23. Bonus yang Merugikan

14.9K 489 3
                                    

Dika hanya mengangguk, aku anggap itu sebagai jawaban atas pertanyaanku.

"Apa benar kau menciumku saat aku pingsan di lift?" tanyaku.

Dika terlihat membeku sesaat lalu,

Citttt...

"Aw." ringisku.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Ada apa denganmu, kau ingin membunuhku?" ucapku dengan nada kesal.

Astaga aku hampir saja mati karena ulahnya. Untung saja aku memakai seat beltku dengan benar dan untung saja aku tidak mempunyai riwayat penyakit jantung atau semacamnya.

"Ada kucing." ucapnya.

Aku melihat ke arah jalanan dan benar ada seekor kucing hitam yang tengah melintas di depan mobil kami. Untungnya lagi di belakang kami tidak ada mobil lain sehingga tabrakan beruntun tidak terjadi.

"Sebaiknya kau tidur, Nil. Matamu terlihat sayu." ucapnya.

Aku langsung mengambil cermin kecil bergambar hello kitty yang selalu aku simpan di dalam tasku. Aku meringis melihat mataku. Benar yang Dika katakan bahwa mataku sangat sayu mungkin karena efek mengantuk yang tengah aku rasakan saat ini.

"Apa perjalanannya masih jauh?" tanyaku.

"Aku tidak yakin karena biasanya aku pergi menggunakan pesawat." ucapnya.

"Akan aku bangunkan bila sudah sampai." sambungnya.

Baiklah akan ku simpan saja pertanyaan yang tadi karena aku juga sebenarnya malu menanyakan itu tetapi ku rasa tadi situasinya pas untuk membahasnya tetapi sangat disayangkan ada saja penghalangnya. Sebaiknya ku kubur dalam dalam rasa penasaranku. Aku harus tidur karena sepertinya perjalanan akan memakan banyak waktu terbukti saat ia mengatakan bahwa sebelumnya memakai pesawat jadi ku rasa memang jauh apalagi sekarang kami menempuhnya dengan mobil.

***

Aku menggeliat merentangkan kedua tanganku lebar-lebar. Aku terbangun dari tidur panjangku.

Duk. Tanganku mengenai sesuatu, sesuatu yang lunak namun kenyal. Aku mencoba merabanya untuk memastikan apa yang tengah ku pegang tanpa mau melihat ke arah benda itu karena mataku masih lengket untuk di buka.

"Nilan." ucap suara tertahan di sampingku.

Aku terkesiap mendengar nada suara Dika. Aku menoleh dan mendapati tanganku sedang berada di benda kramat milik Dika. Aku menarik tanganku saat itu juga. Aku menatap Dika dengan tatapan malu sekaligus merasa bersalah.

"Maaf aku, aku tidak sengaja. Aku kira—" ucapku menggantung tidak tahu harus melanjutkannya dengan kalimat apa.

Dika membuka pintu kemudi sebelum aku menuntaskan ucapanku.

"Kemana?" tanyaku dengan nada sedikit berteriak karena takut ia tidak mendengar suaraku.

"Mandi." sahutnya tanpa menoleh ke arahku. Aku menatap sekeliling, terlihat masih gelap. Aku mengecek jam tanganku.

04.30 WIB. Astaga apa aku tidak salah dengar? Dika akan mandi pagi-pagi begini. Biasanya juga Ia akan mandi kalau sudah pukul tujuh. Aku mencoba untuk turun untuk mengejarnya, ia terlihat berjalan menuju sebuah penginapan. Tiba-tiba kakiku terasa sangat kaku ketika akan di gerakkan. Sepertinya ini efek aku menekuknya, sekarang jadi lemas.

Dika kembali dari acara yang katanya mandinya setelah memakan waktu tiga puluh menit. Lama sekali ia mandi, biasanya juga hanya sepuluh menit.

"Mengapa masih disini?" tanyanya setelah berdiri tepat di sampingku.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang