#56

3.4K 215 6
                                    

"Kak Jo? Ada apa?" Aku menemui Kak Jo di ruang VVIP club seperti biasa, setelah menerima telepon darinya siang tadi.

"Duduklah, Chel. Aku ingin bicara." Kak Jo memintaku duduk di sebelahnya, di sebuah sofa panjang. Akupun tanpa ragu duduk di sana.

"Sebentar, Chel. Aku masih menunggu seseorang."

"Shella?"

"Sudah menunggu lama?" Aku berbalik, dan mendapati Kak Leon sedang berjalan menghampiri kami. Nafasku tertahan melihatnya mendekat, tapi aku segera mengendalikan diri.

"Kak Jo, aku sudah bilang..."

"Aku tau, Chel. Tapi maaf, aku selalu berada di pihak Leon." Kak Jo berbisik, dan aku meringis mendengar perkataannya. Kak Leon duduk di sebelah Kak Jo, menjadikan Kak Jo ada di tengah-tengah kami.

"Karena semua sudah datang, aku akan menjelaskan secara singkat. Chel, bisakah kau membantu Leon menemukan kembali ingatannya yang hilang?"

"Kak Jo!!"

"Kenapa dia?"

Kami protes berbarengan. Aku bisa melihat sikap arogan Kak Leon.

"Le, kunci ingatanmu yang hilang adalah Rachel, aku bisa pastikan itu." Kak Jo tampak menghela nafasnya berkali-kali.

"Aku bahkan masih mengingat kalau wanita ini mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengenalku."

"Aku memang tidak mengenalmu. Jadi, jangan ganggu aku! Kalau kau mau menemukan ingatanmu yang hilang, carilah dokter terbaik! Jangan cari aku!"

"He? Kau bersikap seolah-olah kau tidak mengenalku. Apa mungkin kau berhutang padaku? Berapa hutangmu padaku?" Kak Leon melipat tangan di dadanya dengan sikap angkuhnya.

"Apa kau bilang? Berhutang??"

"Aku tidak menemukan alasan lain kenapa kau tidak mau membantuku."

"Aku sama sekali tidak mau berurusan dengan anda, Leon Wirajaya."

"Oh ya? Dan kau pikir aku percaya?"

"Chel, kau harus membersihkan namamu." Kak Jo tertawa kecil melihat kami yang sedang berseteru.

"Memangnya apa yang bisa kulakukan, Kak Jo!! Aku bukan dokter!" Aku hampir saja akan melempar tasku ke wajah Kak Jo kalau aku tidak mengingat jasa-jasanya.

"Sekarang kau jawab 3 pertanyaanku dengan jujur. Aku akan memutuskan apakah kau bisa membantuku atau tidak." Kak Leon menyandarkan tubuhnya dan melihatku dengan tatapan menyelidik.

"Baiklah, 3 pertanyaan." Aku membuang ke samping, enggan melihat wajahnya.

"Pertanyaan pertama, kapan kita pertama kali bertemu?"

Bibirku mendadak kelu mendengar pertanyaannya. Aku menelan ludahku, pikiranku melayang. Melayang pada saat itu, saat aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya. Pertemuan yang aku tidak tau harus kusesali atau kusyukuri.

"8 tahun yang lalu." Jawabku singkat. Sesaat ia terdiam, dan aku menoleh ke arah Kak Leon, melihatnya yang tampak sedang berpikir, atau mungkin mencoba mengingat-ingat saat-saat 8 tahun yang lalu, walau sepertinya sia-sia.

"Pertanyaan kedua, kapan terakhir kali kita bertemu?" Aku kembali menahan nafas mendengar pertanyaan keduanya. Terakhir kali kami bertemu adalah saat-saat yang tidak ingin kuingat. Tanpa sadar aku menyentuh bekas luka di dahiku. Bekas luka yang sama sekali belum menghilang. Aku masih mengingat jelas darah yang mengalir, teriakan yang menyedihkan, dan ketakutan yang tidak berujung. Saat-saat itu masih sering menghampiri malam-malam panjangku, mimpi buruk yang seakan tidak akan berakhir.

"2 bulan yang lalu."

"Pertanyaan terakhir, apa kita pernah saling mencintai?"

"..."

Aku menatapnya tidak percaya. Aku sama sekali tidak menyangka ia akan menanyakan hal seperti itu. Aku melihat Kak Jo, dan aku tertawa kecut.

"Kau serius menanyakan hal itu?? Apa kau waras?"

"Ada yang salah dengan pertanyaanku?" Tanyanya dengan santai sambil menegakkan bahunya.

"Tidak ada yang salah dengan pertanyaanmu, tapi sepertinya ada yang salah dengan otakmu!!" Aku berteriak frustasi.

"Kau lupa? Memang ada yang salah dengan otakku."

"Aku lupa, kau memang sedang tidak waras. Kau sama sekali tidak tau apa yang kau tanyakan."

"Pertanyaan terakhirku akan menentukan apakah kau bisa membantuku atau tidak, jadi jawab saja pertanyaanku. Apakah kita pernah saling mencintai?"

"..."

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang