7. Gara-gara Ban Mobil

16.6K 722 2
                                    

"Dikaaa." ucap Tante Indri antusias.

Tante Indri bangkit dari duduknya untuk menghampiri Dika. Aku hanya menyaksikan interaksi ibu dan anak itu. Ya lalu aku harus apa? Menyapa 'hai Dika' begitukah?

"Ya ampun anak Mama baru pulang." ucap Tante Indri.

"Maaf Ma, Dika ada urusan kantor yang harus cepat diselesaikan." jelas Dika.

"Kamu itu sama saja seperti Papa, selalu kantor yang menjadi prioritas."

"Ehem." dehem om Adam tak terima.

"Ayo sayang, duduk." ajak Tante Indri kepada Dika.

Dika duduk di hadapanku otomatis mata kita bertemu. Awkward moment. Mataku menatap asal ke langit-langit rumah Tante Indri untuk mencoba menyembunyikan kegugupanku.

"Nilan." panggil Tante Indri.

"Iya tante." sahutku.

"Kenapa diam saja, ayo makan." ajak Tante Indri.

"Oh iya, Tante." ucapku.

Aku dan keluarga Tante Indri makan dengan hikmat, kami menikmati makanan kami. Sepertinya ini memang hanya makan malam biasa tidak ada percakapan sama sekali saat kami makan. Hanya bunyi dentingan sendok yang mengisi keheningan di ruang makan ini.

"Ma, Pa, Dika ke atas dulu ya." pamit Dika.

Aku bisa bernapas lega kalau Dika tidak ada. Entahlah rasanya kalau dekat dengan Dika itu seperti sedang berada ditepi jurang. Takut dan perasaan pun menjadi tidak tenang. Tetapi ada satu perasaan sok tahu dalam diriku ketika melihat Dika, ia seperti tidak punya kebahagiaan dalam hidupnya. Ya itupun kalau dugaanku benar.

"Iya sayang." jawab Tante Indri.

"Tante, Nilan pun sepertinya harus pulang." ucapku ragu-ragu.

Sebenarnya ada rasa tidak enak saat aku mengatakan itu, tapi aku mau apa lagi disini. Toh kata Bunda juga tante Indri hanya mengundangku untuk makan malam saja. Tidak lebih.

Tante Indri menggeleng, "Kita belum berbincang-bincang." ucap Tante Indri.

"Ada yang ingin Tante bicarakan denganmu." lanjut tante Indri.

Ternyata dugaanku salah, ini bukan hanya tentang makan malam. Oke. Hanya mengobrol bukan? Yup, ku harap hanya itu tetapi aku tidak tahu hal apa yang ingin Tante Indri bicarakan denganku.

"Ada apa ya, Tante?" tanyaku.

"Lebih baik kita pindah saja yuk." ajak Tante Indri.

Aku mengangguk menyetujui ajakan Tante Indri.

"Jadi bagimana Nilan, sudah dapat pekerjaan kah?" Tante Indri memulai percakapan.

Saat ini aku dan tante Indri berada di ruang tamu.

Aku menggeleng, "Belum Tante." ucapku tersenyum pahit.

"Kan Tante sudah katakan, kalau ada apa-apa ke Tante saja jangan sungkan." ucapnya.

"Sebenernya tadi siang Nilan mencoba melamar di PT. Astero Prakoso, Tante." ungkapku.

"Jadi sedang menunggu panggilan?"

"Bukan, Nilan telat datang Tante. Ketika sampai disana pendaftaran nya sudah ditutup." ucapku kecewa.

"Kamu lihat Dika disana?" tanya Tante Indri.

Aku mengangguk, "Dika bekerja disana juga, Tan?"

"Dika 'kan CEO nya, Nil, kamu tidak tahu?" sahut Tante Indri membuatku diam mematung mendapati fakta bahwa CEO tempat Dewi bekerja adalah Dika. Pantas saja Dewi memperhatikanku saat memanggil Dika. Ternyata ia adalah orang yang berpengaruh.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang