#57

3.8K 230 9
                                    

Apakah kami pernah saling mencintai? Pertanyaan Kak Leon bergema di kepalaku, berulang-ulang. Aku menekan dahiku dengan punggung tanganku. Berharap akulah yang kehilangan ingatan, bukan dia. Semudah itu ia melupakan segalanya, dan betapa beruntungnya ia bisa lari dari segala masalah, tanpa harus bersusah payah. Andai aku juga bisa seperti itu, tanpa harus mengingat saat-saat yang membuatku sulit untuk melangkah ke depan. Aku bisa melihatnya menunggu jawabanku, dengan tatapan mata tajamnya.

"Mungkin, dulu..." Aku menekankan kata-kata 'dulu' dengan sangat baik. Aku bangga dengan diriku sendiri.

"Baiklah, kau mengenalku cukup lama, dan kita pernah saling mencintai." Kak Leon juga menekankan kata 'pernah' dengan sangat baik, sambil tersenyum kecil.

"Lalu?" Mendengarkanku, ia bangkit berdiri dan menarik tanganku, sampai aku berdiri sejajar dengannya.

"Tentu saja kau kandidat yang tepat untuk membantuku mengembalikan ingatanku, ... siapa namamu?"

"Rachel Milla, dan kau bisa mulai dengan memanggilnya Milla, Le. Oh iya, terima kasih kembali." Kak Jo tertawa kecil dan mengedipkan satu matanya padaku, dengan gaya menggoda. Aku akan membuat perhitungan padanya nanti! Kak Jo benar-benar pengkhianat! Saat aku ingin protes, Kak Leon sudah menarikku untuk mengikutinya keluar dari ruang VVIP ini. Aku ingin memprotes, tapi suara hingar bingar musik mengurungkan niatku. Begitu keluar dari ruang VVIP yang kedap suara, suara musik yang keras, bercampur dengan teriakan orang-orang terdengar sangat jelas.

Setelah sampai di mobilnya, ia mendorongku masuk di bangku penumpang, lalu ia segera menduduki bangku pengemudi.

"Aku tidak bilang akan membantumu!" Teriakku begitu ia masuk ke dalam mobil.

"Kau tidak punya alasan untuk menolak membantuku. Aku bahkan akan memberikan imbalan yang setimpal." Ia mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Aku tidak butuh imbalanmu. Cari saja orang lain." Kak Leon benar-benar tidak mendengarkanku, dan mulai menjalankan mobilnya.

"Kita mau kemana?" Tanyaku putus asa.

"You tell me."

"What?"

"Beritahu aku tempat yang bisa membuatku mengingat semuanya. Kalau kita pernah saling mencintai, kita pasti punya tempat istimewa bukan?"

"Kita sama sekali tidak punya tempat istimewa." Aku bahkan tidak bisa mengingat tempat istimewaku dan Kak Leon. Apakah pernah ada tempat istimewa?

"Tidak ada? Kalau begitu mungkin menciummu akan membuatku ingat? Kita pasti pernah berciuman kan? Atau kita melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar ciuman?" Ia menghentikan mobilnya dan mulai mendekatiku. Aku terkejut dan mulai mendorongnya sampai tubuhku membentur jendela mobil di belakangku.

"Berhenti, Leon." Ancamku dengan suara bergetar. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berdekatan dengan Kak Leon. Aroma tubuhnya masih bisa mempengaruhiku, dan aku membenci bagaimana deru nafasnya masih bisa membuat jantungku berdetak kencang.

"Sebaiknya kau sebutkan tempatnya, atau aku akan menciummu di sini." Ia mengambil kedua tanganku yang menghalanginya untuk mendekat, dan aku bisa merasakan nafasnya saat bibir kami benar-benar dekat.

"Bandung." Kataku akhirnya sambil menutup mata. Aku bisa mendengar tawa kecilnya, dan saat aku membuka mata, ia mengambil sabuk pengamanku dan memasangkannya di tubuhku, sampai aku mendengar bunyi 'klek', yang menandakan aku sudah mengenakan sabuk pengamanku. Sialan!

"Bandung? Kupikir kau akan menyebutkan sebuah nama hotel mungkin?" Ia tertawa kecil, dan menatapku. Aku balas menatapnya tidak percaya. Sejak kapan Kak Leon menjadi laki-laki yang suka menggoda wanita? Aku seperti melihat Kak Jo kedua.

"Kau bisa ke hotel manapun dengan calon istrimu, tidak denganku, Leon Wirajaya."

"Kupikir aku mulai mengingat aroma tubuhmu. Awal yang bagus bukan?" Aku menatapnya tidak percaya, dia sama sekali tidak menanggapi kata-kataku.

"Kau bisa ke sana sendiri. Turunkan aku di sini." Aku melihatnya mengambil handphonenya, dan mulai menelepon seseorang.

"Rei, aku akan keluar kota selama beberapa hari. Tolong gantikan tugas-tugasku. Jika ada hal penting, tunggu sampai aku kembali. Tolong berikan laporan penting lewat email saja." Dari dulu Kak Leon tidak ingin meneruskan usaha Papanya. Ia lebih suka membangun usaha sendiri, atau bekerjasama dengan Kak Jo. Bahkan ia sudah tidak memakai uang dari Wirajaya sejak ia membangun bisnisnya di Newyork. Ia juga jarang sekali memakai setelan jas seperti saat ini. Seingatku ia lebih suka mengenakan kaus dan kemeja, serta celana santai. Hanya dalam waktu 2 bulan Kak Leon berubah dalam sekejap, tapi aku sama sekali tidak menyalahkannya, karena aku juga berubah, berubah menjadi Rachel yang kubenci.

Aku tidak lagi memikirkan orang lain, aku mementingkan diriku sendiri, dan membuang Kak Leon dari kehidupanku. Aku bukan aku yang dulu lagi..

Handphone Kak Leon berbunyi, dan aku bisa melihat foto Kak Amanda di layar handphone itu. Sambil tersenyum Kak Leon mengangkat telepon dari Kak Amanda.

"Aku harus keluar kota selama beberapa hari, tapi aku janji akan menemanimu seharian untuk memilih gaun untuk pernikahan kita begitu aku kembali."

"..."

"Kau marah?"

"..."

"Aku bahkan akan mengambil cuti untuk menemanimu kemanapun kau mau."

"..."

"Kau bisa memegang janjiku." Kak Leon tertawa kecil. Melihat Kak Leon yang sekarang, aku bertanya-tanya dalam hati kecilku. Akankah ia masih mencintaiku setelah ingatannya kembali? Atau ia akan membenci diriku yang sekarang dan menyesal sudah mengingatku?

Aku menatap keluar jendela, saat mobil mulai memasuki tol Bandung. Bandung... apakah itu tempat istimewa kami? Aku bahkan hanya bisa mengingat Bandung sebagai tempat kami terpisah karena sebuah kecelakaan tragis, bukan sebuah tempat dengan kenangan yang indah.

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang