[ 10 ]

25.5K 2.2K 103
                                    


.: Chapter 10 :.

Amanda masih mengingat dengan jelas kala itu, ketika ia terbangun di atas ranjang rumah sakit dengan kepala diperban, ventilator yang terpasang, dan bunyi dari patient monitor yang berdengung lirih. Melirik ke samping, Amanda menemukan dirinya berada di dalam ruangan terutup dan tahu bahwa kondisinya jauh dari baik-baik saja.

Mengerjap beberapa kali, Amanda biasa mengingat percakapan terakhir yang ia bicarakan dengan ayahnya, sebelum sebuah mobil menabrak mobil yang Jackson kendarai dan bisa ditebak jika hasil akhirnya adalah buruk. Amanda lalu mendengar suara pintu dibuka, melihat Sam dengan wajah kusut berantakan.

"Amy!" pekiknya kemudian. Sam lalu segera memanggil perawat, memeriksa kondisi vital Amanda dan bergumam dengan mengucap syukur berulang-ulang.

Setelah semua tahapan pemeriksaan itu selesai, Amanda bisa bersyukur karena akhirnya ventilator yang terpasang ditubuhnya bisa terlepas dan ia bisa berbicara dengan lebih bebas.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sam dengan bodohnya. Sam tahu bahwa keadaan Amanda tidak baik, hanya saja saat ini ia membutuhkan jawaban bahwa adiknya baik-baik saja meskipun itu adalah sebuah kebohongan belaka.

"Pop?" tanya Amanda tidak menghiraukan pertanyaan Sam.

Sam menghela napas panjang. Tersenyum kepada Amanda dan menjaga matanya tidak turun ke arah perut Amanda yang mengempis. Dibandingkan dengan kondisi Jackson, Sam lebih mengkhawatirkan Amanda.

"Pop baik-baik saja. Hanya kakinya yang terluka dan dalam waktu beberapa bulan, Pop sudah bisa berlari mengelilingi rumah," canda Sam berusaha membuat keadaan Amanda lebih baik. Nyatanya, kaki Jackson yang patah sulit untuk sembuh di usianya yang sudah tidak muda lagi. Dan walaupun Jackson sama sekali tidak mengeluh akan keadaannya, hal tersebut memaksanya untuk berhenti bekerja sebagai koki di sebuah restoran hotel bintang lima. Pekerjaan yang sudah ia geluti hampir setengah abad belakangan ini.

Amanda menghela napas panjang. Merasa senang akan kabar yang Sam berikan kepadanya.

Kemudian ia merasakan keganjilan yang selama ini tertutupi dengan kabut di dalam pikirannya. Meraba perutnya dengan tangan yang tersambung dengan infus, ia tahu bahwa kehidupan yang selama enam bulan menemaninya sudah tidak ada lagi.

Dengan suara bergetar, Amanda menatap Sam dengan takut. Takut bahwa doanya di awal kehamilan akhirnya terkabul. Keinginan bahwa bayi yang tidak seharusnya ada, sebaiknya menghilang. Dan sekarang, ketika Amanda mulai menerimanya, ketika Amanda mulai jatuh cinta dengan gerakan samar yang ia rasakan di perutnya, Tuhan akhirnya mengabulkan keinginannya. Atau barangkali memberi hukuman kepadanya. Bahwa ternyata, dirinya tidak sebaik itu untuk dititipi malaikat dari surga-Nya.

"B-bayiku?"

Sam terdiam. Meremas sebelah tangan Amanda dan berusaha memberinya kekuatan. Sam sudah menyiapkan diri, dan ia siap untuk menjadi sandaran ketika adiknya menangis. Namun yang terjadi adalah permintaan Amanda untuk ditinggalkan seorang diri.

Bahkan ketika akhirnya Amanda sudah berada dalam kondisi yang lebih baik dan melihat makam kecil dari putrinya yang berusia enam bulan dalam kandungan, Amanda tidak sekali pun meneteskan air mata. Itu membuat Sam dan bahkan Jackson lebih takut daripada seharusnya.

Kemudian, ketika satu malam Amanda pulang dari galerinya dan mulai mendapat serangan ketika tertidur. Sam tahu bahwa ada yang salah dengan adiknya.

"Aku menemuinya hari itu," bisik Amanda pelan ketika akhirnya dirinya sudah tenang dari tangisannya di malam yang dingin. Di dalam rumahnya di Atlanta.

Mereka masih berada di atas tempat tidur Amanda. Sam masih disisinya ketika Amanda terbangun karena serangan yang ia kira sudah tidak lagi ia alami. Dan pada akhirnya, jika Amanda memutuskan untuk bercerita, maka Sam akan selalu menjadi telinga yang dibutuhkan untuknya.

"Dia berada di galeri," gumam Amanda lagi.

Butuh waktu sedikit lebih lama bagi Sam untuk memahami 'dia' yang dimaksud oleh Amanda. Dan ketika menyadari bahwa pria itu adalah orang yang bertanggung jawab atas kehamilan Amanda, Sam merasa ingin kembali ke hari pertemuan Amanda dengan pria itu. Membawa senapan berburu milik Jackson dan melubangi kepala pria itu.

"Dia meminta maaf..."

Perkataan Amanda kemudian membuat Sam membelalak. Apa maksudnya dengan bajingan itu meminta maaf. Tentu saja Amanda tidak akan memaafkan pria itu, bukan?

Pria yang menghamilinya dan meninggalkannya seorang diri, tidak pantas diberikan maaf semudah itu. Amanda mungkin saja adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjadi adiknya, tetapi jika Amanda semudah itu memaafkan bajingan itu, Sam sungguh tidak akan menerimanya.

Sam ingat ketika dirinya dan ayahnya akhirnya memutuskan mencari Amanda di kampusnya. Ketika mereka tidak lagi mendapatkan kabar dari Amanda selama empat bulan belakangan. Dan kondisi Amanda yang menyedihkan dan ketakutan, membuat Sam dan Jackson meradang. Ingin mencekik Amanda sampai dia memberitahu siapa yang bertanggung jawab atas kehamilannya walaupun hasilnya nihil.

Amanda tetap bungkam, hingga hari ini...

"Mobil itu. Mobil sedan berwarna hitam yang menabrak kami," suara Amanda tercekat. Satu air mata lolos dari sudut matanya.

"Adalah orang yang ibunya kirimkan untuk membunuh bayiku." Amanda kembali terisak. "Dia membunuh bayiku, Sam. Bagaimana bisa aku memaafkannya?"

Tubuh Sam bergetar menahan amarah. Seandainya dia tahu siapa pria itu...

"Siapa dia, Amy?" bisik Sam. "Siapa pria itu?"

Amanda terisak semakin dalam. Kembali menelusupkan tubuhnya ke dalam pelukan Sam sambil menggelengkan kepalanya dengan keras kepala.

Ia telah berjanji untuk tidak berhubungan lagi dengan pria itu. Keluarga pria itu terlalu berbahaya. Dan di sini, Amanda ingin melindungi Sam dan ayahnya. Memberi tahu Sam hanyalah sebuah langkah awal untuk membawanya ke dalam kehancuran yang sama, seperti yang dirinya alami.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang