Larangan

2.8K 352 34
                                    

Perlahan mata Shani terbuka dan ia mendapati Viny tengah tersenyum haru serta bahagia sambil menggenggam tangannya.

Shani mencoba mengedarkan pandangannya dan melihat para dokter yang tengah sibuk di ranjang sebelahnya dan saat para dokter menjauh ia melihat Sinka yang terbaring tersenyum lembut padanya.

"Indira..." Panggil Viny lembut.

"Kakak... Apa yang terjadi?"

"Mbak, maaf bisa tolong keluar dulu? Biar kami periksa terlebih dahulu keadaan pasien." Ucap Dokter.

Viny mengangguk lalu menatap Shani, "nanti, ya. Biar dokter periksa kamu dulu." Viny mengakhiri kalimatnya dengan sebuah ciuman pada kening Shani.

"Gimana keadaan Shani?" Tanya Om Edwin saat Viny telah keluar.

"Shani udah sadar. Sekarang dokter lagi ngecek keadaan Shani juga Sinka."

"Syukurlah. Untung ada Sinka, ya." Viny hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Dia yang donorin darah buat Shani?!"

Viny dan Om Edwin langsung membalikkan badannya saat mendengar suara dari belakang mereka. Terlihat Nadse dan Gracia yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Nads..."

Plak!!

Viny lagi-lagi harus merasakan tamparan dari Nadse. Ia memejamkan matanya sambil mengusap pipinya yang terasa berdenyut.

"Nadhifa!" Ucap Om Edwin marah sambil menjauhkan Nadse dari Viny.

"Kamu apa-apaan sih dari kemarin?! Dia kaka kamu! Ga sepantesnya kamu nampar dan ngebentak dia!" Ucap Om Edwin menatap tajam Nadse.

"Aku ga sudi orang itu donorin darah buat Cici aku! Aku dan Gracia bisa donorin darah kita!" Ucap Nadse menggertakkan giginya.

"Nadse! Udah!" Teriak Om Edwin,

"Seharusnya kalian berterima kasih pada Sinka. Bukan seperti ini!"

"Tapi, Om-"

Tiba-tiba pintu yang terbuka potong ucapan Nadse, Dokter keluar dan langsung menatap keempat orang yang menunggu kabar darinya.

"Pendonor sudah bisa pulang, dan pasien sudah bisa dijenguk. Tapi, pasien tetap masih harus disini sampai benar-benar pulih. Sekarang kalian boleh jenguk."

Nadse dan Gracia langsung melewati sang dokter dan masuk untuk melihat keadaan kembaran mereka. Viny dan Om Edwin menyusul setelah berterima kasih pada sang dokter.

"Cici!!! Gre kangen!!" Gracia langsung berlari memeluk Shani.

"Aw," rintih Shani pelan.

"Pelan-pelan, Gre! Shani baru sadar!"

"Ih, maaf,"

Sementara itu hanya Viny seorang diri yang menghampiri Sinka yang tengah bersiap turun dari ranjangnya.

"Sin, makasih, ya."

Sinka menoleh dan tersenyum tipis, "aku gak ngelakuin apa-apa."

"Yang kamu lakuin itu sangat berarti padahal aku udah nyakitin kamu."

"Apa yang terjadi sama kita, gak akan ngurangin rasa kepedulian aku. Apalagi ini untuk Shani, seseorang yang merupakan sumber kebahagiaan kamu."

"Sin tapi aku..."

"Gak usah dibahas sekarang. Aku mau pulang."

Viny langsung membantu Sinka yang mau berdiri, "aku anter pulang, ya."

Twins Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang