[ 2 ]

33.2K 2.8K 40
                                    

.: Chapter 2 :.


Emma menggeram kesal ketika melihat Paula Sanches menggoyangkan ekornya di ruangan rapatnya. Membuat para pria memiliki rupa seperti buldog yang disodori daging.

Harus Emma akui, Paula, di usianya yang ketiga puluh dua benar-benar menggoda bagi para pria. Walaupun dia tinggi dan ramping, namun di bagian tubuh depan dan belakangnya, dia memiliki tonjolan yang bisa membuat para pria berfantasi.

Termasuk adik dan --mungkin saja-- ayahnya yang beberapa kali berdeham alih-alih membersihkan kerongkongannya yang tidak gatal.

Dia memang wanita penggoda, namun Emma kira dia akan jauh lebih jinak ketika Mr. Sanches melamarnya dan menikahinya tiga tahun yang lalu. Ya Tuhan, Paula sudah menikah dan bagaimana sikapnya bisa sebinal ini?

"Bisakah kau keluar dari ruangan ini, sekarang?" desisnya tajam. Mata biru Emma mengarah langsung kepada Paula sehingga tidak memerlukan seorang jenius untuk mengetahui bahwa sudah saatnya Paula pergi.

"Tentu, Mrs. Harrison. Hanya saja kopi-"

"Amanda sedang membelinya, bukan? Biarkan dia yang kemari sementara kau harus menyerahkan berkas ini ke bagian personalia. Dan itu ada di lantai tiga," ujarnya keras. Ruang rapat mereka berada di lantai sembilan. Lantai khusus bagi Emma Harrison serta terdapat sebuah ruang serba guna yang syukurlah jarang digunakan.

"Tapi itu tugas Aman-" Paula tercekat ketika melihat raut wajah bosnya yang sudah memerah menahan kesal. Baiklah, mungkin kali ini dia sudah keterlaluan menggoda Mr. Logan Heathman.

Mengedipkan matanya singkat, Paula akhirnya melenggang keluar dari ruangan itu disertai dengan tawa tertahan dari Logan Heathman yang merasa amat sangat terhibur.

"Sekretarismu benar-benar menarik," komentarnya sembari berbisik kepada Emma. "Jika kau sudah tidak tahan dengannya. Kau bisa memberikannya untuk kantorku."

Emma mendelik kesal. Membuat tawa Logan kian menjadi sementara sang ayah, hanya bisa meringis ketika putrinya memberikan tatapan yang sama kepadanya.

"Jangan katakan apapun, kepada ibumu." Peringat sang ayah.

Emma menghela napas lelah. Merasa kesal karena ruangan rapat yang biasa mereka gunakan di lantai delapan sedang digunakan untuk memberi pengarahan kepada pegawai junior. Karena itulah, rapat dewan direksi yang melibatkan sang ayah, adiknya dan beberapa pegawai lainnya berada di ruangan serba guna yang berada di lantainya.

Itu beresiko, sangat beresiko dengan keberadaan Paula dan yang lebih buruk lagi jika-

Emma menegang ketika dia mendengar suara gugup Amanda yang sedang meminta maaf. Berbalik, Emma menemukan Amanda yang kerepotan membawa sepuluh cup kopi dengan kedua tangannya.

Emma mengernyit sebelum menyadari bahwa ini adalah ulah Paula. Ya, sudah tentu dia yang menyuruh Amanda dan tujuannya, tentu saja untuk mempermalukannya.

Paula Sanches sudah sering melakukan ide-ide konyol hanya untuk bersenang-senang dan membully yuniornya. Dia pula lah yang  bertanggung jawab atas dua pegawainya yang mengundurkan diri  tiga tahun belakangan ini. Hanya Amanda yang mampu bertahan selama dua tahun terakhir, dan Emma harap, dia bisa segera memuseumkan Mrs. Sanches yang menyebalkan. Secepatnya.

"Ma-maafkan aku karena terlambat. A-ku," katanya panik ketika melihat seluruh orang di dalam ruangan mulai memperhatikannya.

"Tidak apa. Kau bisa membagikan kopi itu dan segera keluar," ujar Emma cepat. Dia segera melayangkan tatapannya ke adiknya dan menemukan wajah seorang anak yang seolah menemukan mainan baru.

"Bisakah kau lebih cepat?" tambah Emma berusaha meminimalisir godaan yang akan Amanda terima di kemudian hari. Paula memang menggoda dan membuat para pria ingin masuk ke celana dalamnya. Tapi Amanda, memiliki pesona murni yang memanggil para pria seolah dirinya ingin dimiliki dan seharusnya dilindungi.

Mendengar ucapan Emma, membuat Amanda semakin gugup dan tidak sengaja tersandung kakinya sendiri. Membuat kopi terakhir yang ia pegang terjatuh dan mengenai kemejanya.

"Anda tidak apa-apa, Miss?" suara menggoda Logan yang kini berdiri di depan Amanda yang hampir terjungkal membuat radar Emma berdiri. Logan berusaha menyentuh Amanda yang langsung mendapat penolakan dengan tubuh Amanda yang langsung beringsut menjauh. Itu tentu saja melukai ego Logan dan membuat Emma semakin khawatir. Adiknya tidak terbiasa mendapat penolakkan.

"Ma-maafkan aku," ujar Amanda gugup.

"Tidak apa-apa. Kau bisa pergi dan membersihkan diri."

Amanda mengangguk. Dengan gerakan cepat berdiri dan keluar dari ruangan itu sementara suara dengungan kecil seperti lebah mulai terbentuk.

Oh bagus. Lantainya yang sebelumnya terbebas dari gosip, pasti akan menjadi buah bibir selama beberapa waktu mendatang. Dengan Paula dan sikap murahannya, dan Amanda dengan sikap kikuknya.

"Bukankah lebih baik kita segera memulai rapat?" tanya Emma kepada seluruh staff direksi.

Dengan tatapan tajam, Emma menyuruh adiknya duduk kembali dan akhirnya, ya Tuhan, rapat sialan ini akan segera dimulai dan harus segera berakhir.

***







Ps.
Vomment, jangan lupa 😆😆😆
Kalo suka, jangan lupa masukkin reading list kalian dan rekomendasikan ke teman yaa 😊.
Love you, muach muach 💋💋

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang