Debaran jantung yang ku rasakan tampaknya bukan hal kecil yang bisa disepelekan. Ini adalah sebuah hal baru dalam hidupku. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Seperti wanita pada umumnya, aku tidak pernah mau disentuh oleh sembarang orang tetapi entah mengapa akhir-akhir ini aku membiarkan Dika menyentuhku dan sentuhan yang terasa berbeda. Pelukan yang ia berikan terasa berbeda dari yang ku dapatkan dari Ayah atau Kak Kevin.
Sebelumnya ia juga pernah menyentuhku tetapi aku tidak pernah merasakan apapun, biasa saja. Aku bahkan pernah menolaknya terang-terangan saat ia memintaku untuk tidur bersamanya. Peristiwa itu terjadi pada saat kami menginap di vila untuk kepetingan bisnis dan karena aku menolaknya , kami tidak akur selama satu mingggu dan berakhir dengan aku yang meminta maaf padanya. Kemarin, aku tidak sempat tahu apa yang akan Dika lakukan padaku karena lampu bioskop lebih dulu menyala sebagai tanda bahwa film telah berakhir. Ada perasaan canggung yang menyelimutiku saat keluar dari bioskop tetapi suasana berhasil di cairkan oleh Dika. Ia mengajakku kembali mengunjungi outlet khusus pria untuk membeli dasi yang sudah ia pilih tetapi belum sempat ia beli. Ia seperti tahu bahwa aku sedang merasa tidak nyaman karena peristiwa di bioskop tadi.
Ia selalu menempel denganku kemanapun aku pergi. Aku sempat risih ketika ia bersikeras untuk menemaniku ke toilet saat kami tengah makan malam. Ia sampai menungguku tepat di depan pintu toilet. Entah sebutan apa yang pantas untuk wanita yang mau tidur satu ranjang dengan seorang pria tanpa status apapun. Ini memang bukan yang pertama kalinya untukku. Aku tidak tahu apa yang akan Bunda lakukan padaku kalau ia mengetahui anaknya tidur dengan seorang pria tanpa ikatan pernikahan.
"Apa yang mengganggu pikiranmu, Nil?" tanya Dika.
Saat ini aku tengah menyantap sarapan dengannya di penthouse. Aku tidak pulang ke apartmenku karena Dika yang memintanya. Kali ini aku tidak menolaknya, aku bahkan tidur dengannya. Aku tekankan kembali, aku hanya tidur dengannya.
"Aku merasa sudah melakukan kesalahan yang besar." ucapku.
Dika mengangkat satu alisnya lalu tersenyum, "Aku yang salah." ucapnya seraya bangun dari duduknya lalu menghampiriku.
Mataku mengikuti langkah kakinya yang berjalan mendekatiku. Aku memutar kursi yang ku duduki untuk menghadap ke arahnya karena ia berdiri di belakangku. Kini kami saling berhadapan.
Dika berlutut mensejajarkan tingginya denganku lalu tangannya terulur menggennggam tanganku dengan lembut. "Kau mau libur lagi hari ini?" tanyanya.
Aku mengangguk tetapi kemudian menggeleng.
Dika mengerutkan keningnya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyanya seraya mencubit pipiku.
"Aku tidak tahu." ucapku dengan menundukkan kepalaku menatap jemarinya yang sedang mengelus punggung tanganku. Dika bergerak lebih dekat denganku lalu ia memelukku.
"Aku belum mandi." ucapku tepat ditelinganya.
Ia terkekeh seraya berkata, "Aku tahu." ucapnya dengan suara berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's The Boss
Roman d'amour18+ Saat ini aku sedang menjadi anak pembangkang yang menerima karma. Aku mengatakannya karena saat ini sedang mengalami kesulitan atas keputusan egois yang ku buat 4 tahun yang lalu. Aku memaksa mengambil jurusan manajemen bisnis disaat tidak ada a...