"Apa?" tanyaku.
Lalu ia membisikkannya padaku. Ini benar-benar di luar dugaanku. Syarat yang di berikan oleh Dika tidak seperti yang aku pikirkan. Ia menyuruhku untuk menghafalkan daftar sialan itu di kamarnya sampai hafal. Aku ulangi, sampai hafal. Ternyata pikirankulah yang selalu negatif tentangnya. Lagi, untung saja aku membawa daftar itu, kalau tidak. Aku tidak tahu bagaimana nasibku setelah ini.
Sejak lima menit yang lalu aku selalu mengecek jam tanganku saat rasa kantuk mulai menyerang retapi aku masih belum bisa menghafalkan keseluruhan dari daftar ini. Dika masih sibuk dengan laptopnya padahal aku berharap ia akan cepat tidur agar aku bisa kabur. Sepertinya pulang dari sini aku harus membeli obat tidur untuknya berjaga-jaga kalau ini terjadi lagi.
"Berhenti melihat jam tanganmu, Nil." ucapnya. Ia menatapku sekilas lalu kembali lagi ke layar laptopnya. Sepertinya ia menyadari gerakan gelisah yang ku lakukan.
"Aku mengantuk, Pak." gerutuku.
Padahal tempo hari Dika sudah menegurku untuk tidak memanggilnya dengan sebutan 'Pak' tetapi aku tetap bersikeras ingin memanggilnya 'Pak'. Toh sekarang ia sudah tidak mempermasalahkannya lagi kalau aku memanggilnya dengan Pak atau hanya nama. Mungkin ia sudah bosan menegurku.
"Kau sudah menghafalkannya?" tanyanya tanpa menoleh ke arahku.
"Sudah." ucapku berbohong.
"Aku ingin mengetesnya kalau begitu." sahutnya mengujiku.
Aku mendengus saat Dika mengatakan itu, "Aku sudah menghafalkannya tetapi hanya bagian pertama." ralatku.
"Lanjutkan kalau begitu." ucapnya lalu ia kembali berkutat dengan laptopnya.
Secara tidak langsung ia melarangku untuk kembali ke kamar. Terpaksa aku kembali melanjutkan aksi kerja paksa ini sambil bergelut dengan rasa kantuk yang semakin merajalela. Posisiku yang semula duduk tegap perlahan semakin merosot kebawah dan mataku pun terasa sangat berat lalu tertutup tanpa bisa ku cegah.
Mungkin ada beberapa orang yang ketika ia tidur tetapi bisa merasakan saat ada orang yang membangunkannya tetapi alih-alih membangunkanku sepertinya orang ini tidak melakukannya karena tidak lama setelah aku menutup mataku, aku merasakan ada yang mengangkat tubuhku. Aku sudah menduganya ini pasti perbuatan Dika. Aku tetap pura-pura tertidur, aku ingin tahu apa yang ia lakukan padaku kalau aku tidur tetapi setelah aku merasakan empuknya kasur, tidak ada lagi yang terjadi. Aku hanya merasakan pergerakan di sampingku. Sepertinya Dika juga akan tidur, ia menarik selimutnya untuk menutupi tubuh kami. Mataku memang tertutup tetapi aku masih bisa merasakannya.
"Nilan buka matamu, aku tahu kau belum tertidur sepenuhnya." ucapnya.
Aku terkejut saat mendengar Dika mengatakan itu. Aku bingung apakah aku harus membuka mataku atau tetap pura-pura tertidur seolah aku tidak mendengarkan kalimat yang baru saja Ia ucapkan. Ah seharusnya aku tidak melakukannya. Lagi pula kalau ia tahu aku belum tertidur mengapa tidak membangunkanku saja tanpa harus repot-repot menggendongku.
Aku merasakan tubuh Dika bergerak mendekatiku, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, aku segera membuka mataku lalu menoleh ke arahnya. "Apa?" astaga aku gagal mengelabuinya.
"Kau berniat membohongiku dengan berpura-pura tertidur?" tanyanya.
Astaga pikirannya itu sangat buruk. Aku memang bosan menghafal tetapi aku tidak ada sedikitpun pikiran untuk menggunakan rasa kantukku sebagai alasan lagi pula kalau aku mau aku bisa saja mencari cara yang lebih elegan lagi.
"Aku memang benar-benar tidur tapi tadi aku terbangun karena kau memindahkanku ke sini."ucapku mengatakan yang sebenarnya.
"Baiklah-baiklah aku percaya, kau boleh tidur."sahutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's The Boss
Romansa18+ Saat ini aku sedang menjadi anak pembangkang yang menerima karma. Aku mengatakannya karena saat ini sedang mengalami kesulitan atas keputusan egois yang ku buat 4 tahun yang lalu. Aku memaksa mengambil jurusan manajemen bisnis disaat tidak ada a...