11. Orientasi

15.1K 610 10
                                    

Wisnu. Ada urusan apa bocah itu datang kemari. Ia telah meninggalkanku di sekolah, lalu kenapa tiba-tiba Ia menemuiku lagi. Itulah yang terlintas di pikiranku ketika Wisnu datang ke rumahku. Wisnu memarkirkan motornya tepat di samping ku.

"Mau kemana Nil?" tanya Wisnu ketika ia sudah turun dari motornya. Tatapan Wisnu jatuh ke tanganku yang berada digenggaman Dika.

Entah mengapa aku segera melepaskan tanganku dari Dika setelah Wisnu melihatnya. Dika langsung menatap ku ketika aku melepaskan tanganku darinya. Aku tersenyum kaku saat Dika menatapku.

"Lunch." ucapku.

"Ada perlu apa jauh-jauh kemari?" sambungku.

"Rindu." ucapnya sambil mengacak rambutku asal.

Aku memutar kedua bola mataku seraya melepaskan tangannya yang berada di rambutku.

"Ehem." Dika berdehem.

"Aku harus pergi sekarang." ucapku.

"Kau mengusirku." ucapnya tepat sasaran.

Aku mengedikkan bahuku, "Aku tidak mengatakannya." ucapku santai.

"Ya sudah silahkan pergi, aku akan menunggu mu. Kau hanya makan bukan?" tanyanya.

Aku melirik Dika meminta jawaban ketika Wisnu bertanya apakah hanya makan atau ada acara lain setelah itu seperti malam sebelumnya ketika Tante Indri menahanku sampai malam di rumahnya.

Dika mengangguk,"Yeah, just it." ucap Dika.

Aku dan Dika meninggalkan Wisnu sendirian di rumah ku. Sebenarnya aku ingin mengajak Wisnu untuk makan bersama tetapi Dika kelihatan tidak bersahabat dengan Wisnu sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Mereka kelihatan enggan untuk menyapa atau tersenyum satu sama lain. Aku tidak tahu mengapa mereka seperti itu.

"Bagaimana, Nil?" tanya Dika.

"Oke aku terima." ucapku sambil tersenyum pahit.

Saat ini aku dan Dika sedang berada di depan gerbang rumahku. Dika memberitahuku bahwa besok akan ada panggilan dari perusahaan tetapi aku akan di tempatkan dibagian input output yang artinya aku harus mengubur keinginanku untuk menjadi sekretaris. Tak apa tidak menjadi sekretaris, yang penting kerja tidak menjadi pengangguran. Yah, ku rasa itu yang akan dikatakan Bunda kalau ia mengetahuinya.

Ternyata Dika orang yang cukup konsisten dengan apa yang Ia katakan. Saat sebelum berangkat makan siang, ia mengatakan pada Wisnu bahwa kami hanya akan makan siang, dan Dika memang hanya mengajakku untuk makan. Disela-sela makan siang, aku sempat bertanya mengapa mengajakku makan siang tapi Dia bilang tidak ada apa-apa. Menurutku ini aneh, aku kira Dika ingin menyampaikan sesuatu tetapi sampai makan selesai pun ia tidak mengataka apapun. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Dika. Terkadang ia dingin tak tersentuh tetapi terkadang ia juga baik dan pengertian. Aku tidak mengerti sebenarnya sikap apa yang ingin ia tunjukkan kepadaku.

"Ya sudah, besok jangan telat ya." ucapnya sambil tersenyum.

Astaga ini pertama kalinya Dika tersenyum kepadaku. Apakah semua pria tampan selalu manis ketika tersenyum. Aku rasa iya, karena aku menyaksikannya sendiri.

Aku mengangguk kemudian membuka pintu kemudi lalu turun dari mobil. Sebelum aku menutup pintu kemudi, "Makasih makan siangnya." ucapku.

Dika tersenyum lagi lalu menyalakan mesin mobilnya kemudian meninggalkan rumahku. Aku tidak berhenti tersenyum sepanjang jalan menuju pintu rumah.

"Ehem pulang makan siang kok senyum-senyum sendiri, otakmu bergeser?" ucap Wisnu.

Aku terkejut ketika mendapati Wisnu sedang duduk di pinggir kolam ikan yang berada di samping rumah. astaga sedang apa bocah itu disana, mengagetkanku saja. Menghancurkan mood ku saja.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang