26. Firasat Buruk

11.5K 468 5
                                    

"Aku akan menceritakannya tapi tidak disini." sahutku.

Kami memutuskan untuk berbelok ke caffe yang ada di rumah sakit ini karena Dewi bersikeras ingin mendengarnya saat ini juga. Sekarang disinilah kami berada, di caffe rumah sakit. Rumah sakit ini mirip seperti mall karena di lengkapi dengan caffe dan kfc serta bermacam jenis makanan dengan berbagai merk ternama lainnya. Menurutku kurang timezone saja, nanti aku akan merekomendasikannya kepada pemilik rumah sakit ini untuk membuka tempat bermain. Kalian setuju?

"Oke cepat ceritakan." tagih Dewi tidak sabaran.

"Kita belum memesan apapun." tolakku.

Akan sangat aneh bila ke caffe hanya duduk saja. Aku masih punya rasa malu. Wanita ini benar-benar untung saja ia temanku.

"Aku sudah memesannya." sahutnya yang tidak melepaskan matanya dariku.

Aku menatap aneh ke arahnya. Bagaiaman bisa ia mengatakan sudah memesan sedangkan daritadi ia selalu bersamaku.

Seakan mengerti dengan isi pikiranku, Dewi pun berkata, "Aku memesan via online, ini sudah menjadi kebiasaanku selama dirawat disini."

Aku melongo mendengar penuturannya. Jadi selama disini ia mengkonsumsi kopi? Luar biasa, ia memang patut diberi gelar penipu terjenius sejagad raya. Aku yakin ahli gizinya melarang untuk mengkonsumsi kopi karena setahuku ia selalu mengeluhkan susah tidur di malam hari. Dasar wanita penikmat kafein. Pasti ia juga menipu perawat dengan mengatakan bahwa kopi itu milik keluarganya. Astaga tolong jangan di contoh.

"Lupakan kata-kataku tadi, sekarang ceritakan masalahmu." sahutnya.

Aku menarik napas panjang sebelum menceritakannya. Aku memulainya dengan mengatakan kalau aku sudah tidak tinggal bersama kedua orangtuaku lagi dan sekarang tinggal di apartemen bersama dengan Dika.

"Kau tinggal satu kamar dengan Pak Davin!" pekiknya menghiraukan tatapan orang-orang yang menatapnya.

Aku memutar kedua bola mataku. "Aku belum selesai. Tolong dengarkan dulu."

Ia tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang tidak rata saat aku menegurnya. Aku melanjutkan ceritaku lagi. Aku tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Dika tetapi tidak satu kamar dengannya. Awalnya semua berjalan dengan semestinya sampai aku menandatangani kontrak sialan itu hidupku benar-benar berubah. Hidupku diatur oleh kontrak itu. Aku juga menceritakan isi kontraknya dengan detail berikut peristiwa yang terjadi di penginapan yang membuat aku dan Dika terlibat perang dingin. Aku menceritakan semuanya pada Dewi dengan detail, berbeda saat dengan Danu. Aku hanya menceritakan garis besarnya saja kepada pria itu. Aku melakukannya karena aku percaya padanya lagi pula kalau aku hanya meceritakannya setengah ia juga pasti akan memberikan saran yang setengah pula dan aku pasti tidak akan puas.

"Wah kau sangat beruntung, Nil." ucapnya riang.

Aku memutar kedua bola mataku tidak percaya dengan respon yang ia katakan. Aku kira ia akan mengasihaniku tetapi ternyata ia malah mengatakan aku sangat beruntung.

"Tolong jelaskan kepadaku dimana letak keberuntungan itu, Dew. Astaga aku tidak percaya ini." sahutku seraya mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan.

"Sebaiknya kau minta maaf kepada pak Davin." ucapnya.

"Minta maaf?" ulangku.

Dewi menganggukkan kepalanya. Ia mengatakan aku ini beruntung bisa dekat dengan Dika. Karena karyawan lain ingin melihatnya barang semenit saja rasanya sangat sulit. Berbeda denganku yang bahkan bisa kontak fisik dengannya.

"Iya kau harus minta maaf, itu adalah solusi terbaik yang aku berikan padamu." ucapnya

"Kau tahu, hidupmu akan menjadi layang-layang lagi kalau kau keluar dari perusahaan hanya karena masalah emosional. Sebaiknya kau pikirkan lebih matang lagi jangan mempunyai pikiran pendek. Ingat kita sudah dewasa." sambungnya.

He's The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang