DIX-HUIT

70 15 3
                                    

Pagi-pagi sekali Tami sudah berada di depan kampus Dimi.

Memperhatikan siapa-pun yang keluar masuk Universitas Satu Bangsa mencari Dimi.

Lalu ia melihat Ivana bersama gerombolan teman-nya.

Tami berjalan menghampiri Ivana dengan langkah cepat.

"Woy," Tami memegang pundaknya.

Ivana menengok dan terlihat kaget tapi sedetik berikutnya ia terlihat biasa lagi.

"Apaan lo pegang-pegang?" jawab Ivana sambil membersihkan bekas sentuhan Tami seolah ia sangat jijik.

Tami menangkat sebelah alisnya, "Paan sih lo drama queen."

Ivana melotot seolah matanya akan keluar, "Ngomong apa lo?!"

"Lo gak usah lebay bisa gak sih? Gue bahkan belum ngomong alesan gue manggil lo dan elo bertingkah seolah gue musuh bebuyutan lo padahal kita aja baru sekali ketemu? Norak tau ga lo?"

Lalu Tami pergi meninggalkan Ivana yang tercenang disana.

"Lo mau cari Dimi?" teriak Ivana.

Tami berhenti dan membalikan badannya.

"Dimana?"

"Dia biasa nongkrong nunggu kelas bareng temen-temennya di belakang. Gue anterin."

Tami diam beberapa detik lalu berbalik mengikuti Ivana dimana tempat tersebut berada.

"Siapa, Na?"

"Iya, dia nyari Dimi dan lo kasih? It makes no sense untuk seorang Ivana."

"Sssstt," kata Ivana kepada teman-temannya yang mulai menghujaninnya banyak pertanyaan.

"Udah. Don't worry. Lo temenan sama gue, masih gak kenal gue? Siapapun cewe yang bakal ganggu Dimi, gue gak akan segen buat nyingkirin dia. Lagian? Cewe kayak dia? Really? Dimi buta kali sampe milih dia," Ivana menjawab teman-temannya dengan sinis dan tersenyum manis ketika Tami sudah sampai di depan mereka.

Lalu mereka semua berjalan menuju kedai kampus yang selalu menjadi tempat nongkrong anak-anak yang kurang kerjaan maupun menunggu dosen.

Tami melihat tidak ada Dimi disana.

"Tungguin dulu aja. Biasanya 10 menit lagi dia sama temennya pada dateng. Pesen minum dulu aja."

Tami melihat buku menu, lalu ketika ia hendak memesan, Ivana segera melarangnya.

"Lo mau apa? Gue pesenin sekalian harus kesana."

"Oh, ya udah gue kesana aja."

"Gak usah gue aja, sekalian bayar. Disini kan sistemnya pake bon."

Tami mengangkat sebelah alisnya, "Ya udah gue mau Jus Buah Naga aja."

"Oke," Ivana mengacungkan jempolnya.

"Eh Na, dosen gue udah dateng. Gue sama Acha duluan ya."

"Yah, elo. Ya udah deh gak apa-apa. Nanti contact lagi aja ya," Ivana tersenyum lalu melambaikan tangannya tanda perpisahan.

Tami masih melirik seisi kedai, mencari keberadaan Dimi.

Sampai beberapa mahasiswa mau-pun mahasiswi kembali berdatangan dan kedai semakin ramai.

"Nih," kata Ivana sambil membawa 1 gelas jus berisi buah naga untuk Tami dan 1 gelas jus jambu untuk dirinya.

"Mana Dimi?"

"Belom dateng emang? Tungguin aja, tadi dia bilang ke gue mau kesini. Emang ada apa lo nyari Dimi?" tanya Ivana dengan senyum manisnya.

"Bukan urusan lo," jawab Tami dengan ketus.

"Oh, oke sorry. Kemarin-kemarin lo ke GI?"

Tami mengangguk, ia sangat malas menanggapi Ivana.

"Sama Dimi? Ng... ngapain?"

"Ya lo tanya sama dia, ngapain tiba-tiba ngajak gue ke GI."

Tami mengaduk-ngaduk jusnya.

"Heh. Lo jadi cewe jangan kebagusan, paling Dimi ngajak lo karena waktu kemarin gue lagi pergi!"

"Loh? Siapa juga yang ngerasa kebagusan? Gue aja gak mau diajak Dimi, dia yang maksa. Kok lo marah-marahnya sama gue?"

"Dimi gak suka maksa. Gue kenal sama Dimi lebih dari lo. Dan lo gak usah sok tau ya!"

Tami tersenyum sinis, dan melihat kotak bekal bening bertutup biru yang diatasnya terdapat kertas bertuliskan "Dimitri❤"

"Itu buat Dimi?"

"Bukan urusan lo!" jawab Ivana dengan matanya yang melotot.

Tami tertawa dengan sarkastik, "Kalo lo emang tau banget soal Dimi. Harusnya lo tau dia gak suka keju."

Ivana sangat kesal, ia mengepalkan tangannya, merasa kalah hanya karna soal kue.

Ia menggebrak meja dan berdiri, membuat perhatian seluruh penghuni kedai beralih kepada mereka

"Lo jangan kurang ajar ya sama gue! Kenapa sih lo selalu deket-deket sama cowo berduit? Nichol? Dimi? Keluarga lo gak punya uang sampe harus ngemis-ngemis ke cowo? Punya malu ga sih lo?"

Tami diam tidak menjawab.

"Oh gue tau. Orang kurang kasih sayang ayah kayak lo udah gak aneh, pasti cari perhatian terus kerjaannya. Iya kan, Tami?"

Tami diam tidak menjawab.

Lalu Ivana menggebrakan mejanya lebih keras lagi.

"Answer me, slut!"

Tami berdiri, lalu tanpa disangka menumpahkan jusnya kepada Ivana dengan sengaja.

"Lo kuliah mahal-mahal tapi kelakuan lo lebih rendah dari anak jalanan, kasian orangtua lo. Sebelum lo ngatain gue, lo bisa ngaca gak? Gue? Deket-deket cowo demi duit? Lo ada buktinya? Cuma gara-gara Dimi gak ngajak lo jalan terus lo jadi ngehina gue? Marah-marah ke gue dan nuduh gue yang engga-engga? Emang salah gue kalo Dimi gak ngajak lo jalan? Salah gue kalo Dimi gak mau sama lo?! Hah? Jawab!"

Tami mulai emosi, ia juga menggebrakan mejanya.

"Kalo lo punya otak dipake, mikir sebelum bertindak. Jangan sampe maluin diri sendiri. Siapa disini yang nyari perhatian? Sampe harus gebrak meja dan berdiri hanya karena lo merasa kalah gara-gara gak tau pangeran lo itu gak suka keju? Gak semua orang bisa ngertiin kelakuan dan sifat lo. Bangun! Belajar dewasa. Gak semua yang lo mau bisa lo kendalikan."

Ivana merasa sangat marah, ia hendak menampar Tami tetapi yang ia lakukan hanyalah menangis dalam diam, tubuhnya basah dengan warna ungu khas buah naga.

Tami tidak peduli ia dipandang apa sekarang oleh anak-anak Universitas Satu Bangsa, ia mengambil tasnya dan berdiri.

"Dan satu lagi. Kalo mau jadi sosok antagonis sebuah sinetron pinteran dikit, masukin sambel ke jus?" Tami tertawa sarkastik.

"Really, Ivana? Gak sekalian masukin obat tidur? For your information, gue penggemar berat sambel, cengek, cabe, dan keluarganya. Baunya udah temenan sama idung gue tiap hari. Jadi sebelum gue gak basa-basi nyikatin gigi lo pake cabe, lo remedial dulu deh kalo mau jadi antagonis," kata Tami kepada Ivana sambil berlalu.

Sebagian laki-laki yang berada disana bertepuk tangan, ada juga yang bersiul karena keberanian Tami.

Dan beberapa teman wanita Ivana menghampirinya, membawanya ke wc wanita.

Tapi mata Ivana tidak terlepas dari Tami bahkan sampai tubuhnya tidak terlihat.

Mungkin gue gagal jadi sosok antagonis, tapi anak singa gak akan pernah gagal buat menerkam mangsanya sampai tinggal tulang.





Uhuy! Wkwkwkwkwk
Gimans nih? Apa coba maksud si Ivana ngomong gitu?!?!?!
Makasih udah bacaa!
Love u genk😝

IMPRÉVUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang