[ 26 ]

12.1K 1.4K 50
                                    

.: Chapter 26 :.

Amanda tidak memikirkan lagi pertemuannya dengan Mr. Fernandez. Ia juga tidak mengatakannya kepada siapa pun karena ia memang tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu siapa pun.

Pekerjaannya masih sama. Membuatnya sibuk dengan beberapa kali memberi arahan untuk hal-hal yang perlu Marcia lakukan. Amanda masih menghindarinya. Namun pekerjaan tetaplah pekerjaan sehingga sebisa mungkin, ia tidak mencampuradukkan masalah pribadinya dengan Marcia.

Kakaknya Samantha sudah kembali ke Atlanta beberapa hari yang lalu. Memberinya pelukan dan nasihat hingga berjam-jam lamanya. Amanda bahkan harus mengusirnya secara halus dan bersumpah akan menghubunginya jika ada hal yang terjadi kepada dirinya.

Telepon di meja Amanda lalu berbunyi dan menghentikan jemari Amanda yang sedang berdansa di atas keyboard komputer.

"Amanda. Ke tempatku sekarang. Bawa dokumen Fernandez Construction," perintas Mrs. Harrison kepadanya.

Hal itu membuatnya kembali mengingat pria yang sepertinya sangat peduli kepada pekerjanya. Ia jadi bertanya-tanya mengenai kabar Linda setelah ia meninggalkannya yang sedang terlelap.

Amanda lalu masuk ke dalam ruangan Emma yang sedang memijat pelipisnya. Tumpukan dokumen di mejanya membuat Amanda ikut meringis melihat betapa banyaknya pekerjaan yang akhir-akhir ini telah Emma lakukan.

"Permisi, Ma'am," ujar Amanda karena Emma masih terlihat terhanyut dalam pikirannya. Mrs. Harrison akhirnya mendongak. Memberikan senyum profesionalnya sebelum Amanda menyerahkan dokumen yang Emma pinta.

"Kau tahu apa yang lebih parah dari pasanganmu yang telah selesai sebelum kau mendapatkan orgasme?"

Mata Amanda membulat. Bibirnya sempat terbuka karena mendengar ucapan Emma yang vulgar.

"Yaitu pria yang menggunakan kejantanannya untuk berpikir," lanjutnya lagi dengan bibir terkatup rapat. Ia lalu membolak-balikkan dokumen itu. Melihatnya dengan cepat sebelum ia memandang Amanda yang tampaj tidak nyaman berdiri di depannya.

"Duduklah Amanda. Aku memerlukan bantuanmu kali ini. Tetapi kau harus menunggu sebentar."

"Baik, Ma'am." Jawabnya patuh.

Ia mengira bahwa setidaknya dirinya perlu menunggu beberapa waktu lagi ketika sepuluh menit kemudian Emma memanggil namanya.

"Berikan ini kepada Logan. Letakan atau kau boleh melemparkannya di wajahnya. Aku mengijinkannya, Amanda."

"Apakah ada pesan untuknya?"

Emma menghela napas panjang. "Tidak. Logan seharusnya berhenti berpikir dengan kejantanannya saat ini. Dia tahu bahwa apa yang akan dia lakukan akan membuat kerugian yang tidak sedikit. Hanya saja," Emma kembali menghela napas panjang. Senyumnnya menghilang dan digantikan dengan tatapan lelah di kedua netranya. "Maafkan aku karena kau harus terseret dengan hal ini. Mungkin aku bisa memindahkanmu ke divisi lain-"

"Aku tidak apa-apa, Ma'am." Selanya cepat. "Sungguh." Lanjutnya sungguh-sungguh.

Emma lalu menghela napas panjang. Menyentuh telapak tangan Amanda yang saling bertaut di atas mejanya.

"Kita memiliki kesepakatan, Amanda. Kau adalah orang yang berarti bagi Garreth, dan itulah yang membuat kita saling terikat. Tetapi jika keadaan tidak lagi membuatmu nyaman, maka aku harus mengamankanmu."

Netra Emma menangkap Amanda. Ia bersungguh-sungguh dengan apa yang telah diucapkannya. Selama beberapa lama mereka bekerja bersama, Emma sudah menganggap Amanda seperti adiknya sendiri. Bahkan cenderung seperti seorang anak yang saat ini belum ia miliki.

"Aku akan bertahan, Ma'am. Sebenarnya aku merasakan perubahan akhir-akhir ini."

Mata Emma berbinar. "Apa itu ke arah yang lebih baik?"

Amanda mengangguk sembari memberi seulas senyum kecil. "Aku ingin meminta maaf sebelumnya, tetapi rasa takutku kepada pria setidaknya sedikit menghilang akhir-akhir ini," gumamnya dengan wajah merona.

"Itu, well. Itu kabar bagus. Bukankah begitu?"

"Kupikir begitu. Setidaknya aku tidak merasa takut ketika adikmu berada di dekatku," jelasnya. Ia lalu menyadari perkataannya dan merasa bahwa Emma bisa salah paham karenanya. "Maksudku, aku cenderung merasa kesal dan marah daripada merasa takut kepadanya. Kuharap kau tidak berpikir yang salah." Sambungnya cepat-cepat. Ia menatap perubahan ekspresi di wajah Emma. Bersyukur karena Emma terlihat mengerti dengan penjelasannya.

"Nah, kalau begitu kau bisa melampiaskan kekesalanmu kepada adikku yang bodoh itu. Kau boleh menendang sesuatu di antara kedua kakinya jika kau mau. Memberi pelajaran kepada kejantanannya mungkin akan membuatnya sedikit lebih cerdas."

Amanda meringis. Merasakan lagi kemarahan Emma kepada Logan yang mengerikan.

Lima detik kemudian, Amanda akhirnya keluar dan melangkah menuju ruang kerja Logan. Meninggalkan Emma yang menghela napas panjang dan tatapan cemas kepada Amanda.

Dari sekian banyak pria, mengapa harus adiknya yang brengsek yang membuat Amanda sedikit lebih baik?

Ia menghela napas lagi. Bertekad akan memantau sepak terjang adiknya lebih lanjut. Jika ia menyakiti Amanda, gunting rumput mungkin akan ia perlukan untuk memangkas kejantanannya sampai habis tak bersisa.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang