fokus, ia sangat mengantuk, kepalanya berat sekali.

Ini sudah hampir pukul 2 dini hari, Dimi ingin sekali menolak dan membalas perkataan Tami, tetapi ia malas berdebat dengan wanita itu.

Akhirnya Tami pun kembali duduk di sebelah Dimi dan berusaha menyusun semua stik es krim tersebut.

Dimi membiarkan kepalanya berada di atas meja, ia begitu lelah dan ingin segera terlelap.

Lalu ia berpaling ke arah kiri dan melihat Tami disana, rambutnya dikuncir satu berantakan, wajah seriusnya begitu menggemaskan, matanya membulat memperhatikan setiap stik es krim yang ia susun, jerawat besar menjadi yang berada di hidung Tami, juga kantung dibawah matanya, Tami pernah berkata mereka punya nama yaitu Gucci dan Prada, dan dibalas hujanan air liur oleh Dimi.

Dimi tersenyum mengingatnya, tetapi dengan cepat ia melupakannya.

Lalu secara tiba-tiba Dimi menegakan tubuhnya dan menarik wajah Tami agar dapat bertatapan dengannya.

Tami begitu terkejut, matanya membesar.

Dimi mendekatkan wajahnya, Tami begitu gugup, biasanya ia akan mendorong, tetapi ia diam dengan posisinya sekarang dan menutup matanya perlahan karena takut.

"Aw!" ujar Tami lalu membuka matanya.

"Gue gemes liat jerawat lo," balas Dimi.

Mulut Tami menganga membentuk huruf O, hidungnya perih karena jerawat tersebut.

Lalu ia memukul punggung Dimi dengan keras, "Sakit!"

Dimi tertawa, tawa yang sudah lama tidak pernah ia tunjukan di depan Tami.

Tetapi detik berikutnya tawa tersebut sirna, berganti Dimi yang sekarang.

Yang membenci dirinya.

IMPRÉVUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang