Seperti biasa, Shani membangunkan kedua adik kembarnya setelah ia siap. Viny pun tentu saja memilih menghampiri keluarga Om Edwin bersama ketiga adiknya apalagi ini hari terakhir mereka di rumah tersebut.
"Udah pada bangun?" Tanya Viny dari depan kamar.
"Udah, bentar Kak." Teriak Nadse.
Tak lama pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Gracia yang langsung ingin menyambar mencium bibir Viny. Namun tak seperti biasa, Viny langsung menutup bibirnya dengan kedua tangannya.
"Gak Gracia. Kita udah ditungguin."
"Ih," Gracia menghentakkan kedua kakinya kesal.
"Sukurin! Hahahah!" Cibir Nadse. "Pagi, Kak."
Viny kali ini juga menahan bibir Nadse, "kamu juga gak, Nads. Kita lagi di rumah Om Edwin."
"Hahahaha. Sukurin!" Cibir Gracia balik.
Nadse memberengut lalu jalan terlebih dahulu.
"Gre duluan, gih."
"Iya, Kak."
Setelah tubuh Gracia dan Nadse sedikit menjauh, Viny langsung menahan Shani yang ingin melewatinya.
Ada dua hal yang membuat Viny tak ingin dicium oleh kedua adiknya itu. Satu, mereka sedang berada di rumah Om Edwin. Dua, Shani yang nampak memalingkan wajahnya.
"Kakak mau bicara sama kamu. Soal semalem--"
"Aku gak mau bahas itu, Kak. Kita ditunggu Om Edwin."
Viny menghela nafasnya lalu membiarkan Shani melewatinya.
Selama sarapan, keheningan kembali menyelimuti. Apalagi Shani yang hanya diam seribu bahasa. Hanya menjawab dengan anggukan, sesekali dengan kata 'iya' atau 'tidak'. Membuat Nadse kembali mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan sang kakak.
"Oh iya, kalian kapan pulang?" Tanya Istri Om Edwin.
"Nanti setelah makan siang, Om. Besok aku ada kuliah lagi soalnya."
Setelah itu mereka menyelesaikan sarapan dengan sesekali diisi candaan ringan.
"Ciciii Shani! Devin mau main sama Cici lagi!" Ucap Devin melompat dari pangkuan ibunya.
"Emm,"
"Sini, Devin main kuda-kudaan sama Kak Viny." Ucap Viny menyelamatkan Shani yang nampak ingin menolak.
"Asikk." Devin langsung berlari ke arah Viny.
"Ih, Devan juga mau main sama Kak Viny!"
"Devan sama Cici Gracia aja, yuk. Aku kan juga mau main sama kalian."
"Main kejar-kejaran, ya Ci!" Langsung saja Devan berlari meninggalkan Gracia.
"Ih!! Devan!!" Gracia menghentak-hentakkan kedua kakinya kesal dan langsung bangkit mengejar Devan.
Melihat Gracia dan Viny yang telah menjauh, Nadse menyusul Shani yang sudah kembali ke kamar.
Shani tengah duduk di tepi ranjang saat Nadse membuka kamarnya. Nadse bersandar di pintu dan menatap Shani yang masih terdiam.
"Gue... boleh nanya sesuatu gak? Tapi lo jangan tersinggung."
Shani mengangkat kepalanya, "gue gak mungkin tersinggung sama kembaran gue sendiri, Nads."
"Ini soal... rasa yang gue sebenernya gak gue ngerti. Tapi, gue ngerasain itu tersirat ada di hati gue." Nadse menjeda ucapannya sejenak, "ini soal rasa yang disebut cinta, dan salah satu dari kita tengah merasakannya. Iya, kan Shan? Itu elo, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Love Story
FanfictionKisah mengenai kehidupan si kembar tiga dengan sang Kakak angkatnya.