Cinta. Menurutku cinta adalah sesuatu yang abstrak karena tidak dapat didefinisikan. Ada sebagian orang berpendapat bahwa cinta adalah sebuah wujud kasih sayang yang diberikan secara tulus dari seseorang yang dianggap spesial dalam hidupnya. Aku tidak menyangkal tetapi aku juga tidak menyetujui pendapat tersebut. Aku tidak tahu mengapa aku tidak punya pendirian tentang masalah seperti ini. Akhir-akhir ini aku dibuat pening oleh satu kata yang tak terdefinisikan itu. Entah apa yang membuatku susah payah memikirkan hal yang biasa orang sebut dengan 'cinta' karena sebelumnya aku adalah wanita yang tidak peduli dengan hal semacam itu. Dika atau Davin Anandika Prakoso adalah pria yang sudah membuat hidupku berubah. Ia secara tidak langsung sudah membuatku jatuh cinta dengan sikapnya yang selalu manis.
"Nil?" samar-samar aku mendengar seseorang memanggilku tetapi aku masih asik dengan duniaku.
"Nilan." aku terlonjak kaget saat seseorang mengguncang bahuku.
Aku segera memfokuskan penglihatanku pada seseorang didepanku, "Ada apa?" tanyaku polos.
Ia terlihat menghembuskan napasnya dengan berat, "Kau membuatku khawatir." ucapnya seraya memelukku.
Saat ini aku sedang berada di penthouse, aku sedang membuat kopi untuknya. Tadi ia memintaku untuk membuatkannya secangkir kopi hitam untuk menemaninya bekerja. Aku sempat menolaknya dengan menyuruhnya untuk tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Ini kopinya." ucapku.
"Aku akan menemanimu sampai selesai." sambungku.
Dika menggeleng. "Kita tidur saja." ucapnya seraya mengambil secangkir kopi dari tanganku lalu menundanya kembali kemudian ia merangkulku berjalan menuju kamar.
Aku sudah satu minggu tidak tidur di apartmenku lagi. Entah bagaimana awalnya karena ini terjadi begitu saja. "Apa kau sudah selesai?" tanyaku saat kami sudah berada ditempat tidur.
Ia menggeleng seraya berkata, "Aku mengantuk." ucapnya yang ku yakini hanya alibi saja.
Aku mengedikkan bahuku lalu menarik selimut yang berada dikakiku bersiap untuk tidur.
"Dika, please." ucapku saat ia memelukku.
Ia selalu memelukku ketika akan tidur, ini sudah menjadi kebiasaannya dan akupun tidak menolaknya. Aku bahkan menyukainya tetapi aku selalu berusaha menolaknya terlebih dahulu. Munafik memang.
"Kau begitu hangat, Nil." ucapnya.
Aku mendengus mendengarnya. "Kau selalu mengatakan itu." gerutuku.
Tidak lama setelah itu aku menoleh ke arahnya, ternyata ia belum tidur. Ia tengah menatapku tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Kalau biasanya aku akan memalingkan wajahku, kali ini aku mengikuti apa yang ia lakukan. Sudah satu minggu ini pula aku berusaha untuk menjalankan misi yang Dewi sarankan padaku dan sudah satu minggu ini juga aku belum berhasil melakukannya satu kali pun. Aku selalu gagal ketika akan melakukannya padahal semuanya sudah ada didalam otakku tetapi tidak pernah berhasil aku lakukan. Sebenarnya aku tinggal memegang tangannya, memelukknya lalu menciumnya. Terdengar mudah memang tetapi terasa berat ketika akan dilakukan. Aku sudah mencobanya beberapa kali dan berakhir menelan kekecewaan karena nyaliku selalu menciut ketika akan melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's The Boss
Roman d'amour18+ Saat ini aku sedang menjadi anak pembangkang yang menerima karma. Aku mengatakannya karena saat ini sedang mengalami kesulitan atas keputusan egois yang ku buat 4 tahun yang lalu. Aku memaksa mengambil jurusan manajemen bisnis disaat tidak ada a...