CHAPTER 35

372 34 4
                                    

Sesuai janji Evan sebelum kita datang ke tempat ini, hari ini dia bener akan bawa gue mengelilingi berbagai jenis perkebunan yang dimiliki Kakek Evan. Sejujurnya, tempat ini bener-bener bisa bikin pikiran dan suasana hati gue jadi lebih tenang. Meskipun kemarin adalah hari terburuk yang gue harap nggak akan terjadi lagi kedepannya di kehidupan gue, dan di hubungan gue dengan Evan.

"Udah siap?" tanya Evan, yang udah nunggu gue daritadi di ruang tamu. Gue menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Evan pun berdiri dari tempatnya, dan menjulurkan tangannya untuk meminta gue menyambutnya. Tanpa ragu, gue menyambut uluran tangan Evan itu dengan senang hati.

Kami berjalan beriringan ke halaman depan rumah, untuk menuju mobil.

"Kalo naik sepeda, mau nggak?" tanya Evan, berhenti melangkah sejenak. Gue yang semula memandang lurus ke arah depan, seketika memfokuskan perhatian ke cowok yang berdiri disamping gue ini.

"Ya mau lah! Sepeda apaan? Ontel?" tanya gue, cukup antusias.

"Sepeda nya Aura!" balas Evan, rese.

Gue refleks memukul pelan lengan Evan. "Ha ha ha. Jayus!" balas gue dengan sedikit menahan tawa.

"Yaudah, gue ambil dulu ya ke garasi belakang. Tunggu sini dulu sebentar." Balasnya, dan melesat pergi menuju halaman belakang rumah.

Gue berjalan ke halaman depan sambil nunggu Evan balik dengan membawa sepeda yang dia bicarakan tadi. Nggak sabar banget ngerasain di bonceng Evan pakai sepeda ontel, dengan suasana pedesaan kayak gini. Pasti bakal romantis banget kan rasanya! Hehehe.

Oiya, hari ini kita emang cuma pergi keliling berdua aja. Karena Kakek dan Nenek pergi ke kandang Kuda untuk mempersiapkan kelahiran bayi nya Britney, si Kuda kesayangan Kakek dan Nenek itu. Sedangkan Kanaya dan Aura pergi ke Supermarket, yang jaraknya cukup jauh dari sini, untuk membeli keperluan BBQ an nanti malam.

Selama berada disini, gue disambut dengan sangat baik sama keluarga Evan. Membuat gue langsung merasakan kehangatan dari keluarga ini. Kalo udah kayak gini kan bikin gue jadi nggak mau pulang aja.. hehe.

"Yuk.." Evan berhenti tepat didepan gue yang masih berdiri di ambang pagar rumah. Melihat Evan datang dengan mengendarai sepeda tua itu membuat gue nggak bisa menutupi rasa ingin tertawa dan tersenyum. He looks so cute, and i love it.

"Hahahaha. lo beneran bisa kan, bawa sepeda?" tanya gue, sedikit meragukan Evan.

"Ya bisa lah. Gue dari dulu itu hobi naik sepeda. Cuma karena di Jakarta itu panas, banyak polusi, dan pengendara di jalanannya nggak ramah sama pengendara sepeda, jadinya gue nggak pernah lagi naik sepeda." Jawabnya, sedikit menjelaskan. "yuk, naik." Ajaknya, sambil memberikan isyarat untuk gue naik dan duduk di belakangnya.

"Hahaha. Awas ya kalo gue sampe jatoh!" ancam gue, dan mengambil posisi duduk di belakangnya.

"Siap tuan puteri!" balas Evan.

--
Tujuan pertama gue dan Evan adalah Kebun Teh. Hamparan luas dedaunan dan pepohonan hijau ini begitu memanjakan mata gue. Sebetulnya sih ini bukan kali pertama gue dateng ke perkebunan Teh.. tapi nggak tau kenapa kali ini terasa berbeda. Kayak ada... spesial-spesial nya gitu. Hehe.

"Nes, kesana yuk." ajak Evan, setelah Ia berhasil menyenderkan sepeda yang kita kendarai di dekat salah satu pohon besar nan rindang.

Evan menunjuk ke arah gubuk kecil yang berdiri di tundukan teratas hamparan kebun teh ini. Gue rasa sih akan terlihat dengan sangat jelas seluruh kebun teh milik Kakek ini kalau kita berdiri di atas sana.

Evan meraih tangan gue dan dengan hati-hati dituntunnya ke arah tempat yang ditunjuknya tadi. Kita melewati jalan setapak yang memang sengaja dibuat sebagai jalur orang-orang untuk berlalu lalang disana. Suasana yang sejuk ini emang cocok banget jadi destinasi untuk nge-healing diri kita yang lagi punya masalah.

FIRST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang