[ 11 ]

21.8K 2.1K 68
                                    

.: Chapter 11 :.

Jackson terpekur di beranda. Melihat kedua putrinya memasuki mobil untuk pergi ke pemakaman. Tempat di mana, cucunya yang belum sempat merasakan udara di dunia dikebumikan.

Meremas celananya, Jackson bisa merasakan kepedihan di dalam hatinya. Bagaimana karena kecelakaan itu, akhirnya merebut nyawa calon cucunya. Ia sungguh tidak peduli jika kakinya menjadi cacat. Bahkan Jackson pernah berpikir akan lebih baik lagi jika dirinya yang meninggal alih-alih nyawa tidak berdosa di dalam kandungan Amanda yang pergi.

Ya Tuhan...

Bagi Jackson --pria berusia lima puluh lima tahun-- keluarga adalah segalanya yang ia miliki. Kematian istrinya lebih dari sepuluh yang lalu cukup membuatnya menderita, namun istrinya meninggalkan kedua malaikat untuknya. Malaikat yang akan ia jaga hingga jantungnya berhenti berdetak. Dan kenyataannya, Jackson telah gagal melindunginya.

Semalam, Jackson baru kembali ketika mendengar suara teriakkan Amanda. Terseok berjalan menuju kamar Amanda dan melihat kedua anaknya berpelukan dengan erat. Ia pikir, keberadaannya akan membuat Amanda urung menceritakan masalahnya. Karena ia tahu, bahwa putri bungsunya merasa bersalah kepadanya. Atas ketidaknormalan kakinya yang seharusnya tidak dirinya pikirkan.

Alih-alih memilih meninggalkan mereka, Jackson tetap menunggu dibalik pintu. Mendengar ketika putri bungsunya menceritakan dengan terbata mengenai kecelakaan itu yang membuat darah seolah surut dari wajahnya. Belum lagi pengakuannya –yang mana menyebabkan Amanda mengalami serangan terus menerus— mengenai bagaimana cucunya bisa berada di dalam perutnya.

Putrinya diperkosa.

Putrinya, yang manis, baik, dan pemalu diperkosa. Dan itu adalah satu pukulan yang lebih berat daripada jika ia harus menanggung seluruh berat penderitaan di dunia.

Jackson berjalan terseok ke kamarnya. Tubuhnya meluruh dan ia menangis tanpa suara. Karena tidak ada satu pun tangisan yang mampu mencerminkan rasa sakit yang ia alami saat ini.

Pandangannya hampa. Dan ketika ia menolehkan kepalanya dan melihat potret keluarga sempurnya bersama sang istri, hati Jackson sekali lagi terasa ditikam oleh ribuan pedang.

Lama ia terpekur di lantai, hingga suasana remang di sore hari berubah menjadi gelap. Dan ketika akhirnya Sam mengetuk pintunya, memanggil namanya dan membuka pintu itu, menemukan Jackson yang masih terpekur, Sam tahu bahwa ayahnya mendengar percakapannya.

Sam lalu memeluk erat ayahnya. Menangis untuk menggantikkan ayahnya yang tidak kuasa mengeluarkan air matanya.

Sifat mereka --Sam dan ayahnya-- barangkali sama dan Amanda lebih pendiam dan pemalu seperti ibunya. Namun, dalam hal pengungkapan kesedihan, Sam tahu bahwa ayahnya sama sulitnya seperti Amanda. Dan ayahnya bahkan tidak menyadari semirip apa dirinya dengan adiknya.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Jackson dengan linglung. Ia menatap lurus pada lemari di sudut ruangan. Membayangkan senapan berburunya dan berharap dirinya tahu siapa pria yang sudah menghancurkan putrinya.

Sam menggeleng. Karena pikiran serupa sudah pernah singgah di kepalanya dan setelah bujukan yang terus menerus Sam berikan kepada Amanda, ketika Sam akhirnya mengetahui sebuah nama yang ia tahu, sulit untuk mereka jangkau, Sam harus berpikir panjang. Dan pertama-tama, ia harus menyingkirkan senapan itu. Menyimpannya di tempat yang tidak akan dirinya atau ayahnya temukan. Sumbu mereka terlalu pendek. Seandainya saja Sam tidak berjanji kepada Amanda untuk tetap diam –untuk saat ini— maka dirinya yakin bahwa ia sudah mengambilnya, terbang ke Washington dan memburunya.

"Tidak apa-apa, Pop. Amy memintaku mengatakannya kepadamu, karena dia pikir, dia tidak akan sanggup," bisik Sam. "Tidak perlu untuk berpura-pura bahwa kau tidak tahu. Karena yang dia butuhkan adalah dukungan kita."

Jackson mengangguk. Pikirannya yang sempat berceceran perlahan kembali berkumpul dan Sam dengan sabar menunggunya.

"Garret bilang dia sudah sembuh. Apa yang terjadi?"

"Dia tidak sepenuhnya sembuh. Setidaknya saat itu kita berpikir bahwa dia baik-baik saja dan menurut Garret, periode ini akan selalu berulang jika kita tidak menyelesaikannya saat ini juga," ujar Sam lirih. Beberapa waktu yang lalu, ia langsung menghubungi Garret, dan seperti halnya Garret yang selalu bisa diandalkan, ia segera tahu dan menjelaskan apa yang harus Sam tahu.

"Jadi Garret berbohong?"

Sam menggeleng. "Dia pikir, saat itu memang sudah baik-baik saja dan Amanda aman. Tetapi jika ada pemicu yang menyebabkan dia mengingatnya-"

"Siapa?"

Sam menggeleng. "Bukan siapa Pop. Karena besok adalah hari kecelakaan itu, jadi intensitas serangannya yang sebelumnya tidak pernah datang, kembali lagi. Dan kupikir, sudah saatnya pula kau memaafkan dirimu Pop. Ayo kita mengunjungi calon cucumu," ujar Sam dengan tegas.

Tatapan kedua iris hitam itu bertemu. Sam memberikan sorot penuh pengharapan sementara Jackson menatapnya tidak yakin.

"Ikutlah dengan kami besok," lirih Sam yang akhirnya, pada keberangkatan mereka keesokan harinya hanya mendapatkan kesia-siaan. Jackson menolak ikut. Hanya mengamati kedua putrinya sementara Sam menjalankan mobilnya menjauh dari rumah.

***

















Ps.

Mungkin kalian kesel karena sampai sekarang saya masih belum membeberkan nama pria itu, ya? Hehe.

Nanti saya buka kartunya. Tapi saat ini fokus ke penyembuhan jiwa dulu. Lagian tenang aja, ada Sam yang bakalan mengungkit lagi mengenai pria itu dan bakal memburunya sampai neraka membeku.

Nanti malam saya nggak up ya, mau main dulu.

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang