.: Chapter 6 :.
"Kupikir ini sudah saatnya bagimu untuk menghadapinya, Amanda. Berhenti berlari dan maafkanlah dirimu sendiri."
Amanda mengangkat wajahnya. Menatap Dokter Garret. Sahabat ayahnya yang sudah ia anggap seperti keluarganya dengan sedih.
"Aku sepakat denganmu untuk memberitahu Jackson bahwa kau sudah sepenuhnya sembuh, karena kau berkata bahwa dirimu sudah terbebas dari serangan itu. Itu kesepakatan kita, Amanda," pria tua itu menghela napas panjang.
"...."
"Bukankah sebentar lagi saatnya? Aku mulai berpikir bahwa apa yang terjadi kepadamu adalah sebab dari mendekatnya hari itu," ujar Garret lagi dengan yakin.
"...."
"Pulanglah, Nak. Temui ayah dan kakakmu. Berceritalah kepada mereka dan maafkan dirimu sendiri. Itu bukan salahmu. Semua yang terjadi bukan salahmu," tekan Dokter Garret lagi.
Amanda hanya bisa menyelami mata sahabat ayahnya tersebut. Mencari kekuatan dan pemahaman yang selama ini berusaha Garret Anderson berikan kepadanya. Selama ini hal itu cukup ampuh untuknya, namun ia tidak bisa mendapatkannya ketika berhadapan dengan Logan.
"Aku akan menghadapinya sekali lagi, Dokter."
Alis Garret bertaut. "Pria itu?"
Amanda mengangguk bingung. "Masih ada waktu untuk melihat sejauh mana dia bisa mempengaruhiku dan kupikir dia yang paling menyebabkan efek sebesar ini, karena itulah," Amanda menelan ludahnya susah payah. "Aku berpikir bagaimana jika- Bagaimana jika-"
Benak Garret langsung tersambung dengan apa yang Amanda maksudkan.
"Tidak. Kau tidak boleh bermain dengan api, Sayang."
Amanda menelan ludah susah payah.
"Ji-jika dia bisa berefek sebesar itu. Bayangkan jika aku berhasil mengatasinya. Bukankah itu bisa disebut sebagai kemenangan,"
Amanda lagi-lagi menelan ludah susah payah. "Aku hanya ingin kembali ke rumah dengan keadaan utuh. Dulu aku cacat, sampai sekarang aku cacat. Dan itu menyakiti Pop dan Sam," pungkas Amanda.Garret menyipitkan matanya. Amanda mungkin saja canggung dan kikuk, namun ketika ia memiki keinginan, bahkan gunung pun bisa ia pindahkan. Berdebat dengannya hanya membuatnya semakin bersikeras dan berusaha. Pada akhirnya, Garret Anderson menghela napas panjang. Menatap pada kedalaman iris hitam yang biasanya tampak rapuh namun kini memiliki sedikit api di dalamnya.
"Kau akan menemuinya, melihat seperti apa efeknya dan berjanji kepadaku untuk pulang ke Atlanta setelahnya?"
Amanda mengangguk. "Aku berjanji."
"Dan kau akan kembali?"
Amanda termenung untuk sesaat. "Aku harus tahu apakah aku sudah sepenuhnya baik-baik saja, hanya untuk itu dan aku akan kembali," sahutnya dengan mata yang mulai bergerak-gerak gelisah.
Setengah jam lalu Garret berhasil meyakinkan Amanda bahwa dia aman. Tidak akan ada yang menyakitinya di sini dan ia tidak lagi menjadi gagap. Sepertinya efek dari sugestinya sudah sedikit berkurang dan jawaban tegas dari bibir Amanda sebentar lagi pun akan menghilang. Digantikan dengan sikap ragu seperti biasanya.
Namun setidaknya, ia telah membuat pilihan. Dan sebagai dokter sekaligus sahabat keluarganya, Garret hanya bisa membantu dan memberikan dukungan kepadanya. Sekaligus berdoa dan berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Kapan kau akan bertemu dengan pria itu, Amanda?"
Amanda mengerjap tidak yakin. Tangannya yang mulai gemetaran mengambil ipad dan membukanya. Mencari jadwal Emma Harison dan menelaahnya.
"Besok," lirihnya lagi.
Maka disinilah dirinya. Membawa setumpukan map setelah sebelumnya, dengan diam-diam dirinya menyabotase pekerjaan Paula. Menyebabkan printer di ruangan kerjanya sedikit bermasalah sehingga pekerjaan Paula mengalami penundaan. Pada akhirnya, Paula yang biasanya menyebalkan dan bersikap bossy akhirnya menyuruh Amanda segera bergegas dan pergi menggantikan dirinya.
Oh benar-benar hal yang nekat, yang belum pernah Amanda lakukan!
Dan hal itu ia lakukan hanya untuk uji coba reaksi tubuhnya. Betapa menggelikannya!
Amanda menarik napas panjang. Berusaha mengingat sesi terapinya semalam dan membayangkan bahwa di depannya adalah Garret Anderson.
"Ingatlah hal-hal menyenangkan ketika kau berubah menjadi panik. Jangan pikirkan apapun kecuali itu, kau anak yang kuat dan kau tahu itu."
Amanda memejamkan matanya. Mengumpulkan keberaniannya dan naik ke lantai sepuluh, ke tempat Logan berada. Dadanya kian bergemuruh hebat ketika ia memasuki ruangan yang tidak kalah besar dari ruangan Emma.
Tiga meter sebelum ia sampai di pintu kaca yang menghalangi dirinya untuk bisa melihat keberadaan pria itu, Amanda tersentak. Berdiri mematung ketika ia mendengar tawa dari Logan Heathman.
"Yeah Mom. Tolong tendang bokong Daddy untuku. Yeah, kau pasti bisa melakukannya dan ingatkan kepadanya untuk berhenti ikut campur dalam perusahaan ini... Yeah, dia sudah kupecat." Lalu tawa kembali terdengar. "Yeah, baiklah. Emma yang memecatnya. Sampai jumpa lagi kalau begitu. Nikmati liburanmu," ujar pria itu mengakhiri teleponnya.
Amanda belum sempat bergerak ketika melihat pintu kaca itu terbuka. Di depannya, Logan Heathman berdiri dengan angkuh. Dengan kepala yang sedikir ia miringkan, tatapan mencemooh dan senyum miringnya yang membuatnya tampak seperti iblis. Oh, mungkin iblis yang tampan. Belum lagi aroma tubuhnya yang menguar dan membelai indra Amanda. Dan perpaduan semua itu, tidak pernah baik bagi Amanda.
"Sudah puas menguping, Baby?"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped
RomanceLogan Heathman selalu mendapat apa yang ia inginkan. Pria arogan, mendominasi dan sukses yang selalu dengan mudah menakhlukkan para wanita. Lalu datanglah Amanda Morris. Gadis yang dirinya yakin, berpura-pura lugu hanya untuk mendapatkan perhatian d...