Tami mengejar Dimi yang semakin menjauh.
"Dim!" panggilnya.
Tidak, Dimi tidak boleh terlihat lemah lagi.
Ia terus berjalan tidak membiarkan wanita itu menyusulnya.
Dimi sangat sedih.
Ibunya, seharusnya dapat menjadi semangat-nya, kekuatannya untuk dapat berdiri kokoh kembali.
Tetapi kenyataannya, ibunya lah yang menghancurkan kembali tembok yang telah ia bangun.
Ia rindu, rindu ayahnya, ia rindu adiknya, ia rindu Abel.
Mengapa orang yang selalu ada untuknya selalu meninggalkannya?
Entah sudah berapa kali Dimi bertanya kepada Tuhan mengenai ini.
Ia pun terjatuh, kembali.
Tetapi sepasang tangan menahan tubuhnya yang tidak berdaya tersebut.
"Dim," panggil wanita itu.
"Kenapa selalu lo yang datang ketika gue nggak mengharapkan lo yang akan datang?" tanya Dimi dengan bisikannya.
Tami dapat merasakan perasaan lelaki di dekapannya dengan hanya mendengar ucapan lelaki tersebut.
Ia hancur, lebih hancur dari sebelumnya.
"Tam, gue harus gimana lagi sih?"
"..."
"Apa salah gue sampai mama gue sendiri lebih memilih orang lain daripada anaknya? Padahal gue bisa, gue bisa menghidupi mama, belanjain mama. Gue masih bisa, tapi kenapa?"
Gue nggak tahu, Dim...
"..."
"Gue capek. Lo mau tahu kenapa selama ini gue nggak pernah mau pake uang kiriman dia ataupun tante gue? Karena gue mau buktiin, kalau gue juga bisa menafkahi diri gue sendiri bahkan mama gue," ujar Dimi dengan isakannya.
"Gue jatuh berapa kali sampai bisa kayak sekarang. Dan mama nggak pernah ada untuk mendampingi gue, memberi semangat, bahkan untuk menanyakan kabar gue sekali pun setelah gue pergi."
Isakannya semakin kuat, dan itu berhasil membuat hati Tami bergetar.
Ia berusaha menggapai tubuh Dimi dengan lengan kecilnya.
Memeluknya perlahan membuat lelaki tersebut merasakan sedikit kehangatan.
"Gue nggak tahu kenapa, tapi yang harus lo tahu. Gue ada disini. Untuk membuat lo berdiri lagi."
Dimi diam tidak menjawab.
"When you try your best but you don't succeed..."
"When you get what you want, but not what you need..."
"When you feel so tired but you can't sleep... Stuck in reverse..."
Dimi masih merasa nyaman berada di dalam pelukan Tami.
Tami mulai merasakan bahunya basah karena Dimi.
Ia tahu Dimi adalah orang yang sangat kuat, dan Tami mengerti mengapa Dimi menjadi seperti ini.
Karena Dimi sedang berada pada titik rendah kesulitannya.
"And the tears come streaming down your face..."
Tami menatap Dimi yang menunduk di dalam dekapannya lalu mengelus pelan kepalanya.
"When you lose something you can't replace..."
Abel...
"When you love someone but it goes to waste..."
Mama...
Sekali lagi, hati Dimi sangat sakit. Ia dapat merasakannya di dalam sana.
"Could it be worse?" lanjut Tami bernyanyi dengan alunan lembut.
"Lights will guide you home, and ignite your bones..."
Tami mencium puncak kepala Dimi dan menghirup nafasnya dalam-dalam sebelum menyelesaikan bait terakhir lagu tersebut.
"And I will try..."
"To fix you."
Lalu malam itu, dihabiskan oleh kedua insan yang saling berdekapan ditengah dinginnya malam.
"Dim, what can I do for you?" tanya Tami pelan.
"Just hold me," jawabnya.
Keheningan terjadi diantara mereka, Tami masih setia mendekap Timi di dalam tubuh kecilnya.
"I'm sorry, Tam. Semua ini, nggak akan terjadi kalo gue dengerin lo. Maafin gue," ucap Dimi menatap Tami.
"It's okay," jawab Tami dengan senyuman di wajahnya.
Tami menunggu jawaban Dimi, tetapi lelaki itu hanya diam.
"Ya udah, lo pulang sama Bima terus istirahat ya. Gue pulang kasian Erin sendirian, bye Dim." Tami pergi menjauh dari Dimi.
"Tam," panggil Dimi membuat langkah Tami berhenti.
Tami menunggu, apa yang akan Dimi katakan.
"Abel udah melakukan tugasnya. Gue mau lo yang menyelesaikannya," ujar Dimi tenang dan tanpa ia ketahui itu dapat membuat jantung Tami berdetak 20x lebih cepat.
"Fix me."
Tami membalikan tubuhnya, ia memberikan tatapan bingung.
Tidak tahu apa yang lelaki itu bicarakan karena beberapa jam lalu ia masih membenci Tami.
"Kok bengong?" tanya Dimi, lalu ia membuka tangannya lebar.
Tami tersenyum dan berlari ke arah lelaki tersebut.
Di dalam dekapan Dimi, ia tersenyum dan berusaha menghirup banyak wangi Dimi-nya sekarang.
Dimi-nya.
Akhirnya, ucapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPRÉVU
Teen Fiction"Was it hard?" I ask. "Letting go?" I nodded. "Not as hard as holding on to something that wasn't real." --- Pertemuan dan waktu? Siapa yang tahu? Mereka semua dipertemukan dan disatukan sehingga menjadi takdir. Dengan waktu yang salah maupun benar...