CHAPTER 15

494 54 0
                                    

"Yaudah lo mau ngomong apaan cepet??" Tanya gue nggak berselera. Sambil menyeruput teh panas di genggaman gue.

"Aku tau kamu marah dan kecewa banget sama aku, Nes. Tapi aku nggak ada maksud buat ngelakuin itu semua."

"Ck.. gue sebenernya males tau nggak, denger beginian. Udah nggak enak didengernya di telinga gue." Balas gue jutek dan ketus. Dirga masih menatap wajah gue yang judesnya kayak apaan tau ini.

"Yes, i know. Tapi aku mau kamu percaya sama aku Nes kalo-"

"Apa? Lo ngomong apa barusan?" Potong gue dan menatap Dirga dengan tatapan nggak percaya. "Mana bisa gue percaya sama lo, Dirga?! Dulu iya, gue percaya bahkan sangat percaya sama lo. Tapi sekarang udah beda cerita." Lanjut gue tajam.

"I dont know how to explain it to you. Because no matter how hard i am to try it, you just brushed it off." Tatapannya tajam. "Oke kalo emang lo masih marah sama gue, gue terima. Tapi gue mau lo dengerin penjelasan gue dulu. Semua nggak seperti yang lo bayangkan Nes."

"Lo pikir bisa segampang itu gue percaya sama penjelasan yang akan lo ucapin nanti??"

"4 tahun Nes. Apa itu nggak cukup buat hapus semua rasa sakit lo?"

"Ya menurut lo??" Balas gue jutek.

"Oke. Sorry. Aku mau kamu dengerin semuanya. Setelah kamu denger ya terserah kamu mau ambil sikap kayak gimana." Ucapnya, mengalah.

"Hmmm." Balas gue.

Dirga mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi 4 tahun silam. Saat setahun terakhir dari hubungan kita mulai banyak sesuatu yang aneh terjadi. Mulai dari dia susah dihubungin, banyak alesan kalo diajak jalan, bahkan dengan gampangnya batalin acara-acara yang gak jelas kenapa. I know there's something happen at that time, tapi gue selalu berusaha untuk tetap berpikir positif tentang Dirga. Gue selalu coba buat percaya sama Dirga, meskipun hati kecil gue selalu berkata untuk membuat gue menyelidiki itu semua. Sampai akhirnya gue nemuin secercah petunjuk yang menjadi penyebab dari berakhirnya hubungan kami.

"Aku lakuin itu semua demi masa depan aku, Nes." Ucap Dirga diakhir penjelasannya. "Iya, aku tau aku salah banget. Aku sadar itu, Nes."

Gue menoleh nggak percaya ke arahnya. "Persetan dengan alasan lo Dirga!" Balas gue tersulut emosi. "Itu bukan alesan yang bisa lo jadikan pembenaran atas hal tolol yang lo lakuin ke gue!"

"Aku tau, Nes. Aku cuma mau lolos tes seleksi itu. Kamu tau kan, Bokapnya Alexa ketua penyelenggara kompetisi dance itu." Ucapnya. "Its my dream, my biggest dream, Nes." Suaranya melemah. "Lexa janji dan mastiin aku bakal lolos kalo aku mau dating sama dia. But i lost my control at the time you found us in my apartment. I do nothing, for God sake. I dont even know why she's slept beside me." Lanjutnya menjelaskan.

Gue mendengarkan penjelasannya dengan penuh kebingungan dan rasa tidak percaya. Gue gatau apa gue harus percaya dengan penjelasannya atau enggak.

"Tapi aku gagal ikut seleksi itu, Nes. Karena saat itu tubuh aku masih dalam pengaruh obat tidur." He's smirk. "Ternyata Lexa masukin obat itu ke dalam minum aku yang dia kasih. Sehari sebelum seleksi itu. Tepatnya pas kamu dateng berdua Olive dan ngeliat aku di kamar sama dia." Wajahnya lesu tak bergairah. Rasanya mau semangatin dia, tapi masih sakit hati dan gengsi juga sih.

"Sepicik itu??!" Tanya gue nggak percaya. Dirga tersenyum dan mengangguk. "Bukannya Lexa bakal bantu kamu setelah kalian dating?" Tanya gue lagi dan lebih menekankan kata-kata gue.

"Bullshit. Dia cuma mau manfaatin aku doang. Apalagi setelah kamu mergokin kita. Dia semakin nggak peduli lagi dengan perjanjian kita sebelumnya." Jawab Dirga menjelaskan.

FIRST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang