"Nay... Naya...." Evan memanggil-manggil nama Kanaya dengan tidak sabar, bahkan Ia terus mengetuk pintu kamar Kanaya yang masih tidak memberikan jawabannya.
"Nek... Nenek..." Merasa tidak mendapatkan jawaban dari Adiknya, maka Evan segera berlari ke lantai 1 untuk menghampiri kamar Neneknya.
"Revan? Ada apa sayang? Ketok-ketok pintu kayak orang kasurupan." Tanya Nenek yang akhirnya keluar dari kamar.
"Nek, nenek liat Vanessa nggak?" Tanya Evan to the point. "soalnya dia nggak ada di kamar." lanjut Evan yang terlihat semakin panik. Dengan kehadiran Tasya di rumah neneknya saja sudah membuat Ia merasa sangat bersalah dengan Vanessa, dan sekarang Ia akan merasa semakin bersalah jika terjadi sesuatu pada Vanessa.
"Hah?? Iiih Nenek teh dari tadi kan di kamar, istirahat." Jawab Nenek yang jadi keikut panik. "coba-coba Nenek telfon dulu Mang Didin, supaya cari teman kamu ya. Kamu coba cari dia ke sekitar perkebunan atau jalan belakang." Perintah Nenek dan berjalan menuju ruang tamu untuk menelfon Mang Didin, sopir keluarga.
Mendengar ada keributan membuat Kanaya akhirnya keluar dan turun dari kamarnya. "Kak, ada apa??" Tanya Kanaya dengan wajah bingungnya.
"Nay kamu nggak liat Vanessa??" Tanya Evan dan langsung mencengkram bahu milik Kanaya.
Kanaya menggelengkan kepalanya, sebagai jawaban bahwa Ia juga tidak melihat Vanessa sejak terakhir kali di teras rumah.
Evan terlihat cukup frustasi setelah menyadari bahwa Vanessa tidak ada di kamarnya. "Kalo sampe ada apa-apa sama Vanessa, lo orang pertama yang bakal gua..." Evan menahan kata-katanya yang ditujukan untuk Tasya yang masih berada di ruang tamu.
"Van, aku minta maaf.." Ucap Tasya dengan wajah yang penuh penyesalan itu.
Tanpa membuang waktu lagi, Evan segera berlari menuju mobilnya dan mencari Vanessa kemanapun itu sampai ketemu, dan mengabaikan Tasya yang berdiri dihadapannya. Semakin memikirkan kejadian ini semakin Evan merasa takut dan khawatir kalau saja nantinya terjadi sesuatu pada Vanessa. Apalagi dia nggak tau daerah sini sama sekali, gimana kalo misalnya ada orang-orang yang mau berniat jahat sama dia?
"Akkkhhh!!!" Evan meninju setir mobilnya setiap kali pikiran buruk mengenai Vanessa muncul menggerayangi. "kamu kemana sih, Nes?? Kenapa juga harus pergi kayak gini..." Evan bergumam sambil menengok kanan dan kiri, berharap bisa menemui Vanessa dalam keadaan baik-baik saja.
--
"kenapa sih gue harus sial kayak gini?! Padahal kan gue udah bayangin hal-hal yang romantis bareng Evan!" Gue ngedumel sendiri sambil terus berjalan ke arah yang gue sendiri nggak tau kemana tujuannya. Sepanjang jalan, kanan dan kiri gue cuma ada perkebunan dan sawah-sawah kecil. Gue yakin untuk mencapai jalan raya pasti masih jauh banget, mengingat jarak masuk ke rumah Neneknya Evan aja butuh waktu 30 menitan. "kalo tau bakal berakhir kayak gini, mendingan gue milih buat tidur aja dirumah! Atau ikut Olive sekalian deh ke acara keluarganya! Iiiii beteeee!!!" gue masih ngomel-ngomel sendiri setiap kali inget-inget adegan Evan berdua sama Tasya.
"Neng? Ada apa atuh ngomel-ngomel sendiri??" Tanya seorang Bapak Tua yang datang dari arah berlawanan. Penampilannya sih sederhana banget, polo shirt dan celana bahan ditambah sepatu boots tinggi.
"Ah, enggak Pak.. Sa--saya lagi cari jalan buat ke jalan raya." jawab gue sekenanya. "Bapak tau nggak ya jalan menuju jalan raya itu kemana?" Tanya gue sekalian, kali aja Bapak Tua ini bisa bantu gue kasih tau arah tercepat menuju jalan raya.
"Wah, itu mah jauh sekali. Memangnya Neng ini dari mana dan mau kemana? Kok sendirian aja?" Jawab Bapak Tua itu. "Neng bukan orang sini ya pasti?" Tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST SIGHT
Random"Sometimes when you meet someone. There's a click. I don't believe in love at First Sight. But I believe in that click. But it's different, when I'm with you." (27-05-2018) ~ Highest Rank TOP 10 - Teenlit ~ #5 in 'teenlit' #2 in 'jefrinichol' #4 in...