Mulmed: Dimi nemenin Eka nonton Raisa di konser Pond's
Enjoy!
--------------------
Setitik air mata jatuh ke pipi Tami.
Tami menangis, ia mendorong Dimi sekeras mungkin hingga Dimi kehilangan keseimbangannya.
Ia menghapus bibirnya dengan kasar, seolah tidak ingin bekas bibir Dimi tersisa disana.
"Brengsek!" teriaknya kepada Dimi.
Lalu ia keluar dari kamar Dimi dengan cepat.
Tami menangis, mengingat kejadian tadi.
Meningatkan masa lalunya yang kelam.
Dimi tidak tahu apa yang terjadi, ia hendak mengejar, tetapi matanya susah terbuka dan kepalanya sangat pusing.
--------------------
Dimi mengerjapkan matanya berkali-kali, kepalanya terasa sakit bak tertimpa sesuatu yang sangat keras.
Tenggorokannya terasa kering bagai musim kemarau. Unch.
Pengelihatannya terlihat buram, tiba-tiba sesuatu dari perutnya seperti bergejolak memaksa untuk keluar.
Dimi segera berdiri menuju wc di kamarnya dengan ling-lung dan memuntahkan segala sisa yang terdapat di perutnya.
Ternyata muntahannya hanya air, yang terasa pahit.
Ia terduduk, badannya terasa sakit dan lemas.
Lalu secara perlahan-lahan ia berjalan keluar dari wc.
"Mom," panggilnya.
Tidak ada yang menyahut.
"Mom," ia mencoba sekali lagi
Ia terlalu lemah untuk berjalan karena kepalanya pusing sekali.
Brak!
Pintu kamarnya terbuka dengan keras.
"Dimi," panggilnya
"Kemarin katanya kamu mabok? Sini aku bantu tiduran lagi"
Dimi melihat ke arah suara tersebut, terdapat Ivana disana.
"Ngapain kamu disini?"
"Ya, aku khawatir aja. Kemarin-kemarin kamu nyari Abel terus sampe subuh dan lupa makan. Aku temenin kamu nggak mau."
Dimi mengangguk, ia kembali teringat soal Abel.
Ivana membantunya menuju ranjangnya.
"Kamu mau makan apa?"
Dimi menggelengkan kepalanya.
"Isi perut dulu. Kan abis muntah, nanti makin lemea aku bikinin susu ya, bentar."
Ivana beranjak dari tempatnya menuju dapur untuk membuat susu.
Dimi masih tidak bergeming di atas tempat tidurnya, ia pikir Mom Vina masih tidur karena tidak muncul daritadi.
Ivana kembali masuk sambil membawa nampan berisi susu dan roti.
"Nih sekalian aku bikinin roti. Sarapan dulu ya."
Dimi segera meminum susu yang dibuat oleh Ivana karena rasa haus yag tidak bisa tertahan lagi.
Tetapi, bukannya menjadi lebih baik, Dimi merasa isi perutnya bergejolak naik ingin keluar.
Kali ini, Dimi muntah lebih banyak daripada tadi, beserta dengan sisa-sisa makanan kemarin, bahkan sampai keluar dari hidungnya.
Ivana terus memijit belakang leher Dimi, sebenarnya ia tidak mengerti untuk apa. Tetapi, ibunya selalu melakukannya dari kecil ketika ia mual.
Ivana kembali ke dapur untuk membawakan air putih untuk Dimi.
Ketika mereka keluar dari wc, terdapat seseorang disana.
"Udah muntah berapa kali?"
"Siapa lo?" Ivana yang menjawab.
"Udah muntah berapa kali? Gue nanya duluan."
"Ya emang apa urusannya sama lo hah?" jawab Ivana
Tami memperhatikan Ivana yang membantu Dimi tiduran.
Lalu matanya menyipit melihat disana terdapat segelas susu yang isinya tinggal setengah.
Ia melipat tangannya di depan dada,
"Pantesan aja muntah. Orang dikasih susu."
Ivana mendelik sinis ke arah Tami, ia tidak tahu siapa wanita ini dan kenapa ia bisa masuk ke dalam rumah Dimi.
"Orang abis mabok tuh dikasihnya air kelapa, kalo susu ya sama aja boong makin keluar semua isi perut lo."
Dimi diam tidak menjawab karena ia terlalu pusing.
Lalu Tami menyodorkan kantung putih dengan sedotan yang muncul dari lubangnya.
"Nih air kelapa, tadi gue juga nyetok di kulkas. Ada air jeruk murni juga, itu bisa bikin pusingnya berkurang tapi harus anget-anget diminumnya."
Ivana yang mendengarnya tertawa dengan sarkastik,
"Beda ya. Cewek yang suka mabok-mabokan tuh tau tentang kayak gitu."
Tami menyerengitkan dahinya.
"Gue gak ngomong sama lo. Lagian gue kesini karena diminta tolong sama Mom Vina."
Lalu Tami menatap Dimi, "Tadi Mom Vina titip pesen ke gue, suruh urusin lo yang lemah ini. Mom Vina udah pulang tadi pagi, lo di bangunin gak mau bangun. Ya udah, dia jadi naik taxi. Anak durhaka lo."
"Ya udah deh kalo gitu, udah ada dia kan yang ngurus lo", Tami menunjuk Ivana.
"Kalo gitu gue balik dulu," lanjutnya lagi.
Lalu ia menyimpan kantong berisi air kelapa tersebut di meja kecil sebelah Dimi dan keluar.
"Bentar ya, Dim."
Ivana tersenyum dan setengah berlari mengikuti Tami.
Tami hendak membuka pintu ketika suara tersebut terdengar.
"Lo apaan sih? Cari perhatian banget ke Dimi. You are so ew."
Tami membalikan tubuhnya,
"Hah? Gak salah? Hellooo, ngapain juga gue cari perhatian ke dia? Lo belajar bahasa Indonesia gak sih? Atau lo belum korek kuping? Kurang jelas gue bilang kalo gue diminta tolong sama mamanya dia?"
"Ya lo ngapain juga dateng? Kan lo udah liat gue, gue juga bisa ngurusin Dimi."
"Ya mana gue tau lo siapa. Lagian kan gue juga udah mau pulang. Ribet lo. Sono ambil tuh si Dimi."
"Jangan kurang ajar lo ya ke gue kalo gak mau hidup lo ancur."
"Hidup lo yang bakalan ancur kalo Dimi tau siapa anak dari Om Farhan."
Ivana diam, tubuhnya bagai ditusuk pedang bambu saat kemerdekaan.
Ia sangat terkejut.
'Darimana dia tau?' tanya Ivana dalam hatinya.
"Dah ah. Lo urusin tuh pa nge ran lo." Tami menekankan kata-katanya tersebut.
Dan sebelum ia benar-benar meninggalkan rumah Dimi,
Ia mengucapkan kalimat yang berhasil membuat Ivana sangat kesal.
"Jangan lupa korek kuping. Masa Incess yang bermimpi jadi Belle tai kupingnya banyak," tawa Tami sangat keras menunjukan bahwa ia sangat puas melihat ekspresi anak manja seperti Ivana.
2 keputusan yang dibuat oleh Ivana setelah Tami pergi.
1. Mencari tau dia siapa
Dan
2. Menyingkirkannya.
P.s: incess itu Princess ya.
Belle: Princess Disney dari Beauty & The Beast.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...