Tami bertanya-tanya apa maksud dari perkataan Abel tadi sebelum ia pergi.
Ia tidak mengerti, bahkan ia tidak tahu siapa Ivana.
Tami menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia menatap kotak hadiah yang dititipkan Abel untuk Dimi.
Kenapa Abel harus ngerahasiain ini dari Dimi sih?
Tami-pun merasa lelah dan memejamkan matanya.
Lalu teringat sesuatu dan segera membuka matanya.
"Pak, kalo ke toko The Cakey yang deket sini sebentar dulu bisa gak?"
"Yang deket stopan itu, neng?"
"Iya, pak."
"Siap, neng."
Sesampainya disana, Tami segera turun dari mobil.
"Sebentar ya, pak"
Tami memasuki toko kue tersebut, dan melihat beberapa pengunjung yang sedang memilih kue.
"Selamat Malam. Ada yang bisa dibantu?"
"Mau pesen birthday tart, mbak."
"Kuenya mau apa, kak?"
"Red Velvet tapi cheese-nya diganti coklat bisa kan, mbak?"
"Bisa, kak. Tulisannya?"
"Happy Birthday, Dimitri."
"Untuk lilinnya angka berapa, kak?
Lah umur berapa lagi si kucrut
"Nggg... Kalo lilinnya yang biasa bisa, mbak?"
"Bisa."
Pelayan toko kue tersebut terlihat menghitung total dari pesanan Tami.
"Jadi 350 ribu rupiah ya, kak. Bisa diambil 3 hari lagi dari sekarang."
Tami yang hendak mengeluarkan uang, langsung kaget.
"Untuk besok gak bisa, mbak?"
"Maaf, gak bisa kakak. Karena ini kuenya kan request cream cheese nya diganti sama cream chocolate. Kalo yang Red Velvet biasa bisa kak diambil sekarang juga."
"Aduh, ulangtahunnya besok mbak. Saya bayar lebih deh, gimana?"
"Maaf, kak. Gak bisa."
Tami terlihat bingung.
Ia hendak berbalik dan pulang saja.
Tetapi ia membalikan tubuhnya kembali dan bertanya,
"Kalo minta resepnya. Boleh gak, mbak?"
--------------------
Ketika Erin sedang asyik menonton serial drama Korea kesukaannya, Tami masuk membawa plastik besar.
Erin memperhatikan Tami sambil mengunyak keripik kentang-nya.
"Lo bawa apaan dah?"
"Bawel. Bangun lo cepetan, bantuin gue."
"Hah? Apaan sih? Gua lagi nonton juga"
Tami menghembuskan nafasnya, lalu menarik tangan Erin agar mau berdiri.
"Ih! Mau ngapain sih?"
"Bantuin."
"Iya apaan?"
Tami terlihat berpikir sebentar.
"Bikin kue," jawabnya.
"Hah apaan? Gue yang budek apa gimana sih? Gak salah lo?"
Lalu Erin tertawa sekencang mungkin
"Ogah," Erin bersuara lagi.
"Rin, please lah. Jahat amat sih lo sama gue. Lo kan pernah private les di Nyonya Liem."
"Ya elo kesambet apaan tiba-tiba mau bikin kue sih?"
"Buat Dimi."
Salah satu alis Erin terlihat terangkat
"Timi?"
"Iye. Udah ah, kalo gak mau bantu ya udah dah."
Tami segera berdiri menuju dapur
"Eh, Timi siapa dulu?"
"Gak usah banyak tanya kalo gak mau bantu."
"Kampret lo. Yaudah cepetan!"
Tami tersenyum dan tertawa dalam hatinya.
Emang dasar nih kutil bangkong digituin aja baru mau
--------------------
Akhirnya tepat pada pukul 01.00 subuh kue tersebut selesai dibuat.
Red Velvet coklat bertuliskan "Happy Birthday Timi"
Erin yang sok tau asal menulis nama sang lelaki yang berulang tahun.
Tami sempat memaki Erin karena hal tersebut.
"Tenang. Gue kan waktu kecil rajin minum susu Zee jadi gue punya 1001 akal."
Akhirnya dari huruf T tersebut ditarik garis melengkung di bagian kanan sehingga terlihat seperti huruf D.
"Dah. Sekarang lo ceritain siapa Dimi."
"Aduh capek gue ah besok gue kelas pagi, Rin."
"Eh setan. Gue udah bela-belain ya bantuin lo bikin kue sampe jam segini demi tau siapa Dimi."
Tami merengut kesal, ia tahu bahwa Erin tidak akan berhenti mengganggunya sampai ia bercerita.
Dengan terpaksa Tami menceritakan semuanya dari awal ia bertemu dengan Dimi sampai mengapa ia harus membuat kue Red Velvet coklat ini.
"Loh? Kok aneh banget sih ceweknya? Kenapa gak mau cowonya tau sih?"
"Ya mana gue tau sih, Rin. Tadinya gue gak mau bantu, tapi keliatan kalo cewenya orang baik. Dia mohon-mohon ke gua, ga ngerti juga kenapa. Gue jadi ga tega."
"Terus nanti kalo cowonya nanya ke lo gimana?"
Tami menghembuskan tubuhnya dan berdecak
"Gue juga gak tau harus ngomong apa. Gue gak tau respon dia apa, karna keliatan banget dia sayang sama Abel."
"Ya lo aja deh, Tam. Punya cowok yang lo sayang banget tiba-tiba pergi gak ada kabar gimana perasaannya."
Tami terdiam, seharusnya ia sudah mengetahui resiko ini dari awal.
"Yaudahlah, Rin. Gak pernah ada orang yang salah buat nolong orang. Gue tidur ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...