TRENTE-DEUX

77 14 1
                                    

P.s: Yang nggak bisa buka mulmed boleh play ya lagunya LULUH - SAMSONS

Enjoy!



Hari ini malam yang sunyi, bulan terlihat jelas hari ini.

Ia baru saja membuka kotak besar berwarna biru dongker yang berisi semua kenangan dirinya dengan Abel.

Ini sudah ke 6x selama 4 hari.

Dimi lelah begini, semua ini begitu sulit untuknya.

Ia menatap bulan malam itu, dan memejamkan matanya.

Lalu Dimi terduduk di teras rumahnya, membawa gitar yang sudah tidak pernah ia gunakan itu.

Dan mulai memetiknya.

Saat terindah saat bersamamu,

Begitu lelapnya akupun terbuai.

Ia berhenti, melihat kembali foto Abel dengan dirinya yang begitu bahagia.

Sebenarnya, aku t'lah berharap, ku kan memiliki dirimu selamanya...

Segenap hatiku luluh lantah, mengiringi dukaku, yang kehilangan dirimu.

Sungguh ku tak mampu tuk meredam, kepedihan hatiku, untuk merelakan kepergianmu.

Dimi menyanyikan lagu tersebut dengan indah, juga sangat jelas tersirat ketulusan dan perasaan sedih di dalam nyanyiannya.

Seolah lagu tersebut menggambarkan isi hatinya.

Ingin ku yakini, cinta takkan berakhir.

Namun takdir menuliskan...

Dimi berhenti memetik gitarnya

"Kita harus berakhir." ujarnya tersenyum.

"It's been awhile. Nggak kerasa udah setahun aja. Tapi rasanya nggak pernah ilang. Kenapa ya?"

Dimi menundukan kepalanya, lalu menatap kembali langit malam yang gelap tetapi menyejukan hati itu.

Angin malam menerpa wajahnya yang terlihat lelah semakin harinya.

"Aku bahkan udah nggak tau dan nggak mau tahu kabar dia dengan lelaki brengsek itu gimana."

Lalu Dimi membereskan semua barang-barang itu, dan melihat CD yang diberikan Tami.

Ia menatapnya sebentar, lalu memutuskan untuk memasukannya kembali ke dalam kotak kenangannya.

Beberapa saat Dimi pun tertidur karena tubuhnya yang sangat lelah.

Ia terbangun dan berpikir rumahnya sedang mati lampu karena gelap gulita.

Dimi hendak melihat pukul berapa sekarang ketika ia melihat Abel.

Ya, Abel disana.

Ia menghampiri Dimi dan tersenyum, Abel sangat cantik dengan rambut panjangnya dan baju yang ia kenakan begitu melekat indah pada tubuhnya.

Lalu Abel berjalan ke arah kotak tersebut dan berusaha menunjuk CD yang ada di dalam sana.

Kemudian ia hilang, dan Dimi pun terbangun.

Mimpi.

Ia masih berada di kamarnya, yang tidak mati lampu. Tapi, Abel begitu terasa nyata.

Mungkin ada pesan Abel di CD itu. Mengulur waktu terus menerus untuk melihat ini nggak akan ngerubah apa-apa, pikirnya.

Lalu ia mulai memberanikan diri melihat isi CD tersebut, walau ia tahu resikonya.

Akan semakin sulit.

Disana terlihat Abel dengan baju rumah sakit dan infus di tangannya.

"Hey," sapa wanita di video tersebut dengan senyum lebarnya.

Senyum yang dulu dapat menenangkannya.

Rindu.

Hanya itu yang dapat dirasakan Dimi ketika melihatnya kembali.

"Apa kabar?" mulai terlihat kecanggungan disana.

Dimi mengalihkan wajahnya ke lain arah.

"Dim, mungkin ketika video ini sudah sampai ke kamu, aku udah nggak ada. Tapi, video ini benar-benar berisi semua hal penting, yang aku yakin selama ini kamu bertanya-tanya tentang jawabannya."

Dengan cepat ia menatap kembali layar laptopnya.

Apa maksudnya?

"Sorry, Dim. Untuk semua ini," terlihat Abel menunduk di dalam video tersebut.

"Sorry untuk tiba-tiba menghilang, nggak membiarkan kamu untuk menemukan aku."

"Dan semua ini bukan salah Tami, aku yang minta. Why? Kondisi aku udah parah, Dim. Makanya aku harus sampe ke luar negri, karna Papa dan Mama mau aku bisa diobati dengan baik. I know you. Aku tahu bukan baru satu atau dua hari. Kamu pasti lebih memilih nyamperin aku di banding nyelesain tugas akhir kamu. Kamu bilang ke aku, mau seperti papa, mau banggain papa di atas sana. Dan sekarang adalah waktunya, bahagian aku, juga papa dan Naya," ujar Abel tersenyum.

Sesaat hati Dimi terasa digerogoti kembali melihat senyuman itu.

"Aku masih ingat, sebahagia apa kamu waktu tahu dapat beasiswa 100%. Jangan di sia-siakan, Dim. Kalau kamu lupa, aku yang menemani kamu terus belajar setiap hari sampai kita batal untuk pergi ke Jogjakarta dan tiket keretanya hangus. I know you, sekali lagi. Aku tahu seberapa besar dan sulit kamu mendapatkannya. Aku tahu jatuh bangunnya usaha yang kamu punya sekarang."

"Dan nggak usah merasa bersalah karena aku pergi, ini memang udah harusnya. Kalau memang Tuhan mau aku sama kamu, aku pasti sama kamu. Tami menceritakan semua tentang kamu bahkan dalam hal kecil, dia selalu minta maaf sesudah pergi sama kamu. Aku tahu dia orang yang baik, bahkan nanti malam aku mau operasi lagi, dia mau nungguin aku." Abel tersenyum.

"Dim, lanjutin hidup kamu. Harus, semangat. Bikin aku bangga. Dan maaf atas semua ini. Kamu boleh cari cewek lain, asal jangan Ivana. Kenapa? Nanti juga kamu tahu kalau sudah waktunya. Dan kalau kamu tanya aku siapa karena nggak akan ada yang bisa, aku akan merekomendasikan Tami sebagai orang pertama," ujar Abel tenang.

Dimi bingung, apa yang dikatakan Abel dan Tami adalah sama.

Bahwa intinya, ia tidak boleh bersama Ivana.

Ia pun tidak mau, tetapi Dimi berpikir Ivana selalu ada untuknya.

"I love you, William. Always. Jika kamu tanya apa permintaan aku? Aku mau kamu melanjutkan hidup kamu dengan baik, bikin aku bangga darisana, jalanin hari-hari kamu seperti biasa dengan aku maupun tanpa aku. Aku sayang kamu," ujar Abel perlahan dengan lirihan nadanya.

Dimi sedih, sudah pasti. Melihat kembali orang yang kita cintai mengatakan bahwa mereka selalu mencintai kita.

Tetapi ada pernyataan mengganggu yang melayang-layang di pikiran Dimi, ada apa dengan Ivana?

IMPRÉVUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang