"Vanessa..."
Langkah kaki gue terhenti begitu mendengar nama gue di sebut dari pengeras suara, milik Evan."Iya, lagu ini gue tujukan untuk seseorang yang bernama Vanessa." Lanjutnya. Gue memjamkan mata gue, dan menggigit bibir bawah gue dengan spontan. "Gue tau dia pasti ada disini dan mendengar ucapan gue saat ini."
"Nes, dia nyebut nama lo!!" Bisikan Olive membuat gue kembali tersadar dari bayang-bayang semu yang ada di pikiran gue.
Tepuk tangan dan sorak-sorai dari penonton seakan memberikan apresiasi terbesarnya untuk Evan yang sudah sukses membawakan lagu melow itu dan membuat siapapun yang mendengarnya menjadi baper.
"Teeembaak... teeembaak..." Indra datang menghampiri Evan sambil berkata demikian, yang diikuti oleh hampir seluruh penonton disini dengan tepuk tangannya yang gemuruh.
"Hahaha. Gue nggak bisa maksa hati seseorang untuk bales rasa cinta gue ini, men. Terlebih kalo dia udah nemuin seseorang yang lebih bisa bikin dia bahagia. Meskipun orang itu sahabat gue sendiri." Jawaban Evan bikin gue ter-enyuh dan nggak bisa nahan untuk meminta dia sedikit lebih berusaha untuk nunjukkin kalau dia memang menginginkan gue jadi miliknya. Tapi gue bisa apa?
Ada puluhan bahkan ratusan suara kecewa dari para 'penggemar' Evan begitu mendengar Evan berkata demikian. Gue takut dengan situasi yang kayak gini, so.. it's better for me untuk cabut dari kerumunan ini.
Gue menoleh sebentar ke arah Evan, yang ternyata juga sedang melihat ke arah gue. Dia memberikan senyumannya yang begitu menggugah iman itu ke arah gue.
Shit.
"Liv, ayo." Gue berlari kecil meninggalkan kerumunan ini bersama Olive, dan pergi sejauh mungkin dari pandangan Evan.
---
EVAN'S POINT OF VIEWLima menit lagi gue bakal naik panggung. Rasanya kali ini lebih nervous dari biasanya. Jantung gue berdegup kencang seakan memaksa buat lompat keluar.
"Lo kenapa sih, bro? Tegang amat! Sans bro." Vito menyadari kegugupan gue.
"Gue deg-degan anjir. Rame banget sore ini."
"Yaelah. Sejak kapan juga lo jadi kayak gini sih??" Tanya Haikal, ikutan.
"Kira-kira Nesa bakal nonton kagak ya?" Pertanyaan gue lebih kayak harapan sih jatohnya.
"Ya lo maunya dia nonton apa kagak?" Haikal malah nanya balik.
"Ya mau lah. Gue kan udah pelajarin ni lagu dari dua hari lalu cuma buat dia." Jawab gue, terselip harapan di dalamnya.
"Yakin nggak kalo dia bakal nonton??" Tanya Vito.
"Nggak yakin sih."
"Kalo gue sih yakin, dia bakal nonton." Jawab Vito.
"Kenapa jadi elu yang yakin??"
"Bro, cewek itu sukanya di perjuangin, dikejar, dan dikasih bukti kalo lu suka nihh sama dia." Ucap Haikal, menjelaskan kepada Evan, bukannya menjawab pertanyaan Evan. "Bukannya sok-sok cuek, gak peduli, tarik ulur dia, atau bahakan bersikap biasa-biasa aja. Eeeh... pas udah diduluin orang baru dah nyesel.. terus tau-tau ngumpet ke pojokan." Lanjutnya dengan heboh, seperti biasa.
"Ngapain tuh ke pojokan??" Celetuk Vito,
"Nangis bombay laaa. Sampe ingusan." Jawab Haikal sambil memperagakan orang yang sedang menangis.
"Hahahaha tai emang lu berdua." Gue cuma bisa menimpali sekenanya doang. Soalnya emang perkataan mereka kadang ada benernya juga sih. "Gue emang gini. Mau gimana dong? Lagian pas gue mau ngomong, dia nya udah ketemu duluan sama orang sebelah."
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST SIGHT
Random"Sometimes when you meet someone. There's a click. I don't believe in love at First Sight. But I believe in that click. But it's different, when I'm with you." (27-05-2018) ~ Highest Rank TOP 10 - Teenlit ~ #5 in 'teenlit' #2 in 'jefrinichol' #4 in...