#46

4K 257 6
                                    

Sudah seminggu aku di rumah sakit. Aku berusaha keras untuk memulihkan tubuhku, supaya aku bisa segera bertemu Kak Leon. Sudah seminggu ini juga aku tidak bertemu dengan Kak Jo. Tapi ia berjanji akan menemuiku hari ini, hari kepulanganku dari Rumah sakit.

Meski lenganku masih di perban, aku sudah bisa berjalan secara normal. Luka di kepalaku juga sudah mengering, walaupun belas jahitan di dahiku masih bisa terlihat. Dokter mengatakan akan memakan waktu yang cukup lama agar bekas lukanya menghilang sepenuhnya, tapi aku sama sekali tidak mempedulikan luka di kepalaku. Aku hanya ingin tau keadaan Kak Leon.

"Chel, udah siap pulang?" Tanya Kak Jo sambil membawakan tasku. Aku berterima kasih sekali pada Kak Jo, karena berkat dia kami sekeluarga tidak perlu memikirkan biaya perawatanku selama disini. Papa Mamapun tidak keberatan mendapat bantuan dari Kak Jo. Kak Jo memang pandai sekali berbicara dan ia meyakinkan orangtuaku untuk menerima bantuannya.

"Kak Jo? Kau baik-baik saja?" Tanyaku melihat lingkaran hitam di bawah mata Kak Jo. Entah kenapa ia tidak seperti Kak Jo yang biasanya.

"Kalau yang kau maksud tubuhku, aku baik-baik saja. Tapi tidak dengan hatiku. Sudahlah, tidak usah dibahas. Sekarang yang terpenting adalah..."

"Ayo Chel, taksi sudah menunggu di depan" Papa dan Mama tiba-tiba masuk sambil tersenyum. Akupun mengangguk dan berjalan perlahan dibantu oleh Mama.

"Permisi, apa anda Bapak Wijaya? Kami kemari ingin menginvestigasi kasus tabrak lari pada Saudara Leon Wirajaya" Kami semua terdiam melihat 3 orang berseragam polisi menghampiri Papa. Rasa takut langsung menghampiriku. Aku segera menggenggam tangan Papa.

"Saya Wijaya" Jawab Papa akhirnya.

"Bapak bisa ikut kami untuk memberikan keterangan?" Tanya Pak Polisi. Papa mengangguk lalu tersenyum padaku.

"Pulanglah, Chel. Papa tidak akan lama. Tunggu Papa di rumah. Jaga Mama.." Papa menepuk tanganku dan mencium keningku. Bibirku bergetar, aku berusaha menahan airmataku.

"Sebentar, Pak. Apa boleh Pak Wijaya didampingi pengacara?" Tanya Kak Jo sambil mengeluarkan handphonenya.

"Tentu saja, Pak. Pengacara Bapak boleh menyusul kami ke kantor polisi. Kami permisi.." Aku meneluk Mama yang sudah menangis melihat kepergian Papa.

"Papa ga bersalah, Chel. Gimana kalau mereka menghukum Papa?" Tanya Mama dengan tangan bergetar.

"Ini semua salah aku, Ma. Papa ga akan dibawa polisi kalo aja aku....." Airmataku mengalir deras. Inilah harga yang harus kubayar? Apakah pantas perasaanku ditukar dengan kebebasan Papa? Aku tidak akan sanggup...

"Tenang dulu, Tante. Sekarang saya anter kalian dulu ke rumah. Kalian harus kuat, untuk Om Wijaya juga.." Kak Jo pun mengantar kami sampai di rumah, di dalam perjalanan kami semua terdiam, tenggelam dalam pikiran kami masing-masing.

---

"Semua ini karena Papanya Leon, Chel. Terakhir kali gw ketemu dengan beliau, dia curiga sama Om Wijaya. Leon juga belom sadar untuk cerita semua kejadiannya"

"Apa Kak Leon baik-baik aja, Kak?" Tanyaku cemas.

"Gw juga gatau, Chel. Gw ga pernah di ijinin untuk ngeliat Leon"

"Sekarang aku ga bole terus mikirin Kak Leon, aku harus menemui Papa. Ayo, Kak.."

Kami menemui pengacara kenalan Kak Jo di depan kantor polisi. Pak Agus, pengacara Papa mengajakku dan Kak Jo untuk bicara. Kami duduk di bangku di depan kantor polisi.

"Kasusnya agak sulit. Pihak korban meminta Pak Wijaya untuk ditahan dan diperiksa.
Mereka mempunyai bukti-bukti yang memberatkan Pak Wijaya.." Pak Agus menjelaskan situasinya pada kami.

"Bukti apa, Pak? Papa saya ga bersalah! Mereka ga akan punya bukti!" Aku mengepalkan tanganku.

"Bukti-bukti bahwa Pak Wijaya mempunyai dendam kepada keluarga Wirajaya. Itu yang sedikit memberatkan.."

"Langkah apa yang bisa kita ambil, Pak?" Tanya Kak Jo.

"Korban harus memberi keterangan, dan kita harus menemukan pelakunya sesegera mungkin" Aku dan Kak Jo terdiam. Bahkan keadaan Kak Leon masih belum kami ketahui. Dan bagaimana cara mencari pelakunya?

---

"Maafin aku, Pa" Ucapku saat Papa datang dan tersenyum padaku.

"Kalau aja aku dengerin kata-kata Papa. Kalau aja... Semua gara-gara aku.. bahkan Papa bangkrut 7 tahun yang lalupun karena aku" Airmataku mengalir, aku menggenggam erat tangan Papa.

"Kamu ga salah, Chel. Maafin Papa. Papa uda merestui kamu sama Leon. Papa bisa lihat dia anak yang baik dan benar-benar tulus sama kamu. Tapi mungkin jalan kamu akan berat, sayang.."

"Pa..."

"Kejarlah kebahagiaan kamu, kebenaran pasti menang. Papa ga akan lama di sini. Papa hanya bisa kasi pesan, jangan takut apapun selama kamu benar, sayang"

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang