CHAPTER 22

391 48 2
                                    

Keeven's Point Of View

Iya, gue emang ngerasa banci banget waktu itu. Nggak bisa nepatin janji ke Vanessa, yang bikin dia sampe se benci itu sama gue. Gue tau, masa lalu gue pas SMA emang kelam banget. Gue tau, cinta gue ke Tasya emang sebesar itu. Sampe akhirnya dia pergi gitu aja ninggalin gue dan bikin luka yang dalem dan membekas. Tapi kenapa gue nggak bisa benci dan justru mau menerima kedatangannya kembali? Cinta itu aneh!

"Gue harus nelfon Vanessa buat jelasin semuanya. Tapi percuma juga. Dia gak bakal angkat telfon dari gue. Chat gue seminggu lalu aja belom di read sama dia sampe sekarang." Gue berbicara sendiri ke diri gue sambil natap layar ponsel.

Perkataan Vanessa saat di perpus beberapa waktu lalu ngebuat gue lemah. She asked me buat menjauh dari dia. Mana bisa sih? Gue yakin gue mulai jatuh cinta sama dia. Dari dirinya yang apa adanya, gaya nya yang cuek dan boyish, cerewet dan galaknya yang bikin kangen kalo gak ketemu sebentar aja. Gue lakik, tapi gak mampu buat ungkapin rasa suka ke orang yang gue sayang. Apalagi Cakra juga ada di kehidupn dia. Ngingetin gue sama beberapa tahun lalu.

"Masih ada satu cara."

Gue bergegas turun dari kamar dengan menenteng jaket dan kunci motor. Gue tau kemana harus pergi.

--
Beberapa waktu kemudian gue sampe di depan rumah Olivia. Cuma dia harapan gue saat ini. Gue mau tau Vanessa lebih jauh lagi.

"Liv, sorry ya gue ganggu lo malem-malem gini." Ucap gue, begitu ketemu Olivia dan dipersilahkan duduk di bangku taman rumahnya.

"Iya kak, gapapa. Selow aja." Jawab si Olivia. "Btw, ada apa ya kak? Kok tiba-tiba ngajak gue ketemu gini? Ada yang penting?" Tanyanya yang mulai penasaran.

"Emm.. Iya Liv, gue butuh bantuan lo banget saat ini."

"Soal... apa ya kak?"

"Vanessa." Jawab gue. Dia senyum sambil ngangguk-ngangguk. Bikin gue jadi agak malu sih.

"Kenapa nih sama Vanessa??" Tanyanya dengan nada yang terdengar meledek.

"Gimana ya... nggak enak sih sebenernya. Takut lo mikir gimana-gimana gitu kan." Jawab gue sambil garuk-garuk tengkuk.

"Kenapa? Cerita aja kali Kak. Selaw sama gue mah! Rahasia dijamin aman!!!"

"Hahaha. Oke oke gue percaya." Gue masih ngerasa canggung sebenernya ngobrol face to face gini sama cewek. Apalagi gue kenal Olivia cuma dari basket, itupun jarang banget nyapa. "Jadi gini, Liv. Gue yakin lo udah tau permasalahan gue sama Nessa. Tapi gue minta lo untuk netral dulu disini." Gue mulai mengarahkan ke pembicaraan yang serius.

"Iya kak, paham kok gue. Lanjut lanjut."

"To be honest... gue ada feel sama dia. Tapi ya gitu, gue selalu nggak bisa ngungkapin rasa suka gue ke cewek. Dan momen waktu itu, gue tau dia kecewa banget sama gue. Tapi gue nggak ada maksud buat bersikap gitu ke dia. Sekarang lo liat sendiri kan, sikap dia ke gue berubah banget. Bahkan ketika kita satu kelas, dia sama sekali nggak mau liat muka gue meskipun kita berpapasan." Gue menceritakan apa yang sebenernya terjadi ke Olivia.

"Hmm.. gue boleh nanya sesuatu kak sama lo? Tapi yaaa gue nggak maksa lo buat jawab juga sih." Kata Olivia begitu gue memberikan jeda dari obrolan malam ini.

"Cakra?" Gue mencoba menebak arah pertanyaan yang bakal dilayangkan sama Olivia.

"Kok tau? Hehehe. Satu lagi nih kak soal—"

"Tasya?" Gue memotong pembicaraan Olivia. Dia nyengir sambil ngangguk ke arah gue. Tingkahnya sama kayak Vanessa lol.

"Gue udah duga lo bakal nanyain ini ke gue." Gue menghela nafas panjang supaya bisa lebih rileks. Karena nginget dan ngomongin masa lalu bikin dada kerasa sesek. "Lo mau gue cerita darimana dulu?" Tanya gue ke Olivia, yang kini mengubah posisi duduknya jadi menghadap ke arah gue sepenuhnya dengan tangan sebagai penopang dagunya.

FIRST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang