#65

4.3K 218 1
                                    

Tubuhku menegang mendengar ucapannya. Aku selalu mengingat pembicaraan terakhirku dengan Kak Leon sebelum kecelakaan itu. Aku mengingat semuanya dengan jelas, bahkan aku masih mengingat darah yang mengalir.

Tidak ada yang tau pembicaraan kami saat itu, hanya kami berdua yang mengetahui tentang hal itu. Apakah mungkin? Tapi jika ia sudah mengingat semuanya, mengapa aku merasakan kalau Kak Leon belum sepenuhnya kembali kepadaku? Sikapnya, perlakuannya padaku, sangat berbeda...

"Apa yang sedang kamu dipikirkan dengan kepala cantikmu itu, sayang?" Ia tersenyum, tapi bukan senyuman lembut yang dulu sering ia perlihatkan padaku. Ia berbeda, sangat berbeda.

"Kita hanya akan menikah seperti ini? Tanpa orangtua kita?" Tanyaku akhirnya.

"Iya, tanpa orangtua kita. Mereka hanya akan membuat semuanya menjadi semakin rumit. Tapi bisa aku pastikan, mereka akan datang saat resepsi kita nanti."

"Kak..."

"Kau berisik sekali. Apa sebaiknya aku menelepon polisi? Jangan buat aku berubah pikiran dan membuat pernyataan pada polisi yang akan membuatmu menyesal." Kak Leon mengeluarkan ponselnya, dan aku segera menahan tangannya. Ia tersenyum dan menarik tanganku, membawaku masuk ke ruangan tadi.

"Kita sudah bisa mulai?" Tanya seorang wanita yang sepertinya akan mendaftarkan pernikahan kami. Pernikahan? Aku akan menikah? Dengan Kak Leon?

Kak Leon menuntunku untuk duduk, kemudian ia duduk di sebelahku. Ucapan-ucapan wanita itu sama sekali tidak kudengar. Aku sibuk dengan pikiran-pikiranku sendiri. Bagaimana dengan Kak Amanda? Apa ia sudah menyerah untuk mendapatkan Kak Leon? Bagaimana dengan Papa Leon? Ia tidak akan semudah itu menerimaku, apalagi ia sudah terlanjur mengira bahwa Papa yang sudah mencelakakan Kak Leon.

Entahlah, pikiran-pikiran itu hanya membuat kepalaku sakit. Aku hanya perlu tanda tangan saja kan?

---

"Selamat, Le. Aku sama sekali tidak menyangka kau menikah secepat ini." Kak Jo memeluk Kak Leon, dan menepuk bahunya perlahan.

"Selamat, Chel." Shella memelukku dengan mata berkaca-kaca.

"Astaga, Shel. Bagaimana kamu bisa terharu seperti ini? Aku merasa baru saja aku memperpanjang paspor, bukannya menikah."

"Bercandamu tidak lucu, Chel."

"Kamu lihat kan, Shel? Aku mengenakan kaus kumel, celana pendek, rambut kusut, wajah tanpa makeup. Bahkan penampilanku pasti akan lebih baik dari ini kalau aku akan memperpanjang paspor." Aku mendengar tawa Kak Jo dan Kak Leon di telingaku.

"Aku akan menebusnya, Rachel Milla Wirajaya." Kak Leon merengkuh wajahku, dan mengecup bibirku. Aku berdehem, dan menjauhkan wajahku darinya.

"Get a room already!" Umpat Kak Jo sambil tertawa, membuat pipiku terasa panas. Oh Tuhan...

"We will..." Kak Leon mengajakku keluar ruangan, dan menuju lift. Ku lihat asisten Kak Leon yang bernama Rei mengikuti kami.

"Kita mau kemana, Kak?" Tanyaku ketika kami sudah ada di dalam lift.

"Tentu saja ke rumah baru kita, sayang. Kau istriku dan harus selalu bersamaku." Kak Leon sudah menyiapkan semuanya? Sejak kapan ia merencanakan semua ini?

Ternyata Rei yang menyetir, dan ia membawa kami ke sebuah rumah. Rumah itu.. Rumah yang sudah kujual.

"Aku membelinya lagi. Dan kuharap kau tidak menjualnya lagi, Sayang." Kak Leon menyindirku, aku tau dari nada suaranya. Aku mendengus dan memalingkan wajah.

Rumah itu sudah terisi perabotan bernuansa putih dan krem. Sangat indah dan terkesan minimalis. Aku menyukainya.

"Kamu bisa memindahkan barang-barangmu ke sini. Rei akan membantumu. Ayo, kutunjukkan kamar kita." Kak Leon mengajakku ke lantai 2. Ke sebuah kamar yang indah. Kamar kami... Wajahku memerah saat memikirkannya.

"Kamu suka?"

"Suka." Jawabku singkat.

"Bagus kalau kau suka." Ia mendekat dan mengecup bibirku, menarik tengkukku, dan melumat bibirku.

"Kak, untuk apa Rei kesini?" Tanyaku di sela-sela ciuman kami. Kudengar Kak Leon mengeram kesal.

"Jangan mengucapkan nama pria lain saat aku sedang menciummu, Rachel." Ia mencium rahangku, lalu turun ke leherku. Ia mengecup dan menggigit leherku, sampai aku menggigit bibir bawahku, menahan agar suara desahanku tidak keluar.

"Kamu akan pergi?" Tanyaku dengan susah payah, sambil menahan desahanku.

"Tidak sampai kita menyelesaikan ini, Sayang." Kami melakukannya, untuk pertama kalinya sebagai suami istri.

---

"Aku pergi sebentar. Kalau kamu membutuhkan apapun, Rei akan membantumu. Aku tidak akan lama." Kak Leon mengecup pundakku, dan beranjak mengambil pakaiannya. Aku juga beranjak dan mengambil pakaianku, dan memakainya dengan cepat.

"Kemana, Kak? Kamu akan pulang... untuk... makan malam?" Tanyaku hati-hati.

"Aku hanya ke kantor sebentar. Aku akan makan masakanmu malam ini." Ia mendekat dan mencium keningku, lalu berbalik dan pergi.

Setelah Kak Leon pergi, entah kenapa aku merasa hampa. Aku ingin berlari dan mengejarnya, memintanya untuk tetap di sini, di sampingku.

"Ibu perlu bantuan?" Rei berdiri di pintu kamar yang memang sudah terbuka. Aku berusaha untuk tersenyum.

"Kau bisa mengantarku belanja bahan makanan?" Tanyaku akhirnya.

"Tentu saja."

"Apa dia akan kembali?" Tanyaku berbisik.

"Tentu saja Pak Leon akan kembali. Pak Leon akan kembali ke rumahnya. Kembali pada Istrinya."

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang