#60

3.9K 197 4
                                    

Apa aku bermimpi, Tuhan?

"Jika selama ini aku hidup dalam kebohongan, aku akan membuang semuanya. Aku akan kembali padamu." Keningnya menyentuh keningku, dan ia tersenyum lembut. Senyum yang selalu kuingat, senyum yang tidak berubah.

"Kamu akan kembali padaku?"

"Tidak, aku memang tidak pernah meninggalkanmu, setidaknya itu kata hatiku." Ia kembali menciumku, dan aku melingkarkan tanganku pada lehernya, membalas ciumannya.

"Aku merindukanmu, Kak..." Aku mengucapkannya di sela-sela ciuman kami, dan tanpa terasa air mataku menetes.

"Aku pikir aku tidak akan punya kesempatan untuk mengatakan hal ini padamu, Kak. Aku sangat merindukanmu..." Aku mempererat pelukanku, dan malam itu kami tidur berpelukan. Aku bisa mendengar detak jantungnya dengan jelas, hanya seperti ini aku merasa nyaman. Andai waktu bisa berhenti, aku akan memohon untuk menghentikan waktu sekarang. Andai aku bisa memohon, aku akan memohon, agar pria yang sedang memelukku ini bukan Leon Wirajaya, tapi hanya seorang pria yang mencintaiku.

Andai semua keinginanku bisa menjadi nyata...

Tapi aku lupa, kebahagiaan bukan milikku..

---

"Selamat atas pernikahan kalian." Kak Jo menggenggam tanganku, menarikku lembut ke atas pelaminan, memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai yang sekarang sudah ada di depanku.

Kedua mempelai di depanku tampak tersenyum, sang mempelai pria memeluk Kak Jo dengan hangat, mengucapkan terima kasih. Aku tersenyum getir melihat pemandangan di depanku. Kak Jo melepas genggaman tangannya, untuk memberikan tepukan hangat di bahu sang mempelai pria.

"Selamat." Aku mencoba sekuat tenaga untuk tersenyum kepada mempelai wanita.

"Thanks, Chel. It means a lot. Semoga kau juga bahagia." Sang mempelai wanita menggenggam tanganku, tapi aku tidak bisa merasakan apa-apa. Aku melepaskan genggaman tangannya dengan kasar, melihat sang mempelai pria yang saat ini sedang menatapku, mungkin menungguku mengucapkan selamat padanya. Aku mengangkat tanganku yang bergetar, melayangkan tamparan keras di pipinya. Kak Jo menahanku, tapi aku menepisnya.

"Selamat atas pernikahanmu, Leon. Semoga kau menderita selamanya." Aku berlari turun dari pelaminan megah itu, berlari menuju mobilku, masuk ke dalam mobil sambil membanting pintu, dan menjalankan mobilku tanpa mempedulikan Kak Jo yang mengejarku. Aku menaikkan kecepatan mobilku, air mata sudah mengalir tanpa permisi. Aku menghapus air mata dengan punggung tanganku, kemudian melihat truk besar di depanku. Aku berteriak kencang, dan kemudian terbangun dalam mimpiku.

"Hei, kau baik-baik saja?" Aku mendengar suara cemas Kak Leon di telingaku. Aku kemudian duduk, dan mengusap keringat yang mengalir di dahiku.

"Ya."

"Mimpi buruk? Kau mengingau."

"Maaf." Kak Leon mengusap keringatku, tangannya membelai wajahku, dan merapikan rambut di dahiku. Ia kemudian membelai bekas luka di dahiku.

"Apa yang kau mimpikan sampai membuatmu berkeringat seperti ini?"

"Kau. Aku memimpikanmu."

"Jadi aku adalah mimpi burukmu?"

"Iya, kau adalah mimpi burukku." Dan juga mimpi indahku.

"Kau lapar? Mau mencari makan?" Setelah mendengar ajakannya aku melirik jam tanganku.

"Jam 2 pagi?" Aku mengerutkan dahiku.

"Apa ada restoran yang masih buka jam segini?" Kak Leon mencium keningku, dan bibirnya menempel di dahiku cukup lama. Aku melingkarkan lenganku di lehernya, dah aku menyandarkan wajahku di bahunya.

My Not So Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang