[ 22 ]

16.3K 1.7K 30
                                    

.: Chapter 22 :.


Amanda tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut yang saat ini dia alami. Melihat pria itu di bangunan apartemennya jelas tidak pernah ada di benaknya. Dan ketika Logan mengulas senyum miringnya yang menggoda, detak jantung Amanda seakan sedang melakukan pacuan kuda. Tubuhnya entah mengapa bereaksi berlebihan dan dirinya mulai merasa antipati terhadap pria itu.

Padahal, kemarin dirinya bahkan didekap olehnya. Diselamatkan olehnya sehingga ia bisa dirawat di rumah sakit. Dan seingatnya, tubuhnya tidak bereaksi seperti ini kemarin. Bukannya dirinya seharusnya sudah baik-baik saja?

"Oh Logan!" Pekik sebuah suara yang berada di belakang Amanda. Seorang wanita dengan gaun berpotongan rendah dan dengan ketat memeluk tubuhnya segera menghambur ke arah Logan. Menciumnya dengan berisik dan kedua tangan yang melingkari lehernya.

"Maaf karena membuatmu menunggu," bisik wanita itu mirip seperti sebuah desahan.

Amanda mengerjap. Menyadari bahwa tujuan Logan ke bangunan ini adalah untuk wanita itu.

"Tidak apa. Aku juga baru sampai," ujar Logan sambil menyeringai lebar. Dia lalu menatap Amanda dengan sebelah alis terangkat.

"Apa kau mengenalnya?" tanya wanita itu menunjuk dagunya kepada Amanda.

Logan terkekeh. Merangkul pinggang wanita itu dengan mesra. "Dia hanya sekretaris kakakku," jawabnya ringan.

Merasa bahwa keberadaanya tidak diharapkan- tunggu, memangnya dirinya ingin pria itu mengharapkan kehadirannya? Amanda menggeleng keras.

"Permisi, Sir," ujarnya cepat sebelum dirinya melewati pasangan --yang Amanda duga-- mesum tersebut.

"Bukankah dia benar-benar tidak sopan?" cibir wanita itu lagi dengan keras yang ditanggapi Logan dengan kekehan.

Amanda tidak menggubisnya. Maka dirinya dengan cepat segera keluar dan menuju toko di mana ia bisa mendapatkan peralatan lukisnya.

Hari yang buruk karena dirinya bertemu dengan bajingan playboy itu. Pikirnya suram.

Dua jam setelahnya, ketika dirinya telah selesai berbelanja dan mengantri untuk membayar, lagi-lagi Amanda bertemu dengan Logan. Pria itu, yang sepertinya baru bersenang-senang di salah satu kamar hotel di dekat sini dengan terang-terangan menyeringai kepada Amanda. Berjalan dengan senyum memikatnya yang Amanda akui memang bisa membuat para wanita melemparkan diri kepadanya. Tetapi dirinya bukanlah salah satu dari mereka, Demi Tuhan!

"Untuk apa Anda ke sini?" desisnya ketika sang kasir sedang menghitung belanjaannya.

"Aku tidak tahu kau bisa melukis," gumam Logan sembari menyipit menatap kertas kanvas yang kali ini masuk ke dalam kantung belanja.

"Anda memang tidak tahu apapun mengenaiku, Sir."

Logan mengangkat sebelah alisnya. Mengamati interaksi wanita itu yang sedang membayar belanjaannya dan kemudian memeluk kantung belajannya yang terlihat lebih besar dari tubuhnya.

Penampilan wanita itu, well... Di luar jam kantor terlihat sangat menggemaskan. Jelas dia bukan jenis wanita yang ingin Logan ajak untuk bersenang-senang seperti yang baru saja dia lakukan. Wanita itu, Amanda Morris tampak seperti gadis lugu dengan sweater kebesarannya, rambut ekor kuda dan wajah tanpa make up-nya.

Namun mengingat apa yang tersembunyi di balik sweater itu...

Logan menelan ludahnya susah payah. Sial! Bukankah baru saja dia mengosongkan kantung spermanya? Mengapa dirinya bisa bergairah hanya dengan memikirkan bayangan tubuh wanita itu dalam kemeja putih transparannya tempo lalu.

Benar-benar sial!

"Biar aku bantu," ucap Logan cepat dan satu detik kemudian dia sudah merebut paksa kantung belanjaan itu dari dekapan Amanda. Logan membutuhkan pengalihan. Dan meskipun tidak membantu banyak, apa yang dia lakukan saat ini paling tidak bisa membuatnya berpikir ke hal lainnya. Misalkan saja, lukisan seperti apa yang akan wanita itu buat?

"Kau tidak perlu berterima kasih," ujarnya cepat. "Aku hanya tidak ingin terlihat seperti pria yang suka menindas perempuan dengan membiarkan kau membawa belanjaan ini," kecuali penindasan yang aku lakukan di atas tempat tidur.

Amanda ingin berontak. Bersiap untuk merebut kantung belanjaannya ketika Logan yang lebih tinggi darinya berjalan lebih cepat. Hal itu saja harus membuat Amanda kepayahan untuk tidak berlari alih-alih berjalan seperti dikejar anjing di belakangnya.

"Aku tidak tahu bahwa kau memiliki jiwa filantropis*," ejek Amanda.

"Kau memang tidak tahu apapun mengenaiku, Miss," balas Logan dengan meniru kata-kata Amanda.

Amanda mendengkus kesal. "Mengapa kau tidak mengabaikanku saja? Bukankah kau sedang berkencan dengan wanita lain?"

Logan menyeringai.

"Apa kau mulai penasaran denganku, hmm?"

Amanda memutar bola matanya jengah.

"Karena rasa penasaran adalah awal mula di mana kau bisa saja menyukaiku," tambahnya sambil menyeringai. "Dan jujur saja. Aku tidak keberatan disukai olehmu." Dia mengedipkan matanya. Membuat Amanda jengkel setengah mati.

"Kau adalah orang terakhir yang akan kusukai. Bahkan jika di bumi ini hanya tersisa satu pria pun, aku tidak akan menyukaimu," desisnya.

"Oh. Hati-hati dengan ucapanmu, Miss," kekehnya.

Amanda mendengkus kesal sekali lagi. Dan satu detik lainnya menyadari apa yang sedang dia lakukan dengan pria ini.

Astaga! Apakah dirinya baru saja saling melemparkan hinaan dan cercaan dengan Logan? Dan tubuhnya bahkan baik-baik saja.

"Kau berubah," ucap Logan setelah beberapa saat yang hening. "Harus kuakui bahwa aku senang kau tampak tidak terlihat ketakutan lagi denganku. Karena kupikir, wajahku yang tampan tidak memiliki kemiripan dengan monster mana pun."

Amanda sempat tertegun. Merasa bahwa ucapan Logan benar adanya. Namun ketika kalimat berikutnya keluar dari bibir pria itu, Amanda lagi-lagi merasa jengkel sehingga dia lupa bahwa satu sudut pikirannya sedang merasa cemas akan kedatangan Rodriguez yang lain dalam hidupnya.

Apakah itu artinya semuanya sudah baik-baik saja sekarang?

***


Note:
*Jiwa Filantropis : seseorang yang dipenuhi cinta kasih kepada sesama. Suka membantu orang.

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang