"Hahaha!" terdengar suara kencang Eka dari luar ketika Dimi hendak memasuki kelasnya.
"Gila nih cewe nyalinya gede banget!" ucap Anto melanjutkan.
Eka, Anto, dan Bima terlihat sedang berkumpul dan mata mereka tertuju kepada ponsel Eka yang sedang menayangkan video.
Dimi masuk dan meng-gebrak meja.
"Woy! Nonton bokep ya lo pada?!"
"Eh mikir, Dim. Kalo nonton bokep sekarang muka si Anto pasti udah muka nafsu-nafsu pedofil, bukan cengengesan gini," ucap Eka kepada Dimi sambil tertawa.
Anto-pun mendorong kepala Eka setelah mendengar ucapan hinaan Eka.
"Sialan lo."
"Lagian, serius amat."
"Ini tadi ada yang ribut di tempat nongks biasa, si Eka kan tadi kelas pagi. Lo liat dah, si Princess Ivana dibanjur depan banyak orang kebayang ga sih lo?!" Lalu Anto kembali tertawa.
"Lo kenal, Dim? Katanya sebelom mereka ribut, bawa-bawa nama lo," lanjut Bima bertanya kepada Dimi.
Dimi segera merebut ponsel Eka dan melihat video tersebut.
Tami?
Lalu dengan cepat ia berbalik badan dan keluar meninggalkan kelas.
"Eh mau kemane lo Dim, bentar lagi Pak Inyong masuk. Lo mau dipegang-pegang dia karena telat? Gue sih ogah," kata Eka merinding membayangkan dosennya yang senang bersentuhan dengan para mahasiswa terutama yang berbadan berisi dan berotot besar tersebut.
"Gue ada urusan."
Anto melihat kepergian Dimi dan menatap kedua sahabatnya.
"Temen lo pada. Makin hari makin aneh."
"Akhirnya ya, gue punya teman," ucap Eka sambil melayangkan tangannya tanda bersyukur.
"Bukan aneh kayak lo, lo mah idiot, tingkahnya gak jelas, otaknya gak ada, kalo ngomong kayak kumur-kumur."
"Tai," jawab Eka atas pernyataan Anto yang ada benarnya juga.
"Aneh. Tami bisa banget ya jungkir-balikkin dunia Dimi," tiba-tiba Bima bersuara.
Dan 5 detik berikutnya sang dosen pun masuk ke dalam kelas, seolah waktu enggan memberikan Eka dan Anto penjelasan dari kalimat yang keluar dari mulut Bima.
--------------------
Dimi menempelkan ponselnya ke telinganya, menunggu tanda penghubung berbunyi 3x sampai sang penjawab menjawab teleponnya.
"Keluar. Gue di depan."
Tidak lama, seseorang mengetuk kaca mobilnya, Dimi-pun membukanya.
"Masuk," perintahnya.
Tami-pun masuk ke dalam mobilnya.
"Lo nyari gue?" tanya Dimi kepada Tami.
"Iya, dan lo ga dateng-dateng."
"Gue hari ini kelas siang."
Tami menatap Dimi bingung.
Kurang ajar, Ivana udah nge-boongin gue.
"Kenapa lo nyari gue?"
"Tau darimana lo soal Nichol?"
Dimi terlihat sedikit terkejut mengenai pertanyaan yang diajukan oleh Tami.
"Gue sempet denger dari Erin," jawabnya terbata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lo boong," ucap Tami. Tatapannya tidak berubah.
"Lo sadar kan waktu hari dimana lo mabok?"
"..."
"Kenapa lo cium gue?"
"..."
"Brengsek," kata Tami dan segera keluar tanpa meminta ataupun menunggu penjelasan dari Dimi.
Dimi terdiam, ia memang sadar malam itu, ia sangat merindukan Abel dan tidak dapat menahannya, bagaimana Tami memandang Dimi dengan bagaimana Abel memandang Dimi nyaris sama, dan hal itu lah yang membuat Dimi tidak bisa menahan rindunya.
Tatapan mata itu, mata tidak pernah berbohong.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Fiksi Remaja"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...