8. I'm Dead

16.4K 664 4
                                    

Sebenarnya kalau hanya Wisnu saja, aku akan langsung turun mengabaikan bentukan diriku saat bangun tidur. Tetapi masalahnya adalah, dibawah juga ada Dika. Aku tidak mau Dika melihatku yang berantakan begini.

Aku hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Tidak lupa, aku merapikan rambutku dan memberi sedikit polesan lip gloss di bibirku. Aku sengaja tidak mengganti bajuku, agar mereka tidak membawaku pergi. Ya walaupun pikiran aku yang satu ini agak terlalu jauh. Aku berjalan menuruni tangga, mataku melihat ke arah bawah. Tepat di bawahku adalah meja makan, disitu aku melihat semua orang menatapku.

"Duduk Nil, kita sarapan dulu." titah Bunda.

Setelah itu, tidak ada lagi yang berani membuka suara. Kami semua makan dalam diam. Begitu hikmat rasanya. Aku melihat Dika yang duduknya berhadapan denganku, Ia memakai setelan kantornya dan ia tampan seperti biasanya. Disamping Dika ada Wisnu, Ia memakai seragam putih abu-abunya. Aku tidak tahu ada urusan apa mereka berdua pagi-pagi begini ke rumahku.

"Ayah berangkat dulu." pamit Ayah setelah ia selesai makan.

"Bunda berangkat dengan Ayah. Nilan, kamu baik-baik ya di rumah." ucap Bunda.

Aku mengangguk. Sekarang, tinggalah aku, Kakak-ku, Dika dan Wisnu.

"Mau berangkat juga, bang?" tanyaku kepada kakakku yang sedang mengecek tasnya.

"Iya." jawabnya singkat.

"Bang, Kak Dewi titip salam." ucap Wisnu tiba-tiba ikut nimbrung.

"Abang berangkat Nil." pamit Kakakku mengabaikan ucapan Wisnu.

"Bang, dengar tidak apa yang Wisnu katakan?" ucapku sebelum kakakku melangkah.

Ia hanya mengangguk lalu berjalan membelakangiku. Begitulah kakakku sangat cuek dengan yang namanya perempuan. Kasian Dewi, aku tahu dari dulu Ia sangat menyukai kakakku. Seperginya kakakku, tidak ada yang mau membuka suara. Aku pun tetap diam di tempatku menunggu salah satu dari mereka berbicara terlebih dahulu tetapi ini sudah lima menit lebih dan diantara mereka tidak ada yang membuka suaranya. Aku sudah tidak tahan lagi, ada apa dengan mereka berdua. Seperti telah terjadi sesuatu diantara mereka. Oke sepertinya harus aku yang memulai.

Aku menghela napas kasar, "Oke, sebenarnya ada apa kalian kemari."

Tidak ada yang membuka suara. Mereka masih bungkam.

"Ya sudah, ku rasa kalian tahu dimana pintu keluar." ucapku seraya berdiri dan hendak melangkah menuju tangga.

"Nil," panggil Wisnu.

"Nilan," panggil Dika.

Mereka memanggilku bersamaan sebelum aku menaiki tangga. Aku memutar tubuhku menghadap ke mereka berdua.

"Oke silahkan bicara, aku tidak punya banyak waktu." ucapku seperti orang sibuk.

"Nil, Daddy memintaku untuk membawa mu." ucap Wisnu. Ah ya, aku baru ingat pesan yang Wisnu kirimkan tadi malam.

"Benarkah?" tanyaku.

Sebenarnya aku tidak ingin menjadi guru les tapi Wisnu, anak itu sudah sering membantuku saat kuliah. Tidak buruk juga, hanya untuk dua minggu lagi pula daripada aku menganggur tidak jelas di marahi Bunda terus-menerus.

"Iya, ayo. ucapnya seraya memegang tanganku.

"Lepas, Wisnu." ucapku sambil melepaskan tangannya yang memegang tanganku.

"Dika." panggilku. Gerak mataku seolah mengatakan 'kamu ada perlu apa'.

Seakan mengerti arti gerakan mataku, Ia menjawab, "Ini." ucapnya menyodorkan sebuah kunci. Ini kunci mobilku.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang