17. Tidur Bersama

22.3K 570 1
                                    

"Kau mengharapkan sesuatu?" tanyanya sambil tersenyum miring.

Aku memutar bola mataku,"Apa setelah mandi otakmu bergeser?" tanyaku dengan nada sinis.

Aku menghela napas lega saat Dika melepaskan tanganku. Bagus Nilan, kontrol dirimu harus di acungi jempol.

"Aku akan memakai pakaianku dulu, kau tunggu disini." titahnya.

Tidak lama setelah itu Dika menghampiriku dengan pakaian yang sudah lengkap sambil membawa sweater berwarna abu-abu. Dika menyerahkan sweaternya padaku lalu menyuruhku untuk memakainya.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Kita akan ke pantai." ucapnya.

"Daripada ke pantai lebih baik kau antarkan aku pulang." pintaku.

"Setelah dari pantai, kita akan pulang. Aku tahu kau ingin kesana." ucapnya.

Aku menuruti ucapannya untuk memakai sweater. "Bukankah ini terlalu besar?" tanyaku.

Yang benar saja, sweaternya hampir mencapai lututku dan tanganku serasa hilang memakai sweater ini. karea terlalu panjang, aku melipat lengan sweater sebelah kiri lalu tangan Dika terulur untuk melipat lengan kanannya. Aku langsung menatapnya saat ia membantuku melipatnya tetapi ia mengabaikanku dan tetap fokus melipatnya tanpa melirikku. Astaga lalu apa yang ku harapkan, ia menatapku juga? Ya Tuhan itu tidak mungkin.

"Ayo." ucapnya sambil menarik tangan kananku yang sudah berhasil ia lipat. Aku pun hanya menurut dan mengikuti setiap derap langkahnya.

Aku merutuki diriku sendiri ketika Dika memasukan password pintu penthouse namun aku tidak melihatnya karena terlalu asik melamun. Dilihat dari atas, pantai terlihat dekat tetapi mengapa setelah lama berjalan belum sampai juga.

"Berapa lama lagi kita akan sampai? Aku sudah lelah dan mengantuk." ucapku.

"Sebentar lagi." sahutnya.

Setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara kami. Ternyata sebelum menuju pantai, aku dan Dika harus melewati hutan kecil terlebih dahulu. Aku tidak merasa takut walaupun hanya ada sedikit penerangan disini. Tidak tahu mengapa aku merasa aman dan terlindungi bila bersamanya padahal jelas-jelas sebelum kemari aku ketakutan setengah mati.

"Apa masih lama?" tanyaku lagi.

"Bisakah kau sabar sedikit?" ucapnya.

"Megapa kau tidak mengatakan dari awal kalau pantainya jauh?" sahutku kesal.

"Sebenarnya ada jalan cepat tetapi aku ingin jalan kesini." ucapnya.

Aku memutar kedua bola mataku, ini sungguh membuang waktu dan tenaga. Tidak tahu karena dinginnya angin malam atau karena aku lelah tetapi saat ini aku benar-benar merasa sangat mengantuk. Aku ingin mengatakan pulang saja namun sebelum aku berhasil mengatakannya mataku melihat gemuruh ombak yang menandakan bahwa kami sudah sampai di dekat pantai. Aku melepaskan tangan Dika dan berlari menuju pantai. Aku juga melepaskan alas kakiku untuk menyentuh air pantai yang ternyata sangat dingin, aku sampai langsung menjauh sambil berkata, "Dingin." ucapku kepada Dika.

Dika tersenyum melihat tingkahku, "Aku baru saja akan mengatakannya tetapi kau sudah lari." ucapnya.

"Mengapa di sini sangat sepi?" tanyaku.

Dika menghampiriku lalu menarik tanganku, "Itulah mengapa aku disini karena tempatnya begitu tenang." ucapnya sambil melangkah menyusuri bibir pantai.

"Apakah ini milik pribadi?" tanyaku.

"Bisa di bilang begitu tetapi terkadang ada yang kemari walaupun tidak banyak." ucapnya.

Aku hanya mengangguk mendengar ucapannya. "Kita akan kemana sekarang?" tanyaku.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang