D;ownpour

221 16 0
                                    

Perjalanan pulang tiga pemuda tidak memakan waktu panjang. Bukan pergi kerumah masing-masing, namu kerumah kedua mereka.

Bangtan. Sebutan mereka untuk diri mereka sendiri.

Tinggal bersama teman atau housemates adalah hal lazim untuk pemuda usia 20 tahun. Tapi, mereka bukan tinggal bersama. Rumah yang tak lain adalah apartemen dilantai 7 gedung tersebut adalah tempat hasil tabungan tujuh pemuda yang sudah seperti keluarga.

Didalam lift menuju lantai enam tentu saja tidak sepi. Sebuah kebohongan jika suatu tempat sepi jika ada Hoseok.

"Jin Hyung, gadis tadi cantik." tutur Hoseok jujur. Jin hanya menggumam tak jelas sebagai jawaban. Sedangkan Yoongi, dia hanya diam.

"Yang lain disini?" tanya Jin pada kedua lelaki dihadapannya dan ditanggapi anggukan oleh Yoongi.

"Bukankah sudah jelas? Aku dan Hoseok menjemputmu berdua." sahut Yoongi malas. Dasar beruang kutub, batin Jin mencaci Yoongi. Menyebalkan kadang jika harus bicara dengannya.

Jin keluar paling pertama, berjalan menuju apartemen dan membukanya lebih dahulu.

"Aku pulang."

"Eoh? Jin Hyung!" dua anak lelaki duduk diruang tamu, dengan stick permainan mereka masih ditangan. Jin tahu jelas kelakuan enam adik tak sedarahnya.

"Jimin-a, Taehyung-a. Ini sudah larut, kenapa masih main game?" Jin mendecak kesal dan mematikan permainan mereka tanpa peduli reaksi dua lelaki kelahiran 1995 itu.

Jin bukannya tak suka bermain game. Ia juga suka bermain Nitendo dan juga Mario Bros atau permainan komputer seperti Maple Story atau lainnya. Tapi ia tidak terobsesi seperti mereka yang bisa main sampai pagi.

"Aish, Hyung! Kenapa dimatikan? Sedikit lagi aku mengalahkan Jimin!" keluh yang lebih tinggi, Kim Taehyung dengan desisan sebal. Jimin yang juga ada disana juga sedikit kesal. Namun, Jin adalah kakak tertua ditempatnya. Ia lebih memilih menghargai keputusan Jin.

"Sudah malam, Tae. Jangan biasakan begadang sampai pagi demi game." tutur Jin lembut, melunak pada adik-adiknya. Jika ia emosi, maka mereka akan meledak juga.

"Tapi besok akhir pekan." Taehyung atau yang disapa V mengerucutkan bibirnya. "Tak baik jika kau terus-terusan tak tidur walau hanya sekali-dua kali. Kau tak ingin musim panasmu menjadi kelas tambahan 'kan?" sindir Jin yang membuat Taehyung bungkam.

Taehyung bukan bodoh. Ia hanya 99% idiot dengan 1% kejeniusan. Sedangkan Jimin, si mesum penurut. Yah... Jimin adalah deskripsi adik kesayangan walau dirinya adalah seorang kakak dirumah keluarga Park.

Kalau boleh jujur, Jin juga bingung kenapa para kakak dirumah Bangtan adalah adik bungsu dikeluarganya.

Taehyung duduk disofa, dengan beberapa ocehan tak jelasnya. Itu lucu dimata Jin bagaimana sang adik merengut kesal.

Hal itu tak bertahan lama, sampai petir dan hujan deras datang yang mengalihkan perhatian mereka dari game Taehyung dan membuat Jimin menjerit tertahan. Beda cerita jika Hoseok, ia sudah menjerit dan menunduk. Syukur saja petir besar tadi tidak memadamkan listrik san tak ada yang pingsan.

Namjoon dan Jungkook datang. Ya, dua makhluk mantan teman sekamar itu datang.

"Kalian kenapa? Hyung kira sudah tidur."

Namjoon menghela nafas lelah, "Entah. Jungkook tiba-tiba membangunkan ku karena kaget." tutur Namjoon jujur yang membuat gelak tawa pecah diruangan itu. Bahkan, Taehyung si tukang main itu melupakan kekesalannya karena game tadi.

Bukan tanpa alasan mereka tertawa. Jungkook memang yang termuda diantara mereka. Namun, tahun ini Jungkook sudah berusia 20 tahun.

Jin menepuk bagian sofa kosong yang ada disampingnya, "Kook-a, duduklah disini." panggil Jin melembut. Ia tahu Jungkook laki-laki berusia 20 tahun. Namun ia dimanja dirumah maupun disini. Hal wajar jika Jin punya sisi lembut padanya. Ditambah, petir tadi cukup mengerikan.

Jungkook hanya duduk mendekat pada sang kakak tertua dirumah keduanya itu. Jungkook sudah tidak tinggal dirumah. Rumahnya di Busan, sementara ia kini menjadi mahasiswa di Universitas Seoul. Ia berpisah dengan orang tuanya setelah lulus SMP untuk sekolah. Hal wajar jika ia sedikit bergantung pada kakak-kakaknya.

"Kalian semua sudah bangun. Jadi mau apa?" Jin memijat pelipis dengan telunjuk nya dan satu tangan mengelus rambut dan leher Jungkook.

Jimin dan Taehyung hanya tiduran di karpet, memandang kosong kearah langit-langit dengan Hoseok sebagai bantal Taehyung. Yoongi yang ikut duduk disebelah Jin dan Namjoon yang hanya duduk disebelah Jungkook juga tetap membungkam, membiarkan keheningan merajai suasana.

"Aku rindu rumah, Hyung." Jimin buka suara setelah menjadi orang yang paling lama bungkam. Jin dan para adiknya menoleh. Yang diikuti gumaman 'aku juga' oleh Taehyung.

Jin mengulum senyum wajar. Jimin tinggal di Busan, dan Taehyung dari Daegu. Mereka hanya pulang pada hari libur, jelas saja membuat mereka rindu orang tua dan adik-adik mereka.

"Kalian sudah mengontak orang tua kalian?" tanya Jin. Ia tahu jelas dua anak kuliah ini memang tengah sibuk ini-itu. Ditambah, mereka sudah punya teman, pasti akan bermain sampai kadang lupa waktu.

Taehyung menangguk, namun Jimin menggeleng.

"Kenapa?" tanya Jin. "Ayah dan Ibu pasti juga sedang memikirkan kuliah adikku. Jika aku terlalu banyak menghubungi, mereka malah akan banyak pikiran." tutur Jimin, hampa.

Jimin tetaplah Jimin, orang yang khawatir dengan banyak hal.

"Kau yang tidak mengontak orangtuamu justru membuat mereka lebih banyak pikiran, bodoh." Taehyung memukul kepala Jimin pelan. Ia kadang bingung pada teman sebayanya ini. Rindu tapi tak jujur. Dasar.

"Jimin-a, Taetae yang hampir jadi adikmu saja tahu. Kau malah menambah beban mereka jika kau tidak menelfon atau memberi kabar." Hoseok menepuk-nepuk pundak Taehyung yang ada dipahanya, membenarkan ucapan Taehyung.

Jimin menghela nafasnya ㅡlagi, dia menatap kosong langit-langit berwarna putih gading tersebut. Mata sipit nya yang panjang terlihat sedikit berkaca.

"Kalau rindu, ya kabari, pendek. Kau itu sudah kerja sambilan. Badan mu sudah pendek, jangan otak dan pemikiranmu pendek juga. Kau malah membuat orang tuamu khawatir." tutur Yoongi membuka suara. Atau lebih tepatnya menyindir tanpa berkaca?

Jimin tertawa renyah, tapi sedikit air mata keluar dari matanya, "Berkacalah Hyung. Kau dan aku hanya beda 1 senti."

"Masuklah kekamar." Jin berucap pada Yoongi dan Namjoon. Termasuk Jungkook yang ada disebelahnya, membuat mereka bertiga menurut.

Bukan karena mereka tak peduli. Jin memang orang yang cerah dan hangat, tapi Jin sebagai kakak tertua juga mengambil peran pada 6 adiknya. Ketika tatapan matanya sudah menusuk, maka tak ada yang boleh melawan.

Jimin menangis, membiarkan lengannya menutupi matanya yang masih deras karena hujan kesedihan dan rindunya.

"Jimin-a. Masalah mu bukan hanya itu 'kan?"

continued in E;lf.

SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang