Tami terdiam sisi ranjangnya. Memikirkan hal yang terjadi seminggu yang lalu.
Dimi menceritakan masa lalunya dan memintanya menjauh disaat yang sama.
"Tam, gue mau ke Alfa. Lo jadi nitip nggak?"
"..."
"Tam," panggil Erin sekali lagi.
"..."
Akhirnya Erin memutuskan untuk melemparnya dengan sendal.
Lebih baik dibandingkan melempar kucing bukan?
"Apaan sih Rin?"
"Lo gue panggil daritadi nggak nyaut. Budeg apa belom korek kuping?"
Tami membalas perkataan Erin dengan memutar bola matanya malas.
"Dimi?"
Tami terdiam, lalu menggeleng pelan.
Erin membuang nafasnya lelah, "Dimi udah tahu soal siapa Ivana?"
Tami mengangkat bahunya lalu menjawab, "Melihat dari sampai sekarang mereka masih bersama. Sepertinya enggak."
"Ya lo kasih tau lah," usul Erin.
"Nggak lah. Gue males banget berurusan sama si nenek lampir. Biar aja dia tahu sendiri."
"Terus yang lo pikirin apaan?"
"Hanya masih ngga ngerti sampai sekarang apa maksud Dimi. Apa gue harus beneran pergi kayak yang dia minta, Rin?"
Erin mengangkat bahunya acuh, "Yang ngerasain lo. Dan yang tau jawabannya juga cuman hati lo," jawabnya sambil pergi berlalu dari hadapan Tami.
--------------------
"Dim, hari ini mau pada ngumpul. Ikut? Udah lama juga kan?" tanya Bima kepada Dimi seusai dosen terakhir hari itu keluar.
"Dimana?"
"Biasa," jawab Dimi.
"Bol-"
"Dimi, hari ini kamu jadi nganterin aku cari dress kan?" secara tiba-tiba Ivana menghampiri Dimi dan menariknya menjauh dari Bima.
Dimi terlihat pasrah sambil menatap Bima seolah ia berkata "Sorry, Bim." dari sorotan matanya.
--------------------
Hari ini Dimi menjadi supir pribadi Ivana kembali, hari ini adalah hari yang besar karena ayahnya naik jabatan.
Anehnya, Ivana sama sekali tidak bertanya apakah Dimi akan datang atau tidak disaat biasanya ia selalu memaksa Dimi pergi kemanapun ia pergi.
"Dim bagus nggak?" tanya Ivana setelah mencoba baju yang ia pilih di fitting room.
Gaun tersebut berwarna hitam yang membentuk tubuh Ivana dengan ketat serta model yang memperlihatkan payudara siapapun yang menggunakannya akan tergoda.
Dimi yang sedang memainkan ponselnya menatap Ivana lalu menjawab, "Bagus."
"Cantik nggak?"
"Iya."
Ivana tersenyum, "Kamu nggak mau foto aku?"
Dimi mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti.
"Foto aku dong," pinta Ivana.
Lalu Dimi pun menuruti permintaan Ivana.
Setelah membeli dan mereka menuju jalan pulang, Ivana merebut ponsel Dimi.
"Ngapain?" tanya Dimi.
"Mau lihat foto aku tadi," jawab Ivana. Sesekali ia tertawa geli sambil menatap ponsel Dimi.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...