Ini sudah hari ketiga Dimi enggan makan.
Ia seperti mayat hidup.
Eka, Bima, dan Anto berusaha membujuknya dan juga tidak berhasil.
Apa lagi Tami?
Mom Vina sampai menyusul tetapi hal itu tidak merubah keadaan apapun.
Sehari sesudah pemakaman Abel, Tami memberikan CD yang dititipkan oleh Abel untuk Dimi.
Tetapi Dimi tidak sanggup melihatnya, entah apa isinya tetapi itu akan memperburuk semuanya.
Dimi takut semakin tidak bisa menerima semua keadaan ini, bahwa Abel telah pergi.
Tidak pernah terlintas dalam benaknya Abel akan pergi. Untuk selamanya.
Setiap hari Dimi mengunjungi pemakaman Abel, berjam-jam. Bercerita disana.
Ivana mengunjunginya setiap hari.
"Sayang, kamu gak bisa dong terus-terusan kayak gini. Kamu harus belajar untuk menerima keadaan. Kalau kamu terus-terusan terjebak dalam masa lalu, masa depan kamu gimana? Menangisi Abel setiap hari tidak akan merubah apapun, kamu malah buat Abel jadi gak tenang disana. Mommy tau ini berat buat kamu, mommy juga sangat tahu kamu begitu mencintainya. Waktu memang jawabannya, tetapi waktu tidak akan berhenti untuk menunggu kamu."
"Gak bisa, mom. Mom Vina tau aku udah kehilangan..." Dimi tidak melanjutkan percakapannya.
"Ah udahlah," lanjutnya mengakhiri.
"Ya, I know. Abel yang bisa membuat semangat kamu kembali," jawab Mom Vina.
"Abel adalah tujuan Dimi. Sekarang? Buat apa? Kalau bisa nyusul, Dimi mau."
"Nggak perlu kayak gitu," tegur Mom Vina.
"Abel sama sekali gak memberikan maksud dari semua ini. Dia nggak menjelaskan kenapa semua ini terjadi? Dan kenapa Tami harus ikut di dalamnya? Itu masih tanda tanya buat aku, Mom."
Mom Vina tersenyum, "She will."
"How?"
"Apapun. Just wait."
"I hope so," jawab Dimi tersenyum masam.
--------------------
Ivana selalu ada disana.
Setiap waktu.
Memeluk Dimi, berusaha menggantikan posisi Abel.
Berusaha merebut hati Dimi.
Termasuk meracuni Dimi dengan menyalahkan Tami sebagai penyebab semua ini.
Dan Ivana-pun sangat merasa menang karena tanpa bersusah payah ia berhasil menyingkirkan Tami.
Aman, pikirnya.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari.
Dan waktu tidak akan menunggu.
Sampai Dimi berpikir ia tidak bisa seperti ini terus.
Kini ia berada di sebuah cafe bersama Ivana, berdiri menikmati angin malam dengan cahaya remang-remang yang romantis, menikmati suasana Jakarta malam hari.
"Dim," panggil Ivana.
"Hmm."
"Kita udah 3 bulan kayak gini."
"Terus?" tanya Dimi menatap Ivana.
Ivana merubah posisi tubuhnya menghadap Dimi.
"Aku gak tau kamu punya perasaan sama apa enggak. Tapi aku udah nggak bisa nahan, kalo aku sayang sama kamu."
Dimi terdiam menunggu Ivana melanjutkan.
"Sebenarnya udah dari dulu. Tapi ternyata kamu milih Abel. Ya udah aku gak apa-apa. Aku sekarang siap, selalu ada di sisi kamu."
"..."
"Jadi gimana, Dim? Gimana perasaan kamu?" tanya Ivana.
"..."
"Dim?"
Dimi terdiam, terlihat berpikir.
Ia harus bisa melupakan Abel, bagaimanapun caranya. Hal ini hanya membuat kehidupannya semakin buruk dan larut dalam kesedihan.
Benar kata Mom Vina, waktu tidak akan menunggu.
"Gue juga sayang sama lo, Iv."
Lalu tanpa persetujuan Dimi, Ivana memeluknya dengan erat.
Ivana sangat bahagia malam itu, senyumnya tidak pernah pudar.
Ia telah berhasil memiliki Dimi.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...