25. "Aku baik-baik saja"

12K 451 5
                                    

Aku mengikuti arah pandang Danu lalu setelahnya adalah mataku melihat Dika sedang berdiri di lobby. Ia menatap ke arah kami namun saat aku berniat menghampirinya, ia lebih dulu pergi memasuki gedung apartemen. Aku menghela napas kasar, sedang apa ia disitu dan mengapa ia pergi saat aku hendak menyapanya. Ia terlalu awet merajuk untuk ukuran seorang pria.

"Terima kasih." ucapku pada Danu.

"Jangan dulu." sahutnya sambil menggelengkan kepala.

"Maksudmu?" tanyaku karena tidak mengerti.

"Aku akan mengantarmu sampai depan pintu kamarmu lalu setelahnya kau boleh mengatakan terima kasih." ucapnya yang membuat aku melongo.

"Ayo, ku antar kau sampai depan kamar." sambunganya sambil berjalan mendahuluiku.

Aku mengerjarnya sambil berkata, "Tidak, ku rasa itu tidak perlu." sahutku mencoba untuk menolaknya.

"Dilantai berapa?" tanyanya menghiraukan ucapanku sebelumnya.

Aku menelan saliva ku sebelum mengatakan, "Lantai 30." ucapku memberitahunya.

Sebenarnya aku tidak ingin ada orang lain tahu dimana tempat tinggalku tetapi kurasa Danu bukan pria yang harus aku curigai. Ia pun menepati ucapannya untuk mengantarku sampai depan kamar. Setelah kami sudah sampai didepan pintu kamarku dan aku mengatakan terima kasih, ia langsung pergi tanpa membuat aku naik darah terlebih dahulu seperti sebelumnya. Aku tidak mempunyai acara lain setelah ini jadi aku akan membersihkan diri lalu tidur. Melupakan hari ini dan berharap hari esok akan lebih baik.

***

LINE

D. Christiani

Ada apa antara kau dan pak Davin? Karyawan lain bergosip di grup line kalau kalian sedang tidak akur.

Mataku langsung terbuka sempurna saat melihat pesan yang dikirimkan oleh Dewi. Aku mengusap wajahku dengan tangan. Astaga bahkan mereka merasakan keanehan yang terjadi antara aku dan Dika dan apa lagi ini, grup line? Sepertinya aku harus menceritakannya kepada Dewi berharap masalah ini cepat berakhir. Jujur aku pun sudah benar-benar tidak nyaman kalau harus seperti ini terus menerus.

To

D. Chirstiani

Berangkatlah lebih pagi, aku akan menjelaskan semuanya padamu.

Aku meletakkan kembali ponselku diatas nakas lalu bergegas untuk mandi kemudian bersiap-siap. Setelah semuanya beres, aku langsung menuju penthouse Dika untuk membangunkan pria itu dan mengurus segala yang dibutuhkan olehnya.

Ketika aku sudah sampai di dalam penthouse, mataku menangkap sepasang high heels berwarna merah menyala tergeletak di dekat sofa. Aku mencoba berpikir positif tetapi astaga demi apapun ini pagi buta. Tidak mungkin Tante Indri disini karena Dika pernah mengatakan kalau hanya aku yang tahu ia disini. Lalu ini milik siapa? Mungkinkah ia sedang bersama seorang wanita.

"Nilan." sapa seorang wanita yang suaranya sangat familiar di telingaku.

Aku membeku sesaat mendengar suaranya. Jadi high heels itu milik Siska. Sedang apa ia disini. Apakah tadi malam Dika di lobby sedang menunggu wanita ini. Aku tersenyum kecut mengetahui semua ini. Pantas saja kemarin Dika memilih Siska untuk menemaninya, ternyata pertemuan mereka berlanjut di penthouse. Baiklah ini tidak apa-apa, itu terserah padanya. Aku tidak ingin ikut campur.

"Ada apa kau kemari?" tanya Siska.

Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa ia disini. Ah aku lupa bahwa aku juga bukan siapa-siapa disini. Tunggu, ini seperti bau gosong. Apa Siska sedang memasak sesuatu? Masa bodoh aku bahkan sudah tidak peduli jika penthouse ini terbakar sekalipun.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang