Aku telah menjadi manusia termunafik di dunia ini jika itu menyangkut tentang kamu. Meski sudah berkali-kali aku berkata bahwa telah merelakan kamu pergi sejauh-jauhnya, atau telah menjadi pribadi yang tegar setelah kita menjelma asing. Namun, yang mereka semua tidak tahu, aku adalah manusia termunafik, yang diam-diam menyimpan pemberontakan dalam hatinya, yang memberontak agar kau tidak pergi.
Aku tidak bisa terus-terusan memaksa agar kamu tetap bisa disini, aku tidak bisa lebih lama untuk menahanmu agar kita tidak seperti saling tidak mengenal, aku tidak bisa untuk melakukan hal yang aku mau, tidak bisa, aku tidak bisa.
Aku pernah mengupayakan apa saja agar kau tetap berstatus stokastik bagiku. Bukan seperti sekarang ini, yang bahkan tak dapat lagi aku bisa pandangi dari jauh.
Telah ku lakukan segalanya semata-mata hanya ingin kau tidak hilang, kulangkahkan kaki ini kemana saja, dengan air mata serta peluh yang tak henti-hentinya menghiasi wajah lelahku. Hanya untuk mengejarmu, yang mungkin–selamanya tak bisa utuh lagi, yang selamanya––– tak pernah bisa teraih.
Semuanya telah kulakukan, sampai semesta menamparku keras-keras.
Kau hanya bisa bermanifestasi fana, bukan menjadi sesuatu yang benar-benar nyata seperti yang selalu aku harapkan.
Dan aku sadar, akulah manusia terbodoh di dunia ini.
21-06-2017
00:00

KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Rasa
Poesía(Complete) Dan pada kesempatan sisa-sisa hujan terakhir di bulan September aku meminta, berdoa, sekiranya mampukah semesta barangkali sekali saja mendengar laungan doa-doa panjangku. Yang berisi tentang kamu, rangkaian doa yang masih memintamu untuk...