36. Ring

10.4K 368 1
                                    

Hatiku selalu menjerit ketika mendengar kata perjodohan sialan itu. Bagaimana tidak? Ketika aku sudah mencintai seseorang dan cita-cita yang tinggal satu langkah lagi akan aku capai musnah begitu saja dalam waktu yang bersamaan. Aku tidak mau membahas bagaimana dua hari ini aku susah payah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa batinku. Sekarang aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang di cintai. Mungkin aku bisa cepat merelakan pekerjaan yang aku idam-idamkan sejak dulu tetapi untuk merelakan orang yang sangat aku cintai sepertinya tidak bisa secepat itu. Butuh waktu yang entah berapa lama untukku bisa benar-benar merelakannya.

Aku sendiri tidak yakin apakah bisa merelakannya atau tidak karena sampai detik ini pun aku tak bisa berhenti memikirkannya. Setiap malam aku tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak karena bayangan Dika selalu hadir kala aku menutup mata. Aku tidak menghindari jika tiba-tiba aku memikirkannya, bahkan bila aku tengah sendirian aku selalu menghadirkan sosoknya di setiap anganku. Akhir-akhir ini aku selalu berangan, berangan bila ini semua hanyalah mimpi buruk, berangan aku akan hidup dengan bahagia bersama Dika.

"Nilan." panggil suara bass yang akhir-akhir ini selalu ku dengar tanpa aku mau.

Aku menoleh ke arahnya tanpa mengeluarkan suara, sangat malas rasanya bila harus berbincang dengannya.

"Kau tidak mengantuk?" tanyanya seraya mengusap rambutku.

Aku menggeleng seraya menyingkirkan tangannya yang berada di kepalaku. Aku akan membiarkan bila Dika yang melakukannya. Saat ini aku tengah ikut patroli dengan Alvian dan sekelompok polisi lainnya. Dulu aku sangat senang bila Ayahku mengajakku patroli tetapi tidak untuk kali ini. Aku ikut patroli dengannya hanya agar Bunda tidak mengomel karena setiap Alvian mengajakku keluar aku selalu menolaknya dengan berbagai macam alasan.

"Kau sudah punya kekasih?" tanya Alvian memecah keheningan.

Aku menghela napas panjang, entahlah aku dan Dika itu disebut apa. Kami hanya saling mengungkapkan perasaan satu sama lain tanpa membuat komitmen. Aku sempat ingin menagih agar ia memeperjelas hubunganku dengannya tetapi aku tidak punya keberanian untuk melakuaknnya.

"Non verbalmu menjelaskan semunya." ucapnya membuatku mengedikkan bahuku malas.

Sebenarnya Alvian adalah pria yang baik hanya saja ia gila akan kehormatan tetapi bila aku mengenalnya lebih dulu mungkin aku akan mempertimbangkan perjodohan ini. Ada banyak kemungkinan yang terjadi bila aku tidak lebih dulu jatuh hati pada Dika. Semuanya karena Dika.

"Asal kau tahu, aku ini adalah idaman para wanita, jadi bisa ku simpulkan saat dari awal kau menolakku aku sudah yakin kau mempunyai kekasih." ucapnya yang tak ku gubris sama sekali.

Aku memutar bola mataku saat mendengar ia memuji dirinya sendiri. Ia memang mempunyai tampang yang disukai wanita pada umumnya. Tubuhnya yang ideal dan kulit yang putih seakan menjadi daya tarik tersendiri baginya. Ia selalu mengajakku berbicara walaupun aku tidak pernah menggubrisnya. Aku akan berbicara padanya bila ia membatalkan perjodohan ini.

"Sepertinya ada kecelakaan, kau tunggu disini." ucapnya seraya menepikan mobilnya lalu berlari keluar kemudian mendekati sebuah mobil yang sepertinya mengalami kecelakaan tunggal.

Awalnya aku tidak peduli dengan kecelakaan itu dan memilih untuk tidur tetapi saat aku melihat nomor polisi mobil tersebut, aku segera keluar lalu berlari mendekati mobil itu.

"Nilan, kau jangan mendekat." titah Alvian memperingatkan.

Aku mengabaikannya dan berlari menuju mobil ambulance untuk memastikannya .

Ternyata benar dugaanku, Dewi tengah tergeletak tak sadarkan diri di atas bed yang ada di dalam ambulance. Namun saat aku ingin masuk, ada petugas yang melarang ku lalu ia segera menutup pintu mobil itu kemudian melaju meninggalkanku dengan perasaan tak karuan .

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang