CHAPTER 28

376 46 2
                                    

Evan's Point Of View

"Lo bisa? Ceritain semua, yang gue nggak tau tentang diri lo---di masa lalu?"

Pertanyaan yang diberikan Vanessa bener-bener bikin gue sesek nafas. Pertanyaan yang selalu gue takutin untuk ditanyakan. Pertanyaan yang mengharuskan gue untuk flashback ke masa-masa kelam gue beberapa tahun lalu. Masa dimana gue berada di titik terendah kehidupan gue, masa yang gue harap nggak pernah terjadi yang membawa gue menjadi seseorang yang buruk dan memberikan labeling yang nggak enak untuk gue dan keluarga gue.

"Van? You alright?" Tanya Vanessa. Karena gue terlalu lama diam, bahkan nggak menjawab permintaan Vanessa tadi. Gue menatap kearah dia yang juga sedang melihat ke arah gue. "Van? Kalo lo ngerasa berat buat cerita, it's okay.. Gue nggak akan maksa lo untuk cerita ke gue saat ini juga." Cewek ini emang selalu bisa bikin gue semakin jatuh cinta disetiap hari nya. Ucapan perhatiannya yang kadang terselip dibalik sikap jutek dan cueknya, selalu berhasil bikin gue gak mampu untuk menahan rasa ingin memiliki dia secepatnya.

Gue menghela nafas panjang sebelum menceritakan hal yang berat ini. "Apa lo bakal tetep mau ngeliat, dan ada di samping gue kayak gini setelah lo denger cerita gue nanti?" Dia mengangguk dengan pelan, tak lupa menyelipkan senyum tipisnya setelah itu. "Apa lo bakal percaya dengan semua cerita gue nantinya?" Gue bertanya lagi untuk meyakinkan Vanessa. Iya, gue terlalu takut terima kenyataan kalo dia bakal pergi dari gue setelah tau ini semua.

"Van," Dia ikut meremas tangan gue yang tiba-tiba gemetar dan terasa dingin. "selama yang keluar dari mulut lo itu adalah kejujuran dan kebenaran, meskipun pahit dan menyakitkan, gue akan percaya dan terima." Ucapan yang penuh dengan pengertian dan keyakinan itu seakan memberikan getaran hebat di hati gue.

Gue menatap ke arah dia dengan lirih.

"Ceritain semua yang gue nggak tau tentang lo. Dengan apa adanya." Vanessa menganggukan kepalanya seakan memberikan tanda untuk gue segera memulai cerita. Cerita kehidupan gue yang kelam dan memalukan itu.

Lagi-lagi, gue menghela nafas panjang dan harus siap untuk ceritain semuanya ke Vanessa. Meskipun bukan nggak mungkin, kalo Keeven udah lebih dulu ngasih tau semua tentang gue ke Vanessa. Sedikit terlambat, tapi setidaknya dia harus tau dari mulut gue langsung tentang apa yang sebenernya terjadi pada gue beberapa tahun lalu. Jauh sebelum gue kenal dengan dia seperti saat ini. Jauh sebelum kita ketemu pertama kali saat acara makan malam dirumah gue beberapa waktu lalu.

"Semua yang Keeven ceritain tentang gue ke elo, mungkin memang benar." Gue memulai perbincangan serius dan menegangkan ini dengan perasaan yang masih nggak stabil. "Tapi, gue juga punya hak dan kesempatan kan, untuk ceritain semuanya--langsung dari mulut gue?" Vanessa memberikan perhatian penuhnya kepada gue. Wajah seriusnya emang selalu bikin gemes.

"Just take your time, Van." Dia merespon ucapan gue yang masih jauh dari inti permasalahan gue ini. "Lo sangat berhak kok untuk memberikan penjelasan, based on your point of view. Gue bakal dengerin semuanya."

Semua ucapan pengertian yang dilontarkan Vanessa bener-bener take effect ke gue. Ternyata gini rasanya dipercaya sama seseorang yang bikin gue semakin nggak ingin inget-inget masa lalu, apalagi untuk balik lagi jadi Evan yang dulu.

Gue mengangguk pelan dan tersenyum simpel ke Vanessa. "Semua yang lo liat saat pertama kali kita ketemu, di rumah gue.. sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu," gue ngeliat Vanessa mengernyitkan dahinya, "semua keharmonisan yang lo liat, itu nggak pernah ada sebelumnya Nes di keluarga gue." Dengan refleks gue tertawa pilu, setiap kali mengingat kejadian itu.

Dia berusaha menenangkan gue dengan mencoba mengelus lembut kedua punggung tangan gue yang gue letakkan di atas meja.

"Buat inget itu semua, sebenernya bikin hati gue sakit. Tapi lo emang harus tau semuanya." ucap gue dan tersenyum, "Keeven, yang ngakunya sahabat gue.. mana pernah dia coba buat pahamin permasalahan gue yang rumit itu. Karena yang terpenting buat dia adalah, gimana caranya buat dapatin Tasya, tapi tanpa usaha. So stupid." emosi gue bener-bener bermain setiap kali inget kejadian itu.

FIRST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang