[ 3 ]

30.7K 3K 57
                                    

.: Chapter 3 :.

Amanda menutup pintu kamar mandi dengan jemari yang bergetar hebat. Ia memeluk dirinya dan masih bisa merasakan hawa kehadiran pria yang hampir menyentuhnya.

Jika dia adalah wanita 'normal', tubuhnya tidak akan bereaksi seperti ini. Mereka bahkan tidak bersentuhan dan tubuhnya sudah menggigil seperti ini.

Menarik napas panjang, Amanda bisa menghidu aroma musk dan rempah-rempah dari pria pemilik orbs biru itu yang seolah mengejeknya dan dengan nakal, berpendar di sekelilingnya.

Menyentuh dadanya, ia bisa merasakan debaran tidak beraturan di sana.

Ya Tuhan... Apa yang terjadi dengan dirinya.

Ia lalu melangkah mendekati wastafel. Menyalakannya dan merasakan air dingin yang membasahi jemarinya yang bergetar. Perlahan namun pasti, tubuhnya berangsur normal.

Ia lalu melihat ke cermin di depannya. Melihat potret dirinya dengan rambut hitam yang sangat kontras dengan kulit pucatnya. Bibir tipisnya yang ia berikan lipgloss berangsur kembali berwarna merah cerah. Dan mata hitamnya, sering kali bergerak gelisah.

Menurut ayahnya, dirinya mirip snow white dan menurut Samantha, kakaknya, dirinya adalah gadis yang manis dan cantik. Namun mereka adalah keluarganya. Keluarga seringkali berbohong sekadar untuk membesarkan hati, bukan?

Setidaknya, menurut Amanda. Ukuran kecantikkan adalah seseorang yang ceria seperti Samantha.

Dibandingkan dengan gadis pemurung dan kikuk seperti dirinya, Samantha lebih menyenangkan dengan ciri-ciri sama seperti dirinya, namun dengan kulit yang lebih berwarna karena terkena sinar matahari Atlanta.

Oh, entah mengapa saat ini dirinya merindukan kota asalnya. Namun ia tidak bisa kembali, paling tidak belum saatnya ia kembali.

Menepuk pipinya dengan keras, Amanda berhasil memberi sedikit rona kemerahan di kulit pucatnya. Sedangkan untuk kemejanya... Amanda mendesah frustrasi. Dia tidak bisa melakukan apapun dan ia juga tidak memiliki baju ganti. Saat ini baru pukul sepuluh, masih lama sebelum ia bisa pulang dan seandainya ia bisa pergi ke toko di bawah yang menjual kemeja murahan, maka penampilannya akan baik-baik saja.

Kulitnya tidak akan ruam atau terluka karena memakai pakaian murah, bukan?

Memantapkan diri, Amanda lalu membuka pintu kamar mandi. Kembali ke ruangannya dan menemukan Mrs. Sanches yang terlihat kaget dan terbelalak melihat penampilannya.

"Ada apa dengan bajumu?" tanyanya mencemooh. "Seseorang menyirammu dengan kopi, huh?"

Amanda menggeleng. "Tidak. Aku terjatuh," ujarnya datar. Ia lalu mengambil dompetnya dan mengatakan akan ke bawah diiringi dengan tawa kecil yang mulut sialan Paula keluarkan. Ya Tuhan, bolehkan dirinya membunuh wanita itu?

Dengan bibir merengut, Amanda turun ke lobby. Mengabaikan tatapan penasaran orang-orang yang mungkin berpikiran seperti Paula. Ia lalu segera memasuki butik kecil di sana. Bertanya mengenai kemeja putih yang bisa ia gunakan dan mulai mencobanya.

Amanda hampir tersedak ketika melihat bayangannya. Kemeja itu terlihat transparan. Memperlihatkan bayangan bra hitam yang ia gunakan. Namun itu lebih baik daripada kemeja basah dengan corak noda kopi yang sebelumnya ia kenakan.
Lagi pula blazer yang ia gunakan bisa menutupi tubuhnya dan jika ia mengurai rambutnya dan membawanya ke depan, bayangan bra miliknya tidak akan terlihat jelas.

Mendesah lelah, akhirnya ia membelinya. Kembali ke atas dan berniat bersembunyi dari para tamu rapat.

Biarkan Paula melenggak-lenggok di depan mereka dan dirinya, akan aman dibalik meja.

Satu jam setelahnya, Amanda masih bersembunyi di balik meja kerja. Sibuk menatap layar komputer ketika pintu ruangan terbuka lebar. Dengan kikuk ia berdiri sambil setengah menunduk. Berharap mereka hanya akan melewatinya tanpa menoleh ke arahnya.

"Kau harus menikmati liburanmu, Daddy. Nikmati waktumu dan jangan sampai aku mendengar Mom mengeluh karena kau tetap sibuk mengurusi kantor," suara lembut Mrs. Harrison terdengar bersama dengan langkah kakinya yang mendekati lift.

"Aku tahu, Sayang. Dan aku juga sudah mempercayakan semuanya kepada Logan dan dirimu. Memang sudah seharusnya aku beristirahat," jawab Mr. Heathman senior.

Emma lalu tertawa. Merangkul ayahnya dan ikut berjalan menuju lift, namun sebelumnya ia mengatakan kepada Paula bahwa dirinya akan kembali ketika pukul dua nanti.

Amanda tetap menunduk dan baru bisa mengangkat kepalanya ketika suara lift berdentang.

"Nah, kau bisa mulai membersihkan ruangan tersebut," kata Paula dengan nada bossy-nya.

Amanda memutar bola matanya. Memanggil OB untuk segera naik sementara dirinya berjalan menuju ruangan itu. Ia harus menyelamatkan berkas Mrs. Harrison atau OB --yang mungkin saja ceroboh-- akan membuangnya.

Merasa bahwa lantainya sudah aman dan terbebas dari orang lainnya, Amanda melepaskan blazer dan mengikat rambutnya ke atas. Menampakkan lehernya yang putih dan jenjang. Amanda lalu membungkuk. Memungut dan merapikan berkas-berkas yang seharusnya dirapikan.

Logan Heathman, yang baru saja keluar dari kamar mandi dan terlambat keluar, tercengang begitu melihat tubuh Amanda yang membungkuk di atas meja. Hasrat liarnya seketika bangkit dan ia bahkan sudah melupakan kekesalannya beberapa saat sebelumnya ketika merasa bahwa kopi yang dirinya minum tadi bermasalah.

Dengan gerakan seorang pemangsa, Logan bergerak dengan perlahan. Mengamati dengan intens sekretaris canggung dan kikuk yang membuat hasratnya bergolak hebat. Dan seolah tidak cukup, kemeja yang menerawang dan helaian hitam yang mencuat dari ikatannya seolah memanggil Logan. Menginginkan dirinya menelusup dan merasakan leher jenjang itu dengan mulutnya.

Sementara itu, Amanda merasa tubuhnya memanas tanpa sebab.Dirinya mendadak gelisah dan ketika ia akhirnya berbalik. Ia menemukan manik biru yang menggelap dan menatapnya dengan lapar.

Tubuhnya mendadak bergetar hebat. Kakinya terasa lemah dan dalam hati, ia berdoa agar seseorang datang dan menyelamatkannya.

"Hei, kau di sini," suara serak yang keluar dari mulut Logan tidak membuat semuanya membaik. Sebaliknya, Amanda malah mencengkram erat pinggiran meja. Sekali lagi berharap siapa pun akan datang dan membebaskannya dari mantra pria di depannya.

Ya Tuhan.

***



Ps. Nggak bakalan bosan mengingatkan, Vommentnya jangan lupaa 😆😆😆.
Ini karya chicklit atau romance pertama saya yang mengambil setting LN, jadi kalo ada yang nggak pas, minta sarannya ya 😘😘😘


Love,
Raadheya 😊

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang