CHAPTER 40

455 41 2
                                    

Sejak sore, gue dan anak-anak yang lain udah kumpul di rumah Evan untuk mengantarkan Evan ke Bandara malam nanti. Pokoknya, hari ini super rameee banget! Bahkan, Keeven pun pada akhirnya memutuskan untuk berangkat dari rumah Evan juga. Bersama dengan kedua orang tua nya dan juga bersama Tasya.

Dalam sekejap, rumah Evan sudah terasa seperti tempat reuni akbar. Terlebih untuk kedua orang tua Evan dan Keeven yang sudah hampir 5 tahun tidak bertemu. Karena, mereka memang sudah tidak tinggal bersebelahan lagi setelah orang tua Evan sering pergi tugas keluar kota. Tidak hanya ada gue, Olive, Tasya dan Keeven, tetapi juga ada beberapa anak kampus yang lumayan gue kenal. Seperti Tommy, Ilham, dan Haikal. Sedangkan Vito, dia masih belum menampakkan batang hidung nya sampai detik ini juga. Evan juga bilang kalau akhir-akhir ini Vito lagi jarang banget kumpul sama Evan dan Haikal, entah apa alasannya.

Mengenai kejadian Keeven dan Tasya, Olive sempet kaget sih begitu gue ceritain soal apa yang terjadi seharian kemarin dirumah Evan. Dia nggak nyangka kalo Keeven akhirnya bisa juga ngerasain pacaran sama si Tasya, cewek yang dicintainya sejak dulu. Olive juga bilang, kalo itu menjadi suatu hal yang sangat melegakan. Karena, nggak akan ada kemungkinan hadirnya perusak dalam hubungan gue bersama Evan. Hahaha

Terlepas dari itu semua, gue dan Evan misah sendiri dengan anak-anak yang lain. Karena Evan bilang, dia mau membicarakan sesuatu yang penting dengan gue, berdua. Gue pun mengikuti Evan yang membawa gue ke halaman belakang rumahnya. Duduk di kursi panjang pinggir kolam renang. Pencahayaan disana memang tidak cukup terang, hanya ada lampu taman di beberapa sudut saja. Evan yang sudah berpakaian rapi itu menatap mata gue dengan sangat lekat.

I hate goodbyes

Gue tersenyum ke arahnya yang hari ini semakin terlihat tampan.

"Huhh akhirnya hari yang aku tunggu-tunggu ini dateng juga," Ucapnya, membuka pembicaraan. "boleh nggak sih gue pake aku-kamu? Biar ngerasa lebih sweet aja gituh di momen-momen terakhir kita sebelum pisah." Kata Evan, terlihat sedikit canggung. Membuat gue tertawa kecil melihatnya.

Gue mengangguk dan ikut tertawa, Evan membalasnya dengan senyuman lebar yang mengembang dari kedua sudut bibirnya.

"Take care ya.." Balas gue, sambil terus melihat ke matanya yang hari ini sedang berbinar itu. Dari kedua bola matanya, terlihat jelas kalau dia memang sangat menantikan hari ini untuk tiba, hari yang menjadi titik awal dari dirinya yang baru.

"You too, Vanessa," kata Evan. Tangan kanannya mengelus lembut pipi gue. "nggak ada yang perlu di takutkan dan khawatirkan. Semuanya akan baik-baik aja. Aku janji sama kamu." Lanjutnya, meyakinkan gue yang sedang bimbang dan ragu, karena harus rela terpisah dengan jarak dan waktu olehnya.

"Kabarin dan hubungin aku kapan pun kamu punya waktu luang ya. Karena itu cuma satu-satunya cara yang bisa menyambungkan hubungan kita. Communication."

Di sore hari yang menjelang malam ini gue harus meneguhkan hati untuk bisa melepaskan dan merelakan berpisah dengan orang yang paling gue sayangi. Rasa ini yang sering gue rasain setiap kali harus berpisah dengan Mama dan Papa. Kali ini, gue merasakan itu kembali, tapi kali ini gue harus berpisah dengan Evan, dalam jangka waktu yang lama.

Evan mencium pipi kanan gue dengan lembut. "Aku pasti bakal kabarin kamu terus kok. Mana mungkin bisa aku nggak inget sama kamu meskipun cuma sedetik." Ucapnya, diselingi dengan gombalan menyebalkannya itu.

Gue tertawa mendengar ucapan Evan yang nggak biasa itu. "Cheesy banget sih! Udah mulai pinter nge gombal yaaa sekarang. Awas ya kalo kamu gombalin cewek-cewek seksi disana. Aku pastiin kamu nggak akan selamat di tangan aku!" Ancam gue, membuat Evan tertawa geli mendengarnya.

FIRST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang