#49

3.6K 228 2
                                    

"Sampai di sini dulu ya, salam Love Radio. Lagu terakhir untuk pendengar, surat cinta untuk Starla. Enjoy.."

Kutuliskan kenangan tentang
Caraku menemukan dirimu
Tentang apa yang membuatku mudah
Berikan hatiku padamu

Takkan habis sejuta lagu
Untuk menceritakan cantikmu
Kan teramat panjang puisi
Tuk menyuratkan cinta ini

Telah habis sudah cinta ini
Tak lagi tersisa untuk dunia
Karena tlah kuhabiskan
Sisa cintaku hanya untukmu

Aku pernah berpikir tentang
Hidupku tanpa ada dirimu
Dapatkah lebih indah dari
Yang kujalani sampai kini...

Erina, teman kerjaku memberikan isyarat agar aku menghampirinya. Aku tersenyum dan mengangguk, lalu menghampiri gadis cantik itu.

"Hari ini bos traktir. Siap-siap ya.." Katanya begitu aku menghampirinya.

"Emank ada apa?" Tanyaku penasaran.

"Biasa, si bos ultah, jadi kita di traktir makan malem. Nanti kita naik mobil kantor aja"

"Wah, gw ikutan ya. Ayo berangkat sekarang, nanti kena macet" Sahut Sisil, teman kami juga.

"Ayo deh, langsung aja gausa dandan dulu" Kamipun ikut mobil kantor ke sebuah hotel mewah. Karyawan di Radio ini memang tidak terlalu banyak, sekitar 40-50 orang. Bos kami juga sangat baik kepada karyawannya.

Sampai di hotel, kami menuju Restoran yang ada di dalam hotel tersebut dan melakukan reservasi untuk 50 orang.

"Untuk 30 menit lagi ya Pak"

"Baik, Bu. Tempatnya akan kami siapkan"

"Kita tunggu di coffee shop aja yuk" akupun mengikuti Erina dan Sisil ke lantai bawah. Aku memesan greentea frappucino yang merupakan kesukaanku. Setelah aku mendapat minumanku, aku mencari tempat duduk kosong untuk kami bertiga. Saat aku menemukannya, aku menghampiri meja kosong itu dan meletakkan minumanku di meja itu, tepat ketika seseorang juga meletakkan minumannya di sana.

"Lo bisa cari tempat lain, gw duluan" Sahut suara arogan itu. Suara yang sudah lama tidak kudengar. Aku berusaha mengendalikan diriku.

"Sori, gw duluan kok yang liat tempat ini, jadi lo aja yang pergi" Akupun duduk di sana tanpa peduli tatapan mengintimidasinya.

"Lo ga kenal gw?" Tanyanya, masih dengan sikap arogannya.

"Engga. Siapa ya? Apa gw kenal lo?"

"Lo ga kenal gw? Apa lo ga punya TV di rumah?"

"Gw ga kenal lo"

"Siapa nama lo?" Tanyanya sambil duduk di hadapanku.

"Penting buat lo?" Tanyaku ketus. Aku sendiri terkejut, ternyata aku bisa bersikap seperti ini padanya. Dalam hati aku memuji diriku sendiri.

"Ga penting, jadi bisa lo pergi sekarang? Tunangan gw sebentar lagi dateng"

"Temen gw juga sebentar lagi dateng. Jadi tolong lo aja yang pergi"

"Rachel? Lo sama siapa?" Sisil dan Erina menghampiriku dan terheran-heran melihatku.

"Lo bukannya Leon Wirajaya ya?" Tanya Erina ketika melihat Leon yang duduk di depanku. Aku menghela nafas dan bersiap pergi dari sana. Aku sudah berdiri dari kursiku.

"Lo kenal sama Rachel?" Tanya Erina lagi, membuatku terbatuk-batuk dan greentea frappucino yang baru saja kuminum keluar dari mulutku tanpa bisa kutahan dan membasahi kemeja pria di depanku ini.

"What the hell???" Ucapnya sambil menatap kemejanya yang sekarang basah karena ulahku.

"Sori, gw pergi" Akupun segera pergi dari sana, tanpa mempedulikan panggilan Sisil dan Erina. Dan ketika baru beberapa langkah aku meninggalkan coffee shop itu, tanganku ditarik oleh seseorang.

"Setelah ko kotorin kemeja gw, lo kabur?" Tanyanya dengan wajah kesal. Erina dan Sisil pun sudah ada di sebelahku.

"Sori, gw akan ganti biaya laundrynya" Aku mengeluarkan dompet dari tasku. Dan tiba-tiba ia mengambil dompetku dan melihat isinya.

"Apa-apaan?" Tanyaku gusar. Ia mengambil sesuatu dari dompetku.

"Rachel Milla?" Tanyanya setelah ia melihat KTP ku.

"I will pay the bill oke?" Aku mengambil dompet dan KTPku lalu memberikan uang seratus ribuan padanya.

"We're done. Right?" Kataku ingin cepat mengakhiri ini semua.

"You don't know me? Are you sure?" Tanyanya lagi, membuat kakiku bergetar.

"Lo pikir lo seterkenal itu? Sampe semua orang harus kenal lo? Sori gw kuper" Kataku akhirnya, bersiap untuk pergi dan berbalik badan. Tapi ia menggenggam pergelangan tanganku, mencegahku untuk pergi.

"Because, i think i know you..."

"No, you're not" Aku melepas genggaman tangannya di pergelangan tanganku dengan kasar dan kali ini benar-benar pergi darinya.

Kau hanya mimpi bagiku,
Mimpi buruk yang sudah berakhir.
Mimpi buruk yang sakitnya begitu nyata.
Saat aku terbangun dari mimpi buruk itu,
Aku tidak akan menangis,
Tapi aku akan melupakannya.

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang